Surah al-Mursalat 77 ~ Tafsir al-Azhar (3/9)

Dari Buku:
Tafsir al-Azhar
Oleh: Prof. Dr. HAMKA

Penerbit: PT. Pustaka Islam Surabaya

Rangkaian Pos: Surah al-Mursalat 77 ~ Tafsir al-Azhar

III

أَلَمْ نُهْلِكِ الْأَوَّلِيْنَ. ثُمَّ نُتْبِعُهُمُ الْآخِرِيْنَ. كَذلِكَ نَفْعَلُ بِالْمُجْرِمِيْنَ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ.

77:16. Bukankah Kami binasakan orang-orang yang dahulu?
77:17. Kemudian itu Kami iringi dengan orang-orang yang kemudian.
77:18. Seperti demikianlah Kami perbuat terhadap orang-orang yang durhaka.
77:19. Celaka besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan.

 

Pada rangkuman ayat 16 sampai 19 ini, artinya dalam empat ayat dibayangkanlah nasib orang-orang yang dahulu, untuk jadi perbandingan bagi orang-orang yang datang kemudian;

Bukankah Kami binasakan orang-orang yang dahulu?” (Ayat: 16). Orang-orang yang dahulu yang dibinasakan oleh Tuhan itu ialah karena tidak mau percaya, tegasnya mereka mendustakan seruan dan ajakan yang disampaikan oleh rasūl-rasūl. Mereka mau mendustakan kepercayaan kepada Allah Yang Tunggal, yang tidak bersekutu dengan yang lain. Mereka mempertahankan menyembah kepada benda, kepada berhala, kepada patung-patung atau kepada raja-raja. Banyak manusia di zaman dahulu itu mengangkat diri mereka sendiri jadi Tuhan. Berlaku sewenang-wenang kepada sesama manusia. Sebagaimana yang dilakukan oleh Raja Namrūd yang didatangi Nabi Ibrāhīm atau Fir‘aun yang didatangi oleh Nabi Mūsā. Banyak di antara mereka tidak mau mengikuti seruan agar berlaku jujur dalam hidup, tetapi mereka masih tetap berlaku curang; sebagai Ummat di negeri Madyān yang didatangi Nabi Syu‘aib, yang curang dalam berniaga, tidak ada amanat. Atau ummat di negeri Sadum (Sodom) yang didatangi Nabi Lūth. Atau kaum Tsamūd yang didatangi Nabi Shāliḥ, atau kaum ‘Ād yang didatangi Nabi Hūd dan kaum-kaum yang lain. Kesudahannya mereka itu dibinasakan oleh Tuhan. Bekas-bekas negeri mereka masih didapati oleh kaum Quraisy yang hidup di zaman Nabi Muḥammad s.a.w.

Kemudian itu Kami iringi dengan orang-orang yang kemudian” (Ayat: 17). Mungkin yang dimaksud dengan yang datang kemudian itu ialah ummat Bani Isrā’īl. Mereka telah diselamatkan Tuhan daripada kezhaliman dan aniaya Fir‘aun di negeri Mesir. Mereka telah diselamatkan menyeberangi Lautan Qulzum buat kembali pulang ke tanah pusaka nenek moyang mereka, yaitu tanah Kan‘ān. Tetapi kian lama Bani Isrā’īl itu kian keras kepala, tidak mau mengikuti perintah dan meminta yang tidak-tidak. Mulai diseberangkan saja dari Mesir, mereka telah meminta dibikin “tuhan” untuk disembah, sebab mereka lihat orang-orang lain itu mempunyai banyak tuhan-tuhan yang mereka sembah. (Surat ke-7 al-A‘rāf ayat 137). Bahkan sampai mereka dapat ditipu oleh Samiri sehingga membuat berhala anak sapi ‘ijl yang dibuat dari emas. Malahan pernah mereka menyatakan kepada Mūsā bahwa mereka ingin melihat Tuhan dengan mata kepala mereka. Akhirnya mereka bunuhlah nabi-nabi dan kutuk sengsaralah yang dijatuhkan Tuhan karena mereka.

Meskipun dalam Surat yang pendek ini tidak dinyatakan siapakah yang datang kemudian itu, namun menilik jalan sejarah, dapatlah Bani Isrā’īl dimasukkan dalam golongan “yang kemudian” itu. Sebab itu maka di ayat yang seterusnya, Tuhan menegaskan: “Seperti demikianlah Kami perbuat terhadap orang-orang yang durhaka” (Ayat: 18).

Di sini Tuhan menunjukkan “Sunnatullāh”, atau undang-undang Tuhan yang tetap berlaku untuk selamanya. Yaitu tiap-tiap kaum yang durhaka kepada Tuhan, pastilah bertemu dengan saat binasanya. Kebinasaan itu adalah menurut ukuran yang ditentukan oleh Tuhan pula. Ada yang secara cepat dan ada yang secara lambat. Ada yang hancur karena angin ribut, ada yang binasa karena gempa bumi, ada yang hanyut dibawa banjir, ada yang tenggelam karena angin taufan. Begitu dahulu kala dan begitu tetap untuk selamanya; yang durhaka kena hukuman!

Orang di zaman modern, zaman besarnya pengaruh materialistis, faham kebendaa, faham tidak mempercayai Tuhan dan usaha menghapuskan pengaruh agama dari hati manusia, dan zaman kemajuan teknologi dan mekanik, jika kita menyebut tentang ‘adzab siksaan yang akan diturunkan Allah kepada manusia yang tidak mau tunduk, manusia yang durhaka, banyaklah orang yang tidak percaya. Orang sekarang telah sangat maju berfikir, dan ‘ilmu pengetahuan sudah sangat mengagumkan. Sebab itu banyak orang yang tidak memikirkan lagi akan adanya ‘adzab siksaan akhirat. Mereka memandang bahwa keruntuhan kaum ‘Ād, kaum Tsamūd, penduduk Sadum (Sodom) dan penduduk negeri Madyan itu sudah jadi dongeng yang tidak penting lagi untuk menggerakkan hati manusia. Bangsa-bangsa Barat sekarang telah maju dan tidak ada yang rusak karena ‘adzab Tuhan. Kalau kiranya ada sebuah negeri hancur karena gempa bumi atau karena angin badai yang dahsyat, itu tidak ada hubungannya dengan dosa dan durhaka kepada Tuhan, kata mereka. Kota London, Paris, New York, Tokio dan kota-kota besar dunia yang lain, penuh dengan berbagai macam dosa dan kedurhakaan. Zina, Lesbian (perempuan bersetubuh dengan perempuan), homosex (laki-laki bersetubuh dengan laki-laki) sudah menjadi hal yang merata. Sehingga di beberapa negeri besar sudah ada orang yang berani memperjuangkan ke Parlemen agar laki-laki kawin dengan laki-laki diakui dalam undang-undang, karena mereka itupun manusia juga, yang berhak buat diakui duduk sama rendah, tegak sama tinggi dengan manusia lain.

Di samping itu orang sangat maju dengan kemajuan ‘ilmu pengetahuan. Manusia sudah dapat mencapai bulan dan sekarang sedang berusaha hendak sampai ke bintang. Hubungan di antara benua dengan benua, kota besar dengan kota besar sudah sangat cepat dan mudah. Di samping kemajuan perhubungan, maju pula peralatan senjata, bom atom dan hydrogen.

Hidup sekarang sudah mudah! Kata mereka. Pengetahuan manusia sudah mencapai demikian tinggi, sehingga hidup di dunia ini sudah dapat dibuat laksana syurga yang dijanjikan di hari kiamat itu.

Tetapi cobalah fikirkan sejenak! Benarkah manusia modern merasa tenang dan tenteram dengan kemajuan teknik dan mekanik itu?

Taroklah memang manusia sudah dapat dengan masuk lift dalam sekejap mata dapat menaiki rumah yang tingkatnya sampai 100. Taroklah sekian ribu yang turun naik tiap hari dan sekian juga tiap bulan dan tahun, adalah mereka merasa bahagia? Perhatikanlah wajah-wajah dari mereka yang turun naik itu, adalah mereka bahagia? Apa yang mereka fikirkan? Apa artinya kemajuan pengetahuan, teknologi dan mekanik sekarang ini kalau jiwa ini kian lama kian gelisah? Kalau kepercayaan di antara manusia sesama manusia kian sehari kian hilang? Kalau kepercayaan suatu bangsa kepada bangsa lain kian lama kian goncang?

Apa artinya kalau sebahagian besar manusia di Barat hidup senang dengan mesin-mesin dengan listrik, dengan putaran roda-roda, kalau untuk pemutarkan mesin-mesin dan roda itu ialah dengan memeras, menghisap persediaan bumi negeri yang kaya dalam persediaan tetapi miskin dalam perbelanjaan? Karena hasil bumi mereka dibeli murah oleh bangsa yang ingin bersenang-senang itu? Apakah arti hidup kalau yang bertambah lama bertambah berkembang ialah rasa dendam dan benci di satu pihak dan rasa loba dan tamak di pihak yang lain?

Kiamat belum datang! Tetapi manusia sendiri hidup dalam kegelisahan, takut akan “kiamat” dari bekas tangannya sendiri.

Kalau dibandinggkan Bom Atom yang jatuh di Hiroshima dan Nagasaki pada bulan Agustus 1945 dengan negeri Tsamūd yang hancur karena dihantam oleh angin badai, namun kerusakan di Tsamūd itu barangkali belum sebesar kerusakan di Hiroshima. Tetapi tidakkah hal ini memberi ingat kepada manusia bahwa bekas tangannya sendiri dapat merusakkan dirinya? Bagaimana kalau perang nuklir terjadi? Yang khabarnya konon bom nuklir sekarang ini jauh beribu kali lipat dahsyatnya daripada bom atom di Hiroshima itu.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَ الْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ.

Telah jelas sekali kerusakan di darat dan di laut dari bekas usaha tangan manusia, agar mereka rasakan sendiri bekas dari sebahagian apa yang mereka kerjakan, moga-moga mereka akan kembali.” (30 ar-Rūm ayat 41).

Oleh sebab itu janganlah sampai kita pandang enteng ‘adzab Tuhan yang mengancam, karena memperbandingkan dengan ‘adzab zaman dahulu. Ingatlah bahwa ‘adzab zaman sekarang jauh lebih hebat. Manusiapun susah untuk melepaskan diri dari padanya.

Celaka besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan” (Ayat 19).

Telah dijelaskan dalam ayat 18 bahwasanya mereka itu karena durhaka kepada Tuhan, baik yang dahulukan, ataupun yang datang kemudian telah dibinasakan oleh Tuhan. Namun kebinasaan karena mati di dunia ini, misalnya mati terbakar, mati hanyut, mati tenggelam, belum tentu semuanya itu ‘adzab. Karena tidaklah semua orang bersalah. Tetapi di akhirat akan diadakan Hari Keputusan, sebagaimana disebut pada ayat 13 dan 14 di atas tadi. Di situlah tiap-tiap orang yang durhaka akan merasakan kecelakaan. Di dalam ayat disebutkan wailun, yang secara umum berarti celaka. Sedang di dalam keterangan Rasūlullāh s.a.w., bahwa dalam neraka itu memang ada satu bahagian neraka yang paling kotor, paling jorok, paling jijik bernama wailun. Ke sana akan mengalir segala kotoran manusia dan kehinaannya dari segala bahagian neraka. Di sanalah orang-orang yang mendustakan itu akan ditempatkan.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *