Surah ath-Thalaq 65 ~ Tafsir Sayyid Quthb (5/5)

Dari Buku:
Tafsīr fi Zhilāl-il-Qur’ān
Oleh: Sayyid Quthb
 
Penerbit: Gema Insani

Rangkaian Pos: Surah ath-Thalaq 65 ~ Tafsir Sayyid Quthb

Kemudian Allah menjelaskan tentang permasalahan menyusui yang tidak dijadikan sebagai kewajiban atas istri tanpa imbalan apa-apa. Jadi selama istri menyusui anak yang merupakan buah pernikahan mereka berdua, maka menjadi hak istri mendapatkan upah atas susuannya yang dengannya dia dapat menopang kehidupannya dan membeli susu buat bayinya. Inilah bentuk pemeliharaan dan perlindungan syariat terhadap ibu.

Dalam waktu yang sama, Allah memerintahkan ayah dan ibu agar mereka berdua bermusyawarah dalam urusan bayi dan maslahatnya karena dia merupakan amanat bagi mereka berdua. Sehingga, jangan sampai kegagalan mereka membina rumah tangga terimbas kepada bayi yang suci dan tak bersalah itu.

Inilah kemudahan yang diserukan Allah kepada keduanya. Sedangkan, bila mereka mengalami kesulitan dan mereka tidak mencapai kata sepakat, maka bayi harus dijamin haknya,

...Dan, jika kamu menemui kesulitan, maka wanita lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (ath-Thalāq: 6)

Tanpa ada keberatan apa pun dari ibu kandungnya dan tanpa pembatalan hak bayi dalam hal mendapatkan susuan karena kesulitan keduanya setelah kesepakatan tidak tercapai.

Kemudian Allah memperincikan tentang ukuran nafkah, yaitu mudah, saling menolong dan adil, suami tidak boleh zalim, dan istri tidak boleh keras dan ngotot. Barang siapa yang diperluaskan rezekinya oleh Allah, hendaklah dia memberikan infak sesuai dengan keluasannya, baik perihal tempat tinggal, nafkah kehidupan, maupun upah menyusui. Dan, barang siapa yang disempitkan rezekinya, maka tidak ada dosa baginya, karena Allah tidak menuntut seseorang untuk memberikan nafkah melainkan sesuai dengan anugerah yang diberikan Allah kepadanya.

Dialah Yang Maha Pemberi dan tidak seorang pun dapat meraih selain apa yang dianugerahkan oleh Allah. Jadi tidak ada sumber lain dalam anugerah selain sumber yang satu ini, dan tidak ada simpanan kekayaan lain selain simpanan harta benda ini.

Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepada-nya…

Kemudian ada sentuhan kepuasan dan keluasan harapan bagi keduanya,

...Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (ath-Thalāq: 7)

Jadi, segala urusan bergantung kepada Allah dalam kelapangan sesudah kesempitan dan kemudahan sesudah kesusahan. Oleh karena itu, lebih baik bagi kedua suami istri itu menyelesaikan segala masalah berdua, dan menghadapkan diri kepada Allah dalam segala urusan. Keduanya hendaklah merasakan adanya pengawasan Allah dan agar keduanya bertakwa kepada-Nya. Dialah yang memberi dan yang mencegah. Dialah yang mempersempit dan yang memperluas. Di tangan-Nyalah kesempitan dan kelapangan, kesulitan dan kemudahan, serta kegentingan dan kesejahteraan.

 

Hukum-Hukum yang Dibawa Nabi s.a.w. Membawa Kebahagiaan

Sampai di sini, maka bahasan dalam surah ini telah mencakup segala hukum talak serta tetek bengeknya. Juga meliputi penelusuran segala efek dan pengaruhnya hingga menemukan solusi yang jelas dan terang. Allah tidak membiarkan rumah tangga yang hancur itu menjadi berkeping-keping dan menjadi debu yang memenuhi jiwa-jiwa dan menutup hati.

Ketika bahasan selesai tentang semua perkara itu, maka redaksi mulai memaparkan pelajaran terakhir tentang hukum final yang menimpa orang-orang yang mendurhakai perintah Allah dan rasul-Nya sehingga mereka tidak mendengar dan merespons. Allah meletakkan pelajaran ke atas kepala-kepala manusia, yang mengingatkan mereka tentang hukuman final dan menyedihkan yang selalu menanti orang-orang yang tidak bertakwa dan tidak taat. Sebagaimana ia pun mengingatkan tentang nikmat-nikmat Allah atas orang-orang beriman yang diserukan dengan surah ini dan syariatnya,

 

وَ كَأَيِّنْ مِّنْ قَرْيَةٍ عَتَتْ عَنْ أَمْرِ رَبِّهَا وَ رُسُلِهِ فَحَاسَبْنَاهَا حِسَابًا شَدِيْدًا وَ عَذَّبْنَاهَا عَذَابًا نُّكْرًا. فَذَاقَتْ وَ بَالَ أَمْرِهَا وَ كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهَا خُسْرًا. أَعَدَّ اللهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا فَاتَّقُوا اللهَ يَا أُوْلِي الْأَلْبَابِ الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَدْ أَنْزَلَ اللهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا. رَّسُوْلًا يَتْلُوْ عَلَيْكُمْ آيَاتِ اللهِ مُبَيِّنَاتٍ لِّيُخْرِجَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ وَ مَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ وَ يَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللهُ لَهُ رِزْقًا.

Dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan. Maka, mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar. Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal, (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu, (dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dari kegelapan kepada cahaya. Barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya.” (ath-Thalāq: 8-11)

Itu merupakan peringatan yang panjang dan ancaman yang terperinci fenomena-fenomena dan kejadian-kejadiannya. Sebagaimana ia juga merupakan peringatan yang mendalam tentang nikmat Allah dengan iman dan cahaya serta janji-Nya perihal balasan di akhirat. Dan, ia merupakan rezeki yang paling baik dan paling mulia. Hukuman Allah yang dijatuhkan kepada orang-orang yang mendurhakai perintah Allah dan tidak tunduk kepada rasul-rasul-Nya merupakan sunnah yang berlaku terus-menerus.

Dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan.” (ath-Thalāq: 8)

Perincian hukuman atas negeri-negeri itu dan penyebutan tentang hisab yang sulit dan azab yang keras, kemudian gambaran tentang akibat dan tempat kembali yang buruk,

Maka, mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar.” (ath-Thalāq: 9)

Kemudian mengulur gambaran tentang akibat kerugian itu dalam ayat selanjutnya,

Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras,….

Semua ini dimaksudkan untuk memperpanjang tampilan gambaran kejadian dan perincian tentang langkah-langkah dan periode-periodenya. Ini merupakan salah satu metode yang indah dalam al-Qur’an untuk menanamkan pengaruh dalam perasaan dan memperlama keberadaannya dalam hati.

Mari kita berhenti sejenak di hadapan ancaman ini. Kita akan menyaksikan bahwa Allah menurunkan azab kepada negeri-negeri itu satu persatu setiap ia mendurhakai perintah Allah dan rasul-Nya. Kita mendapatkan bahwa ancaman ini dipaparkan di sini berkenaan dengan permasalahan talak dan hukum-hukum talak. Jadi perkara talak dan hukum-hukumnya berkaitan erat dengan hukum alam semesta.

Di sini terdapat isyarat bahwa perkara talak bukanlah sekadar perkara keluarga atau pasangan. Namun, ia merupakan permasalahan umat Islam seluruhnya. Umat Islamlah yang bertanggung jawab dalam masalah ini. Umat Islamlah yang bertanggung jawab atas syariat Allah. Dan, pelanggaran umat terhadap perintah Allah di dalamnya, atau pelanggaran umat terhadap perintah Allah di dalam selain perkara itu dari hukum-hukum institusi ini atau manhaj Allah yang lengkap tentang kehidupan ini, adalah pelanggaran terhadap perintah Allah di mana bukan orang-orang yang melanggar saja yang akan dijatuhi hukuman melainkan seluruh negeri dan umat di mana terjadinya pelanggaran itu, dan di mana penyimpangan dari manhaj Allah itu berlaku.

Agama Islam ini diturunkan untuk ditaati dan dilaksanakan seluruh ajarannya secara sempurna dan menguasai segala aspek kehidupan. Maka, barang siapa yang melanggar perintah Allah di dalamnya, walaupun perkara itu berada dalam urusan individu, maka ia harus menghadapi konsekuensi yang menimpa seluruh komponen negeri, karena sunnah Allah tidak akan pernah berganti dan berubah.

Negeri-negeri itu telah merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan akibat perbuatan mereka adalah kerugian yang besar. Penduduknya telah merasakan pedihnya azab itu di dunia ini sebelum hari hisab di akhirat. Azab itu telah ditimpakan kepada negeri-negeri, umat-umat, dan bangsa-bangsa yang melanggar manhaj Allah di muka bumi ini. Kita telah menyaksikan hal ini dan orang-orang yang sebelum kita pun telah menyaksikan azab ini. Semua mereka telah merasakan kerusakan dan kebinasaan, kemiskinan dan kekeringan, kezaliman dan kelaliman serta kehidupan yang tidak memiliki rasa aman, kedamaian, ketenangan, dan kestabilan. Dan, setiap hati kita dapat menyaksikan kenyataan dari peringatan ini.

Di atas itu ada azab yang menanti para pelanggar perintah Allah dan manhaj-Nya dalam kehidupan sebagaimana difirmankan oleh Allah,

Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras,….

Allah Mahabenar dengan segala firman-Nya.

Sesungguhnya Islam merupakan manhaj sistem komunitas jamaah, sebagaimana telah kami bahas dalam surah ash-Shaff. Ia datang untuk membentuk kaum muslimin yang memiliki sistem yang khusus. Ia datang untuk mengelola dan mengatur kehidupan jamaah seluruhnya. Oleh karena itu, seluruh komponen jamaah bertanggung jawab atasnya dan bertanggung jawab atas hukum-hukumnya. Apabila mereka berpaling dari manhaj ini dan melanggarnya, maka hukuman itu pasti terealisasi kepada mereka sebagaimana hukuman itu telah diturunkan dan dirasakan kepada negeri-negeri dan bangsa-bangsa yang berpaling dan melanggar sebelum mereka.

Dalam menghadapi peringatan dan fenomena-fenomenanya yang panjang, redaksi ayat menyeru para ūlū-l-albāb dari orang-orang beriman yang telah dituntun oleh hati mereka kepada keimanan. Ia menyerukan kepada mereka agar bertakwa kepada Allah yang telah menurunkan kepada mereka kitab yang memberikan peringatan,

...Maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal, (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu.” (ath-Thalāq: 10)

Peringatan itu ditampakkan dan dilekatkan pada pribadi Rasulullah. Sehingga, pribadi Rasulullah sendiri merupakan peringatan atau dalam ungkapan lain sebagai pengemban yang bertanggungjawab atas peringatan itu.

(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum)….

Di sini terdapat selipan makna yang sangat indah, mendalam, dan jujur yang memiliki beberapa isyarat, petunjuk, dan arah yang bermacam-macam.

Sesungguhnya peringatan ini datang dari sisi Allah, yang menemui mereka lewat pribadi Rasulullah yang jujur dan amanah. Seolah-olah peringatan itu tembus kepada mereka secara langsung dan pribadi Rasulullah tidak menutup sedikitpun dari hakikat peringatan itu.

Isyarat bagian kedua dari nash ini adalah bahwa sesungguhnya pribadi Rasulullah telah mendarah daging dalam peringatan itu. Sehingga, beliau merupakan gambaran nyata dan fisik dari peringatan itu akhirnya beliau merupakan jelmaannya. Rasulullah merupakan terjemahan hidup dari hakikat al-Qur’an. Demikianlah gambaran Rasulullah seperti yang dilukiskan oleh ‘Ā’isyah r.a., “Sungguh akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an itu sendiri.”

Demikianlah al-Qur’an itu tertanam dalam jiwa Rasulullah untuk menghadapi kehidupan. Dan, beliau adalah al-Qur’an yang menghadapi segala tantangan dan tuntutan kehidupan.

Di atas nikmat peringatan, cahaya, hidayah, dan kesalehan, ada janji kenikmatan surga yang kekal selama-lamanya. Semua mereka diingatkan kembali bahwa rezeki yang paling baik adalah surga. Sehingga, tidak mungkin dibandingkan dengan rezeki apa pun di dunia ini.

...Supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dari kegelapan kepada cahaya. Barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya.” (ath-Thalāq: 11)

Allah adalah pemberi rezeki di dunia dan di akhirat. Namun, suatu rezeki yang lebih baik dari rezeki apa pun. Dan, pilihan manusia terhadap rezeki yang terbaik adalah pilihan yang benar dan mulia.

Demikian sentuhan terhadap rezeki sekali lagi. Dan, dengan isyarat ini, menjadi remehlah setiap rezeki yang ada di bumi dibandingkan dengan rezeki yang ada di surga. Namun, Allah juga menjanjikan (pada penggalan pertama) keluasan di dunia pula.

 

Pada bagian penutup, muncullah sentuhan alam semesta yang dahsyat. Ia menghubungkan antara tema surah, syariatnya, dan pengarahannya dengan takdir Allah, kekuasaan Allah, dan ilmu Allah dalam ruang alam semesta yang luas ini,

اللهُ الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَ مِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ وَ أَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا.

Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (ath-Thalāq: 12)

Tujuh lapis langit merupakan sesuatu yang masih belum kita ketahui tentang hakikatnya, bidang-bidangnya, dan jarak-jaraknya. Demikian pula tujuh lapis bumi. Bisa jadi planet bumi yang kita tempati saat ini merupakan salah satu di antara tujuh lapis bumi itu, sedangkan yang enam lagi masih tersimpan dalam ilmu Allah. Dan, bisa jadi makna, “…Dan Seperti itu pula bumi…,” bahwa planet bumi ini termasuk dalam jenis langit. Jadi, bumi itu seperti langit dalam struktur dan karakter-karakternya.

Namun, apa pun maknanya, tidak dibutuhkan dan diperlukan pencocokan teks-teks ayat ini dan mengujinya dengan ilmu-ilmu yang telah kita temukan. Karena ilmu kita sangat terbatas dan tidak meliputi seluruh alam semesta sehingga kita berasumsi dengan meyakinkan bahwa teori ilmiah itulah yang dikehendaki oleh teks-teks al-Qur’an. Kita sama sekali tidak boleh menghakimi dan menjustifikasi demikian hingga kita benar-benar mengetahui secara meyakinkan tentang ilmu alam semesta ini, dan perkara itu merupakan perkara yang mustahil.

Dengan sentuhan isyarat ini, kita dapat mengambil manfaat sebagai petunjuk menuju ke arah hakikat itu dalam ruangnya di dalam jiwa dan ke arah pembentukan pandangan keimanan yang benar dalam alam semesta.

Dan, isyarat kepada alam semesta yang agung, “…Tujuh langit dan seperti itu pula bumi…,” menggoncangkan perasaan dan menghentikan hati sejenak berhadapan langsung dengan fenomena di antara fenomena-fenomena kekuasaan Sang Maha Pencipta, dan kerajaan-Nya yang luas. Sehingga, di hadapannya seluruh bumi menjadi kecil dan kerdil. Apalagi hanya sebagian isinya, atau kasus di antara kasus-kasus yang terjadi di dalamnya. Bahkan, beberapa keping uang yang dinafkahkan oleh seorang suami atau seorang istri menarik diri dari hak mendapatkannya.

Di antara langit yang tujuh ini dan bumi atau tujuh lapisan bumi, perintah Allah terus-menerus turun, dan di antaranya perintah yang ada di hadapan manusia dalam arahan ayat ini. Jadi, perintah ini sangat dahsyat meskipun diukur dengan standar-standar manusia dan pandangan-pandangan mereka mengenai tempat dan waktu semampu mereka dalam membayangkannya.

Pelanggaran terhadap perintah itu merupakan pelanggaran terhadap suatu perintah yang ditaati dan disambut dengan baik oleh segala lapisan, langit dan lapisan-lapisan bumi, serta didengar dan direspons oleh para malaikat dan makhluk-makhluk Allah yang lain yang ada di dalam langit dan lapisan-lapisan bumi. Oleh karena itu, pelanggaran itu merupakan pelanggaran yang sangat jahat dan keji, di mana tidak mungkin seorang mukmin yang berakal berani melakukannya. Apalagi, telah diutus kepadanya seorang rasul untuk membacakan kepadanya ayat-ayat Allah dengan jelas, menjelaskan baginya perintah ini demi mengeluarkannya dari segala kegelapan menuju kepada cahaya.

Perintah ini terus-menerus turun antara langit dan bumi, untuk membentuk dalam hati orang-orang yang beriman suatu akidah bahwa sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Sehingga, tidak ada satu pun yang dapat melemahkan-Nya atas apapun yang dikehendaki-Nya. Dan, bahwasanya sesungguhnya Dia Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Sehingga, tidak ada sesuatu pun yang luput dari-Nya dalam kerajaan-Nya yang luas dan lapang, serta apa pun yang disembunyikan dan dirahasiakan oleh manusia dalam hati-hati mereka.

Sentuhan ini memiliki nilainya di sini dari dua segi.

Pertama, sesungguhnya Allah Maha Meliputi atas segala sesuatu dan Dialah yang memerintahkan segala hukum-hukum ini. Allah menurunkan hukum-hukum itu yang meliputi segala kondisi manusia, kebutuhan-kebutuhan mereka, kebaikan- kebaikan mereka, dan potensi-potensi mereka. Hukum-hukum lebih utama untuk ditaati oleh mereka, dan mereka tidak berpaling darinya sedikitpun. Karena, ia diciptakan dan dirancang oleh Allah Yang Mahatahu dan Maha Meliputi atas segala sesuatu.

Kedua, sesungguhnya hukum-hukum ini disandarkan kepada nurani-nurani. Jadi perasaan bahwa Allah Mahatahu dan Maha Meliputi atas segala sesuatu merupakan jaminan sensitivitas nurani-nurani manusia dalam urusan-urusan dan perkara-perkara yang tidak bisa dijamin oleh apa pun melainkan ketakwaan kepada Allah Yang Maha Mengetahui apa yang ada dalam hati.

 

Demikianlah surah ini ditutup dengan sentuhan yang dahsyat dan mencekam ini, yang menggetarkan dan menggerakkan hati agar tunduk dan taat. Maka, Mahasuci Allah yang telah menciptakan hati, dan Yang Maha Mengetahui atas segala yang ada di dalamnya dari penyimpangan-penyimpangan dan jalan-jalan yang lurus.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *