Surah al-Buruj 85 ~ Tafsir al-Qur’an-ul-Majid an-Nur

Judul Buku:
TAFSĪR AL-QUR’ĀNUL MAJĪD AN-NŪR

JILID 4

Penulis: Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy
Diterbitkan oleh: Cakrawala Publishing

Surat Ke-85
AL-BURŪJ

Surat al-Burūj bermakna gugusan bintang. Diturunkan di Makkah sesudah surat asy-Syams, dan terdiri dari 22 ayat.

A. KANDUNGAN ISI

Surat ini mengandung penjelasan untuk menghilangkan kegelisahan hati Nabi Muḥammad, sekaligus menguatkan semangat para mu’min untuk menghadapi gangguan orang-orang Quraisy.

Dalam surat ini juga dikemukakan ibarat dengan para pemilik parit Fir‘aun dan kaum Tsamūd. Mereka semuanya telah dibinasakan oleh Allah karena kedurhakaannya. Di samping itu juga menjelaskan apa yang dihadapi orang-orang kafir pada hari kiamat dan apa yang akan didapatkan oleh para mu’min. Pada akhirnya surat ini menjelaskan kedudukan al-Qur’ān dan keagungannya.

B. KAITAN DENGAN SURAT SEBELUMNYA

Persesuaian antara surat yang telah lalu (al-Insyiqāq) dengan surat ini adalah:

  1. Dalam surat yang telah lalu Allah mengemukakan berbagai janji baik (menggembirakan) kepada para mu’min dan ancaman kepada para kafir, selain menjelaskan keagungan al-Qur’ān, yang kemudian ditegaskan kembali dalam surat ini.
  2. Dalam surat yang telah lalu dijelaskan apa yang diupayakan oleh para kafir untuk mecelakakan Muḥammad dan para mu’min, sedangkan surat ini menerangkan bahwa perbuatan para kafir terhadap orang-orang mu’min merupakan perbuatan yang juga pernah dilakukan oleh umat-umat terdahulu.

C. TAFSĪR SURAT AL-BURŪJ

1. Allah Bersumpah dengan Ayat-ayatNya. Kisah Ashḥāb-ul-Ukhdūd.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Bismillāhirraḥmānirraḥīm
Dengan (menyebut) nama Allah Yang Maha Pemurah, yang senantiasa mencurahkan rahmat-Nya.

وَ السَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوْجِ.

Was samā’i dzātil burūj.
“Demi langit yang mempunyai gugusan bintang.” (11) (al-Burūj [85]: 1)

Allah bersumpah dengan langit yang mempunyai bintang-bintang yang bersinar dan menjadi petunjuk (penerang) bagi para musafir. Walaupun bintang-bintang itu sebenarnya besar-besar, yang menunjukkan kepada kekuasaan Allah, Sang Pencipta.

Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan burūj di sini adalah manzilah-manzilah (garis edar) bintang, matahari, dan bulan, yang berjumlah 12 burūj, yang menyebabkan adanya empat musim (musim semi, gugur, dingin, dan panas) serta bilangan tahun.

وَ الْيَوْمِ الْمَوْعُوْدِ.

Wal yaumil mau‘ūd.
“Dan demi hari yang dijanjikan.” (al-Burūj [85]: 2)

Allah juga bersumpah dengan hari yang dijanjikan, yaitu hari kiamat, hari untuk menerima pembalasan atas ‘amal setimpal dengan apa yang dilakukan di dunia oleh masing-masing manusia.

وَ شَاهِدٍ وَ مَشْهُوْدٍ.

Wa syāhidiw wa masyhūd.
‘Dan saksi serta yang disaksikan, sesungguhnya kamu akan dibangkitkan kembali.” (al-Burūj [85]: 3)

Allah bersumpah pula dengan semua makhluq dan dengan semua alam, baik yang mempunyai pancaindera maupun yang hanya dapat dirasakan dengan pancaindera, baik yang dapat dilihat oleh mata (kepala) atau hanya dapat dilihat dengan matahari, yang semuanya itu menunjuk kepada keesaan Allah dan kekuasaan-Nya.

قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُوْدِ.

Qutila ashḥābul ukhdūd.
“Mudah-mudahan Allah membinasakan orang-orang yang membuat parit.” (22) (al-Burūj [85]: 4)

Allah telah membinasakan orang-orang yang menggali parit karena dosa-dosa yang mereka kerjakan. Ada yang meriwayatkan bahwa seorang lelaki penduduk Yaman yang beragama Nashrani pergi ke Najran, yang penduduknya memeluk agama Nashrani. Kata dia, Allah telah mengutus ‘Īsā dengan membawa syarī‘at baru yang memansūkhkan (menghapuskan) syarī‘at sebelumnya (Yahudi). Atas ajakan itu, sebagian penduduk Najran mengimaninya.

