01-6 Arasy – Risalah Qusyairiyah

Dari Buku: RISALAH QUSYAIRIYAH (INDUK ILMU TASAWUF)
(Judul Asli: Ar-Risālat-ul-Qusyairiyyatu fi ‘Ilm-it-Tashawwuf)
Oleh: Imam al-Qusyairy an-Naisabury
Penerjemah: Mohammad Luqman Hakiem, MA - Editor: Tim Risalah Gusti
Penerbit: Risalah Gusti.

Rangkaian Pos: 001 Prinsip-prinsip Tauhid Dalam Pandangan Kaum Sufi | Risalah Qusyairiyah

BAB I

PRINSIP-PRINSIP TAUHID DALAM PANDANGAN KAUM SUFI

(Bagian 6)

 

ARASY

Dzun-Nūn ditanya mengenai firman Allah s.w.t.:

الرَّحْمنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوى

Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arasy.” (Thāhā:5)

Jawabnya: “Yang Maha Pemurah tidak akan sirna, dan ‘Arasy itu di cipta (baru). Sedangkan ‘Arasy terhadap Yang Maha Pemurah (ar-Raḥmān) menjadi semayam (Nya).

Ja‘far bin Nashr ditanya soal ayat tersebut: “Ilmu-Nya bersemayam terhadap segala sesuatu. Dan sesuatu itu tidak ada yang lebih dekat kepada-Nya dari sesuatu yang lain.

Ja‘far ash-Shādiq berkata: “Barang siapa berpraduga bahwa Allah s.w.t. ada di dalam sesuatu, atau dari sesuatu, atau di atas sesuatu, maka orang itu benar-benar musyrik. Sebab apabila ada di dalam sesuatu, Allah pasti terbatas. Jika dari sesuatu, Allah pasti baru. Dan jika di atas sesuatu, maka Allah mengandung sesuatu.

Ja‘far ash-Shādiq menafsiri Kalāmullāh: “Kemudian Dia mendekat, lalu tambah mendekat lagi.” (an-Najm:8), bahwa: “Barang siapa mengira bahwa dengan sendirinya ia bisa mendekat, maka ia menciptakan jarak di sana. Padahal mendekat yang dimaksud dalam ayat tersebut, selama ia mendekat kepada-Nya, ia merasa jauh dari segala ma‘rifat. Karena tidak ada dekat dan tidak ada jauh.

Al-Kharrāz berkata: “Hakikat mendekat adalah hilangnya sentuhan sesuatu dari qalbu dan penenangan rasa menuju kepada Allah s.w.t.

Ibrāhīm al-Khawwāsh menegaskan: “Suatu ketika secara tidak sengaja aku mendapati seorang laki-laki yang direkadaya syaithan, sehingga aku harus mengumandangkan adzan ke telinganya. Tiba-tiba terdengar syaithan memanggilku dari lubang telinganya: “Biarkan ia, aku akan membunuhnya, karena ia berkata: “Al-Qur’ān adalah makhluk.

Ibnu ‘Athā’ (Wāshil bin ‘Athā’-ul-Mu‘taziliy) berkata: “Sesungguhnya Allah s.w.t. ketika menciptakan huruf-huruf, Dia membuat rahasia bagi-Nya. Ketika Allah mencipta Ādam a.s. diuraikan-Nya rahasia itu, dan rahasia itu tidak tersebar di kalangan malaikat-Nya satu pun. Kemudian huruf-huruf itu meluncur dari lisan Ādam a.s. melalui struktur yang berlaku dan struktur bahasa. Kemudian Allah menjadikan bentuk pada huruf tersebut.

Ibnu ‘Athā’ menjelaskan bahwa huruf-huruf tersebut adalah makhluk. Menurut Sahl bin ‘Abdullāh, huruf sebenarnya merupakan ucapan perbuatan, bukan ucapan substansi (dzāt). Sebab huruf tersebut merupakan perbuatan dalam obyek yang diperbuat.

Al-Junaid menegaskan soal dua masalah urgen: “Tawakkal adalah perbuatan qalbu, dan tauhid merupakan ucapan qalbu.

Al-Ḥusain bin Manshūr berkata: “Siapa yang mengenal hakikat dalam tauhid, maka gugurlah pertanyaan: “Mengapa dan Bagaimana.

Al-Wāsithiy menegaskan, bahwa tidak ada yang lebih mulia dari makhluk Allah ketimbang ruh.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *