Surah al-Buruj 85 ~ Tafsir Ibni Katsir (1/3)

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah al-Buruj 85 ~ Tafsir Ibni Katsir

SŪRAT-UL-BURŪJ

(Gugusan Bintang)

Makkiyyah, 22 ayat
Turun sesudah Sūrat-usy-Syams

 

Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami ‘Abd-ush-Shamad, telah menceritakan kepada kami Zuraiq ibnu Abū Salamah, telah menceritakan kepada kami Abul-Mihzam, dari Abū Hurairah, bahwa Rasūlullāh s.a.w. dalam shalat ‘Isyā’-nya acapkali membaca Was-samā’i dzāt-il-burūj (al-Burūj) dan Was-samā’i wath-thāriq (Ath-Thāriq).

Imām Aḥmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abū Sa‘īd maula Bani Hāsyim, telah menceritakan kepada kami Ḥammād ibnu ‘Abbād as-Sudusi; ia pernah mendengar Abul-Mihzam menceritakan hadis berikut dari Abū Hurairah, bahwa Rasūlullāh s.a.w. telah menganjurkan untuk membaca surat-surat yang diawali dengan kata samāwāt dalam shalat ‘Isyā’. Imām Aḥmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Al-Burūj, ayat 1-10.

وَ السَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوْجِ، وَ الْيَوْمِ الْمَوْعُوْدِ، وَ شَاهِدٍ وَ مَشْهُوْدٍ، قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُوْدِ، النَّارِ ذَاتِ الْوَقُوْدِ، إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُوْدٌ، وَ هُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُوْنَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ شُهُوْدٌ، وَ مَا نَقَمُوْا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوْا بِاللهِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ، الَّذِيْ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ اللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ، إِنَّ الَّذِيْنَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوْبُوْا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَ لَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيْقِ.

085: 1. Demi langit yang mempunyai gugusan bintang,
085: 2. dan hari yang dijanjikan,
085: 3. dan yang menyaksikan dan yang disaksikan.
085: 4. Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit,
085: 5. yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar,
085: 6. ketika mereka duduk di sekitarnya,
085: 7. sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.
085: 8. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji,
085: 9. yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha menyaksikan segala sesuatu.
085: 10. Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, Maka bagi mereka adzab Jahannam dan bagi mereka adzab (neraka) yang membakar. (al-Burūj: 1-10)

 

Allah s.w.t. bersumpah dengan menyebut nama langit dan gugusan-gugusannya, yakni bintang-bintangnya yang besar-besar. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tafsir firman-Nya:

تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَ جَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَ قَمَرًا مُّنِيْرًا

Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” (al-Furqān [25]: 61).

Ibnu ‘Abbās, Mujāhid, adh-Dhaḥḥāk, al-Ḥasan, Qatādah, dan as-Suddī mengatakan bahwa al-Burūj artinya bintang-bintang. Diriwayatkan pula dari Mujāhid bahwa al-Burūj artinya yang ada penjaganya. Yaḥyā ibnu Rāfi‘ mengatakan bahwa al-Burūj artinya gedung-gedung yang terdapat di langit. Al-Minhāl ibnu ‘Amr telah mengatakan sehubungan dengan makan firman-Nya:

وَ السَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوْجِ

Demi langit yang mempunyai gugusan bintang (al-Burūj: 1).

Yakni bentuk yang baik. Ibnu Jarīr memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah manzilah-manzilah matahari dan bulan, yang semuanya ada dua belas buruj; matahari menempuh tiap-tiap manzilah itu selama satu bulan, sedangkan bulan berjalan pada masing-masing darinya selama dua sepertiga hari, yang berarti dua puluh delapan malam, sedangkan yang dua malamnya bulan bersembunyi.

Firman Allah s.w.t.:

وَ الْيَوْمِ الْمَوْعُوْدِ، وَ شَاهِدٍ وَ مَشْهُوْدٍ

dan hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. (al-Burūj: 2-3).

Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan maknanya, Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullāh ibnu Muḥammad ibnu ‘Amr al-Ghāzī, telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullāh ibnu Mūsā, telah menceritakan kepada kami Mūsā ibnu ‘Ubaidah, dari Ayyūb ibnu Khālid ibnu Shafwān ibnu Aus al-Anshārī, dari ‘Abdullāh ibnu Rāfi‘, dari Abū Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. telah bersabda:

(وَ الْيَوْمِ الْمَوْعُوْدِ) يَوْمُ الْقِيَامِةِ (وَ شَاهِدٍ) يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَ مَا طَلَعَتْ شَمْسٌ وَ لاَ غَرَبَتْ عَلَى يَوْمٍ أَفْضَلَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ، وَ فِيْهَ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ فِيْهَا خَيْرًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، وَ لاَ يَسْتَعِيْذُ فِيْهَا مِنْ شَرٍّ إِلاَّ أَعَاذَهُ (وَ مَشْهُوْدٍ) يَوْمُ عَرَفَةَ.

(Dan hari yang dijanjikan), yaitu hari kiamat, dan yang menyaksikan, yaitu hari Jumat. Dan tiada suatu hari pun yang mentari terbit dan tenggelam padanya lebih utama daripada hari Jumat; di dalamnya terdapat suatu saat yang tidak sekali-kali seorang hamba yang muslim menjumpainya, lalu meminta suatu kebaikan padanya, melainkan Allah memberinya hal itu. Dan tidaklah dia meminta perlindungan dari suatu kejahatan padanya melainkan Allah melindunginya. Dan hari yang disaksikan itu adalah hari ‘Arafah.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah melalui berbagai jalur dari Mūsā ibnu ‘Ubaidah ar-Rabdzī, sedangkan dia orangnya dha‘īf. Dan hadis ini telah diriwayatkan pula secara mauqūf dari Abū Hurairah, maka riwayat inilah yang lebih mirip kepada ke-shaḥīḥ-an.

Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muḥammad (ibnu Ja‘far), telah menceritakan kepada kami Syu‘bah, bahwa ia telah mendengar ‘Alī ibnu Zaid dan Yūnus ibnu ‘Ubaid; keduanya menceritakan hadis dari ‘Ammār maula Bani Hāsyim, dari Abū Hurairah. Adapun menurut riwayat ‘Alī, maka dia me-rafa‘-kannya sampai kepada Nabi s.a.w., sedangkan Yūnus hanya sampai kepada Abū Hurairah. Disebutkan bahwa Abū Hurairah telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya:

وَ شَاهِدٍ وَ مَشْهُوْدٍ

dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. (al-Burūj: 3).

Bahwa yang menyaksikan adalah hari Jumat, dan yang disaksikan adalah hari kiamat.

Imām Aḥmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu Ja‘far, telah menceritakan kepada kami Syu‘bah, dari Yūnus, bahwa ia pernah mendengar ‘Ammār maula Bani Hāsyim menceritakan hadis dari Abū Hurairah, bahwa ia telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

وَ شَاهِدٍ وَ مَشْهُوْدٍ

dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. (al-Burūj: 3).

Bahwa yang menyaksikan adalah hari Jumat dan yang disaksikan adalah hari ‘Arafah, dan yang dijanjikan adalah hari kiamat. Telah diriwayatkan pula dari Abū Hurairah, ia pernah mengatakan bahwa hari yang dijanjikan itu adalah hari kiamat. Hal yang sama telah dikatakan oleh al-Ḥasan, Qatādah, dan Ibnu Zaid, tetapi aku tidak melihat mereka berselisih pendapat mengenainya; segala puji bagi Allah.

Kemudian Ibnu Jarīr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu ‘Auf, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu Ismā‘īl ibnu ‘Iyāsy, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Dhamdham ibnu Zur‘ah, dari Syuraih ibnu ‘Ubaid, dari Abū Mālik al-Asy‘arī yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

وَ الْيَوْمِ الْمَوْعُوْدِ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، وَ إِنَّ الشَّاهِدَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، وَ إِنَّ الْمَشْهُوْدَ يَوْمُ عَرَفَةَ، وَ يُوْمُ الْجُمُعَةِ ذَخَرَهُ اللهُ لَنَا.

Hari yang dijanjikan ialah hari kiamat, dan sesungguhnya yang menyaksikan ialah hari Jumat, dan sesungguhnya yang disaksikan ialah hari ‘Arafah. Dan hari Jumat yang sengaja disimpankan oleh Allah untuk kita (ummat Muhammad).