Ternyata, khabar tentang kegiatan penduduk Yaman itu sampai kepada Dzū Nuwas, raja Najran yang kukuh memegang agama Yahudi. Maka, dia segera mengirim pasukan tentara Ḥimyar untuk mengepung orang yang menyebarkan agama Nashrani itu. Begitu tertangkap, penduduk Yaman itu disuruh memilih: memeluk agama Yahudi dengan sukarela atau dihukum bakar. Untuk hukum bakar, sebelum pasukan Dzū Nuwas membuat lubang besar, yang di dalamnya dinyalakan api. Tidak hanya seorang penduduk dari Yaman yang menyebarkan agama Nashrani, semua penduduk Najran yang telah berpindah memeluk agama Nashrani juga dibawakan ke dekat lubang besar tersebut dan disuruh memilih. Mereka yang gentar melihat nyala api dan takut mati, tentu berbalik memeluk agama Yahudi. Tetapi mereka yang telah kukuh imannya dalam agama Nashrani, tentu saja tidak takut ancaman itu dan akhirnya dilemparlah mereka ke dalam nyala api.

النَّارِ ذَاتِ الْوَقُوْدِ.

An nāri dzātil waqūd.
“Yang berapi yang cukup kayu bakarnya.” (al-Burūj [85]: 5)

Orang-orang yang menggali parit (lubang besar) adalah mereka yang menyalakan api di dalamnya untuk menyiksa orang-orang Nashrani yang tidak mau kembali memeluk agama Yahudi.

إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُوْدٌ.

Idz hum ‘alaihā qu‘ūd.
“Ketika mereka duduk bersama di sekitarnya.” (al-Burūj [85]: 6)

Ketika membunuh orang-orang Nashrani, mereka duduk-duduk di sekitar lubang api dengan melihat keadaan orang-orang Nashrani yang disiksa.

وَ هُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُوْنَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ شُهُوْدٌ.

Wa hum ‘alā ma yaf‘alūna bil mu’minīna syuhūd.
“Mereka menyaksikan apa yang diperbuatnya terhadap orang-orang yang beriman (Nashrani).” (al-Burūj [85]: 7)

Dzu Nuwas bersama pasukannya yang sangat kejam itu duduk-duduk menyaksikan berlangsungnya penyiksaan atau pembakaran hidup-hidup terhadap mereka yang telah beriman (beragama Nashrani).

2. Di Dalam Kisah Ashḥāb-ul-‘Ukhdūd Terkandung Hiburan Bagi Nabi dan Sahabat-sahabatnya.

وَ مَا نَقَمُوْا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوْا بِاللهِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ.

Wa mā naqamū minhum illā ay yu’minū billāhi ‘azīzil ḥamīd.
“Dan mereka menyiksa orang-orang tersebut, hanyalah karena beriman kepada Tuhan Yang Maha Terpuji.” (al-Burūj [85]: 8)

Orang-orang kafir menyiksa orang-orang yang beriman hanyalah karena para mu’min itu beriman kepada Allah Yang Maha Keras tuntutan-Nya dan Maha Terpuji. Orang-orang mu’min itu disiksa bukan karena sebab-sebab yang lain, kecuali karena telah beriman.

الَّذِيْ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ اللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ.

Alladzī lahū mulkus samāwāti wal ardhi, wallāhu ‘alā kulli syai’in syahīd.
“Tuhanlah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. Allah menyaksikan segala sesuatu.” (al-Burūj [85]: 9)

Tuhan Yang Maha Keras tuntutan-Nya dan Maha Terpuji itulah Tuhan yang memiliki semua urusan dan memiliki pemerintahan langit dan bumi. Karena itu, seseorang yang zhalim tidak dapat melepaskan diri dari Allah. Semua apa yang berada di bumi dan langit memang berada dalam kekuasaan-Nya. Tetapi apa yang dialami para mu’min itu hanyalah ujian belaka.

Allah mengetahui semua pekerjaan hamba-Nya dan Dia akan memberi pembalasan terhadap semua pekerjaan hamba-hambaNya.

إِنَّ الَّذِيْنَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوْبُوْا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَ لَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيْقِ.

Innal ladzīna fatanul mu’minīna wal mu’mināti tsumma lam yatūbū fa lahum ‘adzābu jahannam wa lahum ‘adzābul ḥarīq.
“Sesungguhnya orang-orang yang menindas mereka yang beriman, lelaki dan perempuan, dan mereka yang tidak bertobat dari kesalahannya, akan memperoleh siksaan mereka dan mendapat siksaan yang membakar.” (al-Burūj [85]: 10)

Mereka yang menyiksa orang-orang mu’min (Nashrani) lelaki dan perempuan untuk memaksa para mu’min itu meninggalkan agama yang benar dan orang-orang yang menyiksa itu tetap dalam kekafiran sampai akhir hayatnya serta tidak bertobat, maka mereka itu akan dibenamkan ke dalam ‘adzab Jahannam yang apinya mennyala-nyala.

Para penggali parit (lubang) telah berbuat sangat kejam kepada para mu’min. Demikian pula orang-orang kafir Quraisy, juga telah bertindak kejam terhadap para mu’min. Mereka menyiksa keluarga Yāsir, Bilāl, bahkan mereka juga menyakiti tokoh-tokoh mu’min. Tidak hanya kepada para sahabat, Nabi Muḥammad s.a.w. juga pernah mereka lempari batu. Tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya dan mengembangkan agama-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukainya.

إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ذلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيْرُ.

Innal ladzīna āmanū wa ‘amilush shāliḥāti lahum jannātin tajri min taḥtihal anhāru, dzālikal fauzul kabīr.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan shalih akan memperoleh surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Itulah satu keuntungan yang besar.” (al-Burūj [85]: 11)

Orang-orang yang mengakui keesaan Allah dan mengerjakan amalan shalih untuk memenuhi perintah-Nya serta meninggalkan semua larangan untuk mencari keridhaan-Nya akan ditempatkan di dalam taman-taman yang indah, yang di bawah pepohonannya mengalir sungai-sungai. Ditempatkan dalam taman yang indah tentu saja merupakan suatu kemenangn (kebahagiaan) yang besar.

إِنَّ بَطْشَ رَبِّكَ لَشَدِيْدٌ.

Inna bathsya rabbika lasyadīd.
“Sesungguhnya tamparan ‘adzab Tuhanmu sangat keras.” (al-Burūj [85]: 12)

Siksa Allah terhadap orang-orang yang zhālim dan kejam adalah siksa yang paling berat dan terasa paling sakit. (33)

إِنَّهُ هُوَ يُبْدِئُ وَ يُعِيْدُ.

Innahū huwa yubdi’u wa yu‘īd.
“Sesungguhnya Allah yang memulai (menciptakan manusia pada permulaan) dan mengulang kembali (menghidupkan kembali).” (al-Burūj [85]: 13)

Allah yang telah menjadikan makhluq pada permulaannya, dan Dia pula yang kemudian mengembalikan (menghidupkan kembali) seperti dalam keadaan semula sesudah hancur menjadi tanah. Kita semua memang akan kembali kepada Allah. Apabila Allah tidak menyiksa kita di dunia, maka janganlah menyangka bahwa Dia akan terus membiarkan kita hingga hari akhir nanti. Allah tidak menyiksa kita di dunia, karena memang penyiksaan-Nya ditangguhkan sampai pada hari kiamat kelak.

Kemudian Allah menjelaskan lima sifat-Nya yang agung, yaitu:

وَ هُوَ الْغَفُوْرُ الْوَدُوْدُ.

Wa huwal ghafūrul wadūd.
“Allah itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (al-Burūj [85]: 14)

Allah mengampuni dosa semua orang yang bertobat dan orang yang kembali kepada-Nya, dengan mematuhi semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Allah Yang Maha Penyayang terhadap semua orang yang dengan hati tulus mencintai Allah dan menaati-Nya.

ذُو الْعَرْشِ الْمَجِيْدُ.

Dzul ‘arsyil majīd.
“Yang mempunyai singgasana dan yang senantiasa mulia.” (al-Burūj [85]: 15)

Allah yang mempunyai pemerintahan dan kebesaran, serta di tangan-Nyalah semua urusan. Allah Yang Maha Besar kemurahan-Nya dan keutamaan-Nya.

فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيْدُ.

Fa‘‘ālul limā yurīd.
“Yang Maha Melaksanakan semua apa yang dikehendaki-Nya.” (al-Burūj [85]: 16)

Allah Yang Maha Kuasa membuat sesuatu dengan iradat-Nya. Apabila berkeinginan membuat sesuatu, maka tidak ada yang dapat menghalangi-Nya dan yang menghambat kehendak-Nya.

3. Keadaan Orang-orang Kafir sama Saja di Sepanjang Masa.

هَلْ أَتَاكَ حَدِيْثُ الْجُنُوْدِ.

Hal atāka ḥadītsul junūd.
“Apakah sudah sampai kepadamu kisah tentang jamā‘ah (kaum) penantang. (44)” (al-Burūj [85]: 17)

Apakah telah sampai kepadamu khabar tentang tentara-tentara yang terus-menerus dalam kesesatan dan kekafiran, serta bagaimana ‘adzab yang telah menimpa mereka. Kisah tentang mereka itu telah sampai kepadamu. Kamu pun telah mengetahui apa yang mereka kerjakan dan bagaimana Allah telah meng‘adzab mereka. Jelaskan hal itu kepada kaummu, hai Muḥammad, semoga mereka mau mengambil pelajaran dari kisah itu.

فِرْعَوْنَ وَ ثَمُوْدَ.

Fir‘auna wa tsamūd.
“Yaitu Fir‘aun dan kaum Tsamūd.” (al-Burūj [85]: 18)

Tentara yang dimaksudkan oleh ayat di atas adalah laskar Fir‘aun dan Tsamūd. Berita dan kisah tentang mereka memang sangat terkenal di kalangan bangsa ‘Arab. Mereka mengetahuinya dari orang-orang Yahudi Madīnah dan yang lain, baik mengenai diri Mūsā maupun diri Fir‘aun yang dikaramkan oleh Allah di Laut Merah.

Mereka juga mengetahui kisah kaum sehingga karenanya Allah membinasakan mereka dengan menurunkan suatu bencana yang hebat.

بَلِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فِيْ تَكْذِيْبٍ.

Balil ladzīna kafarū fī takdzīb.
“Sebenarnya orang-orang yang tidak beriman itu selalu menyangkal kebenaran.” (al-Burūj [85]: 19)

Semua orang kafir, tiap kali terbenam dalam nafsu mendustakan kebenaran, mereka tidak memberikan kesempatan kepada akal untuk memperhatikan apa yang dikemukakan kepada mereka.

وَ اللهُ مِنْ وَرَائِهِمْ مُّحِيْطٌ.

Wallāhu miw warā’ihim muḥīth.
“Dan Allah mengepung mereka dari belakang.” (al-Burūj [85]: 20)

Allah berkuasa memusnahkan mereka. Sebab, mereka berada dalam kekuasaan Allah, sehingga karenanya mereka tidak bisa melepaskan diri dari siksa-Nya, apabila Dia berkehendak untuk menyiksa mereka.

بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَّجِيْدٌ. فِيْ لَوْحٍ مَّحْفُوْظٍ

Bal huwa qur’ānum majīd. Fī lauḥim maḥfūzh.
“Bahkan, yang didustakan itu adalah al-Qur’ān yang mulia. (55) Dalam batu tulis yang terpelihara.” (al-Burūj [85]: 21-22)

Al-Qur’ān yang mereka dustakan itu merupakan sebuah kitab yang mulia, yang susunan kalimat dan ma‘nanya tidak seorang pun yang mampu menandingi-nya. Kitāb yang terpelihara dari tangan manusia, tidak ada yang dapat mengubah dan menggantikannya. Kitab itu ditempatkan di Lauḥ Maḥfūzh.

Al-Imām Muḥammad ‘Abduh dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Lauḥ-ul-Maḥfūzh adalah sesuatu yang diberitahkan oleh Allah dan di tempat itu disampan kitab al-Qur’ān. Allah tidak menjelaskan kepada kita, bagaimana hakikat Lauḥ-ul-Maḥfūzh itu. Oleh karenanya, hendaklah kita mengimaninya bahwa Lauḥ-ul-Maḥfūzh adalah sesuatu yang berwujud. Allah memelihara al-Qur’ān di dalam Lauḥ-ul-Maḥfūzh.

Tetapi kita boleh mena’wīlkan bahwa yang dimaksud Lauḥ-ul-Maḥfūzh adalah wujud yang besar. Semua ma‘na al-Qur’ān dan ketetapan-ketetapanNya yang tidak dapat dibantah oleh seseorang adalah terlukis di dalam Lauḥ. Kenyataan yang terpelihara menjadi ukuran bagi semua apa yang benar dan bagi semua apa yang salah. Apa yang sesuai dengan kehendak al-Qur’ān itulah yang benar. Sedangkan apa yang berlawanan dengan tujuan al-Qur’ān, itulah yang batal.

Catatan:

  1. 1). Kaitkan dengan QS. an-Nisā’ [4]: 76, QS. al-Furqān [25], QS. an-Nāzi‘āt [79], QS. adz-Dzāriyāt [51]: 48, QS. ath-Thūr [52].
  2. 2). Kaitkan dengan QS. al-Baqarah [2]: 190, 95.
  3. 3). Baca QS. Hūd [11]: 102.
  4. 4). Kaitkan dengan QS. al-Fajr [89].
  5. 5). Kaitkan dengan QS. ath-Thūr [52]: 23, QS. al-Ḥijr [15]: 9. Baca kisah Mūsā dalam QS. al-A‘rāf [7], QS. an-Najm [53], QS. al-A‘lā [87], QS. ‘Abasa [80], dan QS. al-Bayyinah [09].

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *