Surah ath-Thalaq 65 ~ Tafsir al-Jalalain

Dari Buku:
Tafsir Jalalain.
(Jilid 4. Dari Sūrat-uz-Zumar sampai Sūrat-un-Nās)
Oleh: Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah ath-Thalaq 65 ~ Tafsir al-Jalalain

065

SŪRAT-UTH-THALĀQ

Makkiyyah, 12 ayat
Turun sesudah Sūrat-ul-Insān

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوْهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَ أَحْصُوا الْعِدَّةَ وَ اتَّقُوا اللهَ رَبَّكُمْ لَا تُخْرِجُوْهُنَّ مِنْ بُيُوْتِهِنَّ وَ لَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ وَ تِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ وَ مَنْ يَتَعَدَّ حُدُوْدَ اللهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لَا تَدْرِيْ لَعَلَّ اللهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذلِكَ أَمْرًا.

  1. (يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ) “Hai Nabi!” ma‘na yang dimaksud ialah umatnya, pengertian ini disimpulkan dari ayat selanjutnya. Atau ma‘na yang dimaksud ialah, katakanlah kepada mereka (إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ) “apabila kalian menceraikan istri-istri kalian” apabila kalian hendak menjatuhkan talak kepada mereka (فَطَلِّقُوْهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ) “maka hendaklah kalian ceraikan mereka pada waktu mereka menghadapi ‘iddahnya” yaitu pada permulaan ‘iddah, seumpamanya kamu menjatuhkan talak kepadanya sewaktu ia dalam keadaan suci dan kamu belum menggaulinya. Pengertian ini berdasarkan penafsiran dari Rasūlullāh s.a.w. sendiri menyangkut masalah ini; demikianlah menurut hadits yang telah diriwayatkan oleh Bukhārī dan Muslim (وَ أَحْصُوا الْعِدَّةَ) “dan hitunglah waktu ‘iddahnya” artinya jagalah waktu ‘iddahnya supaya kalian dapat merujukinya sebelum waktu ‘iddah itu habis (وَ اتَّقُوا اللهَ رَبَّكُمْ) “serta bertaqwālah kepada Allah Rabb kalian” taatlah kalian kepada perintah-Nya dan larangan-Nya. (لَا تُخْرِجُوْهُنَّ مِنْ بُيُوْتِهِنَّ وَ لَا يَخْرُجْنَ) “Janganlah kalian keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka diidzinkan keluar” dari rumahnya sebelum ‘iddahnya habis (إِلَّا أَنْ يَأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ) “kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji” yakni zina (مُّبَيِّنَةٍ) “yang terang” dapat dibaca mubayyinah, artinya terang, juga dapat dibaca mubayyanah, artinya dapat dibuktikan. Maka bila ia melakukan hal tersebut dengan dapat dibuktikan atau ia melakukannya secara jelas, maka ia harus dikeluarkan untuk menjalani hukuman ḥudūd. (وَ تِلْكَ) “Itulah” ya‘ni hal-hal yang telah disebutkan itu (حُدُوْدُ اللهِ وَ مَنْ يَتَعَدَّ حُدُوْدَ اللهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لَا تَدْرِيْ لَعَلَّ اللهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذلِكَ) “hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu” sesudah perceraian itu (أَمْرًا.) “sesuatu hal yang baru” yaitu rujuk kembali dengan istri yang telah dicerainya, jika talak yang dijatuhkannya itu baru sekali atau dua kali.

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ أَوْ فَارِقُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ وَ أَشْهِدُوْا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنْكُمْ وَ أَقِيْمُوا الشَّهَادَةَ للهِ ذلِكُمْ يُوْعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ الْيَوْمِ الْآخِرِ وَ مَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَّهُ مَخْرَجًا.

  1. (فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ) “Apabila mereka telah mendekati akhir ‘iddahnya” atau masa ‘iddah mereka hampir habis (فَأَمْسِكُوْهُنَّ) “maka tahanlah mereka” seumpamanya kalian rujuk dengan mereka (بِمَعْرُوْفٍ) “dengan baik” artinya tidak memudaratkan kepada mereka (أَوْ فَارِقُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ) “atau lepaskanlah mereka dengan baik” biarkanlah mereka menyelesaikan ‘iddahnya dan janganlah kamu menjatuhkan kemudaratan terhadap mereka melalui rujuk (وَ أَشْهِدُوْا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنْكُمْ) “dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kalian” dalam masalah rujuk atau talak ini (وَ أَقِيْمُوا الشَّهَادَةَ للهِ) “dan hendaklah kalian tegakkan kesaksian itu karena Allah” bukan karena demi orang yang dipersaksikan atau bukan karena demi rujuk atau talaknya. (ذلِكُمْ يُوْعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ الْيَوْمِ الْآخِرِ وَ مَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَّهُ مَخْرَجًا.) “Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar” dari malapetaka di dunia dan di akhirat.

وَ يَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَ مَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا.

  1. (وَ يَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ) “Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya” dari arah yang belum pernah terbisik dalam qalbunya. (وَ مَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ) “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah” dalam semua perkaranya (فَهُوَ حَسْبُهُ) “niscaya Allah akan memberi kecukupan” akan mencukupinya. (إِنَّ اللهَ بَالِغُ أَمْرِهِ) “Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya” tentang apa yang dikehendaki-Nya. Menurut suatu qirā’at dibaca bālighu amrihi ya‘ni dengan di-mudhāf-kan. (قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْءٍ) “Sesungguhnya Allah telah menjadikan bagi setiap sesuatu” seperti hidup penuh dengan kecukupan, dan hidup sengsara (قَدْرًا.) “ketentuan” atau waktu-waktu yang ditentukan.

وَ اللَّائِيْ يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيْضِ مِنْ نِّسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَ اللَّائِيْ لَمْ يَحِضْنَ وَ أُوْلَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَ مَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا.

  1. (وَ اللَّائِيْ أَنْ يَضَعْنَ) “Dan perempuan-perempuan” dibaca wallā’ī dan wallā’i, dengan memakai hamzah dan yā’ atau tanpa memakai yā’, demikian pula lafal yang sama sesudahnya (يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيْضِ) “yang putus asa dari ḥaidh” lafal al-maḥīdh di sini berma‘na ḥaidh (مِنْ نِّسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ) “di antara perempuan-perempuan kalian jika kalian ragu-ragu” tentang masa ‘iddahnya (فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَ اللَّائِيْ لَمْ يَحِضْنَ) “maka ‘iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu pula perempuan-perempuan yang tidak ḥaidh” karena mengingat mereka masih di bawah umur, maka ‘iddah mereka tiga bulan pula. Kedua kasus ini menyangkut wanita-wanita atau istri-istri yang tidak ditinggal mati oleh suaminya. Adapun istri-istri yang ditinggal mati oleh suaminya, idah mereka sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya berikut ini, yaitu: “Hendaklah para istri itu menangguhkan dirinya (ber‘iddah) empat bulan sepuluh hari.” (Q.S. al-Baqarah 234) (وَ أُوْلَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ) “Dan perempuan-perempuan yang hamil masa ‘iddahnya” baik mereka itu karena ditalak atau karena ditinggal mati oleh suaminya, maka batas masa ‘iddah mereka ialah (حَمْلَهُنَّ وَ مَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا.) “sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang bertaqwā kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya” baik di dunia maupun di akhirat.

ذلِكَ أَمْرُ اللهِ أَنْزَلَهُ إِلَيْكُمْ وَ مَنْ يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا.

  1. (ذلِكَ) “Itulah” yaitu hal-hal yang menyangkut masalah ‘iddah adalah (أَمْرُ اللهِ) “perintah Allah” atau hukum-Nya (أَنْزَلَهُ إِلَيْكُمْ وَ مَنْ يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَ يُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا.) “yang diturunkan-Nya kepada kalian; dan barang siapa yang bertaqwā kepada Allah niscaya Dia akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya”.

أَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِّنْ وُجْدِكُمْ وَ لَا تُضَارُّوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوْا عَلَيْهِنَّ وَ إِنْ كُنَّ أُوْلَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوْا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوْهُنَّ أُجُوْرَهُنَّ وَ أْتَمِرُوْا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوْفٍ وَ إِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى.

  1. (أَسْكِنُوْهُنَّ) “Tempatkanlah mereka” ya‘ni istri-istri yang ditalak itu (مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ) “pada tempat kalian tinggal” pada sebagian tempat-tempat tinggal kalian (مِّنْ وُجْدِكُمْ) “menurut kemampuan kalian” sesuai dengan kemampuan kalian, lafal ayat ini menjadi ‘athaf bayān atau badal dari lafal yang sebelumnya dengan mengulangi penyebutan huruf jarr-nya/kata depan dan memperkirakan adanya mudhāf. Ya‘ni pada tempat-tempat tinggal yang kalian mampui, bukannya pada tempat-tempat tinggal yang di bawah itu (وَ لَا تُضَارُّوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوْا عَلَيْهِنَّ) “dan janganlah kalian menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka” dengan memberikan kepada mereka tempat-tempat tinggal yang tidak layak, sehingga mereka terpaksa butuh untuk keluar atau membutuhkan nafkah, lalu karena itu maka mereka mengeluarkan biaya sendiri. (وَ إِنْ كُنَّ أُوْلَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوْا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ) “Dan jika mereka itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan bayi kalian” maksudnya menyusukan anak-anak kalian hasil hubungan dengan mereka (فَآتُوْهُنَّ أُجُوْرَهُنَّ) “maka berikanlah kepada mereka upahnya” sebagai upah menyusukan (وَ أْتَمِرُوْا بَيْنَكُمْ) “dan bermusyāwarahlah di antara kalian” antara kalian dan mereka (بِمَعْرُوْفٍ) “dengan baik” dengan cara yang baik menyangkut hak anak-anak kalian, yaitu melalui permusyāwaratan sehingga tercapailah kesepakatan mengenai upah menyusukan (وَ إِنْ تَعَاسَرْتُمْ) “dan jika kalian menemui kesulitan” artinya kalian enggan untuk menyusukannya; yaitu dari pihak ayah menyangkut masalah upah, sedangkan dari pihak ibu, siapakah yang akan menyusukannya (فَسَتُرْضِعُ لَهُ) “maka boleh menyusukan bayinya” maksudnya menyusukan si anak itu semata-mata demi ayahnya (أُخْرَى.) “wanita yang lain” dan ibu si anak itu tidak boleh dipaksa untuk menyusukannya.

لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهِ وَ مَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللهُ لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا.

  1. (لِيُنْفِقْ) “Hendaklah memberikan nafkah” kepada istri-istri yang telah ditalak, dan kepada istri-istri yang sedang menyusukan (ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهِ وَ مَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ) “orang yang mampu menurut kemampuannya. Dan orang yang dibatasi” disempitkan (مِمَّا آتَاهُ) “rezekinya hendaklah memberi nafkah dari apa yang didatangkan kepadanya” yaitu dari rezeki yang telah diberikan kepadanya (اللهُ) “oleh Allah” sesuai dengan kemampuannya. (لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا.) “Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” dan ternyata Allah memberikan kelapangan itu melalui kemenangan-kemenangan yang dialami oleh kaum muslimīn.

وَ كَأَيِّنْ مِّنْ قَرْيَةٍ عَتَتْ عَنْ أَمْرِ رَبِّهَا وَ رُسُلِهِ فَحَاسَبْنَاهَا حِسَابًا شَدِيْدًا وَ عَذَّبْنَاهَا عَذَابًا نُّكْرًا.

  1. (وَ كَأَيِّنْ) “Dan berapalah banyaknya” lafal ka’ayyin huruf kāf-nya adalah huruf jarr, masuk ke dalam huruf ayy yang berma‘na kam. Sudah berapa banyak (مِّنْ قَرْيَةٍ) “negeri” ya‘ni banyak negeri-negeri (عَتَتْ) “yang mendurhakai” yang penduduknya telah berbuat durhaka (عَنْ أَمْرِ رَبِّهَا وَ رُسُلِهِ فَحَاسَبْنَاهَا) “perintah Rabbnya dan rasūl-rasūlNya, maka Kami hisab penduduk negeri-negeri itu” di akhirat, sekalipun hari akhirat itu belum datang. Diungkapkan dengan memakai fi‘il mādhī, yaitu ḥāsabnāhā, karena hal itu pasti terjadi (حِسَابًا شَدِيْدًا وَ عَذَّبْنَاهَا عَذَابًا نُّكْرًا.) “dengan ḥisāb yang keras, dan Kami ‘adzāb mereka dengan ‘adzāb yang mengerikan” dapat dibaca nukra dan nukura, artinya ‘adzāb yang mengerikan, yaitu ‘adzāb neraka.

فَذَاقَتْ وَ بَالَ أَمْرِهَا وَ كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهَا خُسْرًا.

  1. (فَذَاقَتْ وَ بَالَ أَمْرِهَا) “Maka mereka merasakan akibat dari perbuatannya” hukuman dari perbuatannya (وَ كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهَا خُسْرًا.) “dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar” kerugian dan kebinasaan.

أَعَدَّ اللهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا فَاتَّقُوا اللهَ يَا أُوْلِي الْأَلْبَابِ الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَدْ أَنْزَلَ اللهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا.

  1. (أَعَدَّ اللهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا) “Allah menyediakan bagi mereka ‘adzāb yang keras” di sini ancaman tersebut diulangi untuk mengukuhkan ma‘na (فَاتَّقُوا اللهَ يَا أُوْلِي الْأَلْبَابِ) “maka bertaqwālah kepada Allah, hai orang-orang yang mempunyai akal” pikiran (الَّذِيْنَ آمَنُوْا) “yaitu orang-orang yang beriman” lafal alladzīna āmanū merupakan sifat bagi munādā atau orang-orang yang diseru tadi atau merupakan bayān atau penjelasan baginya. (قَدْ أَنْزَلَ اللهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا.) “Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepada kalian” ya‘ni al-Qur’ān.

رَّسُوْلًا يَتْلُوْ عَلَيْكُمْ آيَاتِ اللهِ مُبَيِّنَاتٍ لِّيُخْرِجَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ وَ مَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ وَ يَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللهُ لَهُ رِزْقًا.

  1. (رَّسُوْلًا) “Dan mengutus seorang rasūl” ya‘ni Nabi Muḥammad s.a.w. Di-nashab-kan oleh fi‘il yang diperkirakan keberadaannya ya‘ni Allah mengutus seorang rasūl (يَتْلُوْ عَلَيْكُمْ آيَاتِ اللهِ مُبَيِّنَاتٍ) “yang membacakan kepada kalian ayat-ayat Allah yang menerangkan” dapat dibaca mubayyanatun, artinya yang menerangkan, juga dapat dibaca mubayyinatun, artinya yang terang; penafsirannya sebagaimana yang telah lalu (لِّيُخْرِجَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ) “supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan ‘amal-‘amal shāliḥ” sesudah datangnya peringatan atau al-Qur’ān dan rasūl (مِنَ الظُّلُمَاتِ) “dari kegelapan” dari kekafiran yang mereka bergelimang di dalamnya (إِلَى النُّوْرِ) “kepada cahaya” kepada iman yang menegakkan mereka sesudah mereka kafir. (وَ مَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ وَ يَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ) “Dan barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan ‘amal shāliḥ niscaya Dia akan memasukkannya” menurut suatu qirā’at lafal yudkhilhu dibaca nudkhilhu, artinya niscaya Kami akan memasukkannya (جَنَّاتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللهُ لَهُ رِزْقًا.) “ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya” yaitu rezeki surga yang keni‘matannya tiada henti-hentinya.

اللهُ الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَ مِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ وَ أَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

  1. (اللهُ الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَ مِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ) “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi” tujuh lapis bumi. (يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ) “Turunlah perintah” wahyu-Nya (بَيْنَهُنَّ) “di antaranya” di antara langit dan bumi, malaikat Jibrīl turun dari langit yang ketujuh hingga ke bumi lapis tujuh (لِتَعْلَمُوْا) “agar kalian mengetahui” lafal lita‘lamū ber-ta‘alluq kepada lafal yang tidak disebutkan, ya‘ni Allah memberi tahu kepada kalian akan hal tersebut, yaitu mengenai masalah penciptaan dan penurunan wahyu-Nya (أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ وَ أَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا) “bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ‘ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”.