Kemudian Ibnu Jarīr mengatkaan, telah menceritakan kepada kami Sāhī ibnu Mūsā ar-Rāzī, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abū Fudaik, dari Ibnu Ḥarmalah, dari Sa‘īd ibnul-Musayyab yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. telah bersabda:

إِنَّ سَيِّدَ الأَيَّامِ يَوْمٌ الْجُمُعَةِ وَ هُوَ الشَّاهِدُ وَ الْمَشْهُوْدُ يَوْمُ عَرَفَةَ.

Sesungguhnya penghulu hari itu adalah hari Jumat, yaitu hari yang menyaksikan, sedangkan hari yang disaksikan adalah hari ‘Arafah.

Ini merupakan salah satu dari hadis mursal-nya Sa‘īd ibnul-Musayyab. Kemudian Ibnu Jarīr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abū Kuraib, telah menceritakan kepada kami Wakī‘, dari Syu‘bah, dari ‘Alī ibnu Zaid, dari Yūsuf al-Makkī, dari Ibnu ‘Abbās yang mengatakan bahwa yang menyaksikan adalah Muḥammad s.a.w., sedangkan yang disaksikan adalah hari kiamat. Kemudian Ibnu ‘Abbās membaca firman-Nya:

ذلِكَ يَوْمٌ مَّجْمُوْعٌ لَّهُ النَّاسُ وَ ذلِكَ يَوْمٌ مَّشْهُوْدٌ

Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi) nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk). (Hūd [11]: 103).

Telah menceritakan pula kepada kami Ibnu Ḥumaid, telah menceritakan kepada kami Jarīr, dari Mughīrah, dari Syubak yang mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki bertanya kepada al-Ḥasan ibnu ‘Alī tentang makna firman-Nya:

وَ شَاهِدٍ وَ مَشْهُوْدٍ

dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. (al-Burūj: 3).

Al-Ḥasan ibnu ‘Alī menjawab: “Apakah engkau pernah bertanya kepada seseorang sebelumku?” Lelaki itu menjawab: “Ya, aku pernah bertanya kepada Ibnu ‘Umar dan Ibn-uz-Zubair. Lalu keduanya menjawab, bahwa makna yang dimaksud adalah Hari Raya Qurban dan hari Jumat.” Maka al-Ḥasan ibnu ‘Alī berkata: “Bukan, yang menjadi saksi adalah Muḥammad s.a.w.” Kemudian al-Ḥasan ibnu ‘Alī membaca firman-Nya:

فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَ جِئْنَا بِكَ عَلى هؤُلآءِ شَهِيْدًا

Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (an-Nisā’ [4]: 41)

Dan yang dimaksud dengan yang disaksikan adalah hari kiamat; kemudian al-Ḥasan membaca firman-Nya:

ذلِكَ يَوْمٌ مَّجْمُوْعٌ لَّهُ النَّاسُ وَ ذلِكَ يَوْمٌ مَّشْهُوْدٌ

Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi) nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk). (Hūd [11]: 103).

Hal yang sama telah dikatakan oleh al-Ḥasan al-Bashrī. Sufyān ats-Tsaurī telah meriwayatkan dari Ibnu Ḥarmalah, dari Sa‘īd ibnul-Musayyab, bahwa yang disaksikan adalah hari kiamat.

Mujāhid, ‘Ikrimah, dan adh-Dhaḥḥāk mengatakan bahwa yang menyaksikan adalah anak Ādam, dan yang disaksikan adalah hari kiamat. Diriwayatkan dari ‘Ikrimah pula bahwa yang menyaksikan adalah Muḥammad s.a.w., dan yang disaksikan adalah hari Jumat.

‘Alī ibnu Abū Thalḥah telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, bahwa yang menyaksikan adalah Allah, dan yang disaksikan adalah hari kiamat. Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abū Na‘īm al-Fadhl ibnu Dakīn, telah menceritakan kepada kami Sufyān, dari Abū Yaḥyā al-Qattāt, dari Mujāhid, dari Ibnu ‘Abbās sehubungan dengan makna firman-Nya:

وَ شَاهِدٍ وَ مَشْهُوْدٍ

dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. (al-Burūj: 3).

Bahwa yang menyaksikan adalah manusia, sedangkan yang disaksikan adalah hari Jumat; hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abī Ḥātim.

Ibnu Jarīr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ḥumaid, telah menceritakan kepada kami Mahrān, dari Sufyān, dari Ibnu Abī Najīḥ, dari Mujāhid, dari Ibnu ‘Abbās sehubungan dengan makna firman Allah s.w.t.:

وَ شَاهِدٍ وَ مَشْهُوْدٍ

dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. (al-Burūj: 3).

Yang menyaksikan adalah hari ‘Arafah, dan yang disaksikan adalah hari kiamat. Hal yang sama diriwayatkan dari Sufyān ats-Tsaurī, dari Mughīrah, dari Ibrāhīm yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Hari Raya Qurban dan hari ‘Arafah, yakni yang menyaksikan dan yang disaksikan.

Ibnu Jarīr mengatakan, ulama lainnya mengatakan bahwa yang disaksikan adalah hari Jumat; sehubungan dengan hal ini mereka meriwayatkan sebuah hadis yang diceritakan kepada kami oleh Aḥmad ibnu ‘Abd-ur-Raḥmān, bahwa telah menceritakan kepadaku pamanku (yaitu ‘Abdullāh ibnu Wahb), telah menceritakan kepadaku ‘Amr ibnul Ḥārits, dari Sa‘īd ibnu Abī Hilāl, dari Zaid ibnu Aimān, dari ‘Ubādah ibnu Nasiy, dari Abū Dardā’ yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda:

أَكْثرُوْا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَإِنَّهُ يَوْمُ مَشْهُوْدٌ تَشْهَدُهُ الْمَلاَئِكَةُ.

Perbanyaklah membaca salawat untukku di hari Jumat, karena sesungguhnya hari Jumat itu adalah hari yang disaksikan oleh para malaikat.

Diriwayatkan dari Sa‘īd ibnu Jarīr, bahwa yang menyaksikan adalah Allah. Kemudian, ia membaca firman-Nya:

وَ كَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا.

Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (al-Fatḥ: 28).

Dan yang disaksikan adalah kita semua; demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh al-Baghawī.

Kebanyakan ulama mengatakan bahwa yang menyaksikan adalah hari Jumat dan yang disaksikan adalah hari ‘Arafah.

Firman Allah s.w.t.:

قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُوْدِ

Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. (al-Burūj: 4)

Yakni terkutuklah para pembuat parit itu. Ukhdūd bentuk jamaknya adalah akhādīd, yang artinya galian. Hal ini menceritakan perihal suatu kaum yang kafir. Mereka dengan sengaja menangkap orang-orang mu’min yang ada di kalangan mereka; orang-orang mu’min itu lalu mereka paksa untuk murtad dari agamanya, tetapi orang-orang mu’min menolaknya. Untuk itu kaum kafir tersebut membuat suatu galian buat orang-orang mu’min yang mereka tangkap itu, kemudian mereka nyalakan di dalamnya api yang besar, dan mereka menyediakan kayu bakar yang cukup untuk membuat api itu tetap bergejolak. Setelah itu mereka membawa orang-orang mu’min yang mereka tangkap itu ke dekat galian, lalu ditawarkan kepada mereka untuk murtad, tetapi ternyata orang-orang mu’min itu menolak dan tidak mau menerimanya. Akhirnya orang-orang mu’min itu dilemparkan ke dalam parit yang ada apinya itu. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:

قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُوْدِ، النَّارِ ذَاتِ الْوَقُوْدِ، إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُوْدٌ، وَ هُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُوْنَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ شُهُوْدٌ

Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. (al-Burūj: 4-7).

Yaitu mereka menyaksikan apa yang dilakukan terhadap orang-orang mu’min itu. Allah s.w.t. berfirman:

وَ مَا نَقَمُوْا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوْا بِاللهِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ

Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (al-Burūj: 8).

Orang-orang mu’min ini tidak mempunyai salah terhadap mereka kecuali hanya karena iman mereka kepada Allah Yang Maha Perkasa yang tidak akan tersia-sia orang yang berlindung di bawah naungan-Nya yanga sangat kokoh, lagi Dia Maha Terpuji dalam semua perbuatan dan ucapan-Nya, dan dalam syariat dan takdir-Nya. Sekalipun Dia telah menakdirkan atas hamba-hambaNya yang beriman itu berada di tangan kekuasaan orang-orang kafir yang memberlakukan terhadap mereka seperti apa yang disebutkan di atas, maka Dia tetap Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, walaupun penyebab hal itu tidak diketahui oleh kebanyakan orang.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *