Surah al-Mursalat 77 ~ Tafsir al-Azhar (6/9)

Dari Buku:
Tafsir al-Azhar
Oleh: Prof. Dr. HAMKA

Penerbit: PT. Pustaka Islam Surabaya

Rangkaian Pos: Surah al-Mursalat 77 ~ Tafsir al-Azhar

VI

انْطَلِقُوْا إِلَى مَا كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُوْنَ. انطَلِقُوْا إِلَى ظِلٍّ ذِيْ ثَلَاثِ شُعَبٍ. لَا ظَلِيْلٍ وَ لَا يُغْنِيْ مِنَ اللَّهَبِ. إِنَّهَا تَرْمِيْ بِشَرَرٍ كَالْقَصْرِ. كَأَنَّهُ جِمَالَتٌ صُفْرٌ. وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ.

77:29. Pergilah kamu kepada apa yang selama ini kamu dustakan.
77:30. Pergilah kepada naungan yang mempunyai tiga cabang.
77:31. Yang tidak ada perlindungan dan tidak pula dapat menangkis nyala api.
77:32. Sesungguhnya dia menyemburkan bunga api laksana balok-balok.
77:33. Seolah-olah dianya iringan onta-onta kuning.
77:34. Celaka besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan.

 

Pada ayat-ayat ini mulailah dijelaskan celaka besar yang akan diderita oleh orang-orang yang mendustakan: “Pergilah kamu kepada apa yang selama ini kamu dustakan” (Ayat: 29). Mereka disuruh segera masuk ke dalam neraka yang selama hidup di dunia mereka tidak percaya bahwa ‘adzab siksaan itu ada. Lalu diterangkan salah satu dari siksaan yang akan mereka terima: “Pergilah kepada naungan yang mempunyai tiga cabang” (Ayat: 30).

Al-Ḥasan al-Bashrī mengatakan bahwa dia tidaklah faham apa yang dimaksud dengan anungan bercabang tiga itu. Menurut satu keterangan yang diperoleh dan disalinkan oleh ar-Rāzī dalam tafsirnya bahwa naungan bercabang tiga itu ialah api neraka yang datang mengelilingi orang yang kena ‘adzab itu bercabang tiga, datang dari atas, datang dari bawah dan yang membelit diri mereka. Naungan adalah arti kiasan dari api neraka itu sendiri. Sebab dia datang bercabang tiga bukan akan menaungi dari bahaya yang lain bahkan dia sendiri yang jadi siksaan. Qatādah mengatakan bahwa naungan itu ialah asap dari api menyala itu, yang juga mengandung ‘adzab. Asap mengepulkan adalah satu siksaan, apatah lagi kalau bercabang tiga.

Ar-Rāzī yang suka menghubungkan soal-soal demikian dengan pemikiran filsafat berkata: “‘Adzab secara demikian tidaklah jauh dari kemungkinan. Karena manusia didorong ke dalam kedurhakaan dari tiga juruskan pula. Dorongan marah dari kanannya, dorongan syahwat dari kirinya dan dorongan kekuatan syaithan dari dalam otaknya. Sumber dari segala kepincangan manusia baik pada ‘Aqīdahnya ataupun sikap hidupnya lain tidak hanyalah dari ketiga jurusan ini. Sebab itu timbullah dari ketiga jurusan itu, tiga jurusan siksaan pula. Dan terdapat tiga kemungkinan lagi yang menghalangi Roh insan buat mencapai kesucian; yaitu angan-angan, khayal dan ragu.

Tetapi Abū Muslim mengatakan bahwa naungan bercabang tiga itu adalah ketiga keadaan yang akan dijelaskan pada ayat-ayat yang datang di belakang. Yaitu:

Yang tidak ada perlindungan” (Pangkal ayat 31). Itulah cabang siksaan pertama menurut Abu Muslim langsung ‘adzab itu mengenai diri dengan tidak ada lindungan sedikit juapun; Kedua; “dan tidak pula dapat menangkis nyala api” (Ujung ayat 31). Selain dari dinding pelindung tidak ada, alat dalam tangan sendiripun tidak ada. “Sesungguhnya dia menyemburkan bunga api laksana balok-balok” (Ayat: 32). Inilah yang ketiga menurut Abū Muslim.

Bunga api menyembur keluar, dikatakan kal-qashr (كَالْقَصْرِ), menurut Ibnu ‘Abbās: al-Qashar itu ialah balok kayu-kayu besar yang disediakan oleh orang ‘Arab untuk menghadapi musim dingin. Bila musim dingin telah datang kayu-kayu balok itu mereka potong-potong buat berdiang (memanaskan diri di dekat api). Itulah yang dinamai al-Qashr. Padahal ada lagi arti yang lain daripada kalimat al-Qashr itu: yaitu istana yang besar-besar. Maka didengarkanlah selanjutnya bahwa api itu menyembur-nyembur keluar; “Seolah-olah dianya iringan onta-onta kuning” (Ayat 33). Diibaratkan dengan onta-onta kuning berjalan beriring-iring, muncul satu demi satu. Warna kuning adalah perumpamaan dari warna api itu. Sebab warna api memang kuning.

Tetapi penafsir yang lain memberi arti bukanlah balok-balok kayu yang menyembur keluar itu, melainkan batu-batu besar, yang besarnya menyerupai istana. Dia menyembur keluar dengan letusan. Sampai di udara dia pecah berderai, dan tiap-tiap pecahan yang datang beriring laksana onta kuning beriring-iring itu ialah gambaran dari siksaan ngeri terhadap yang mendustakan kebenaran. Supaya diperhatikan bahwa batu-batu sebesar istana yang dibangun dengan kayu, dengan batu, dengan semen dan besi, sekarang meletus dan cair hancur, dengan tidak ada alat buat menangkisnya.

Celaka besarlah pada hari itu, bagi orang-orang yang mendustakan” (Ayat: 34). Dalam keadaan yang demikian ngerinya, ‘adzab siksaan Tuhan datang dari tiga jurusan, dan tidak seorang pun yang mempunyai upaya buat menangkis, hanya dapat dielakkan di zaman sekarang ini. Tatkala masih hidup di dunia dengan memilih jalan yang benar dan yang diridhai oleh Tuhan.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *