Surah al-Kautsar 108 ~ Tafsir al-Wasith

Dari Buku:

Tafsīr al-Wasīth
(Jilid 3, al-Qashash – an-Nās)
Oleh: Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili

Penerjemah: muhtadi, dkk.
Penerbit: GEMA INSANI

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

SŪRAT-UL-KAUTSAR

 

NIKMAT-NIKMAT ALLAH S.W.T. UNTUK NABI-NYA.

 

Surah adh-Dhuḥā, al-Insyirāḥ, dan al-Kautsar menyebutkan nikmat-nikmat puncak Ilahi untuk Nabi s.a.w. yang sangat banyak jumlahnya, di dunia berupa kenabian dan risalah, di akhirat berupa kautsar, yaitu kebaikan yang sangat banyak. Surah al-Kautsar, surah Makkiyyah mengandung berita tentang nikmat yang dianugerahkan Allah s.w.t. untuk Nabi-Nya, yaitu kautsar, juga mengandung perintah Allah s.w.t. untuk shalat, bersedekah sebagai wujud rasa syukur untuk Allah s.w.t. atas nikmat yang diberi, di samping berisi berita gembira kemenangan dan kekalahan untuk para musuh-musuhnya, jejak dan nama mereka akan lenyap. Surah ini adalah surah terpendek dalam al-Qur’ān-ul-Karīm. Inilah yang dinyatakan dalam tiga ayat pendek berikut:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَ انْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ.

108:1. Sungguh, Kami telah memberimu (Muḥammad) nikmat yang banyak.
108:2. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).
108:3. Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).
(al-Kautsar: 1-3).

Sebab turun; Bazzār dan lainnya meriwayatkan dengan sanad shaḥīḥ dari Ibnu ‘Abbās, ia berkata: “Ka‘b bin Asyraf tiba di Makkah lalu orang-orang Quraisy berkata padanya: “Kau pemimpin mereka. Tidakkah kau lihat si penyabar dan terputus dari semua kebaikan itu mengira lebih baik dari kita, apahal kita adalah para pengurus ibadah hajj, pemberi minum mereka dan pengurus Ka‘bah.” Ka‘b berkata: “Kalian lebih baik darinya.” Lalu turun ayat: “Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” (al-Kautsar: 3) Ibnu Abī Syaibah dalam al-Mushannaf dan Ibnu Mundzir meriwayatkan dari ‘Ikrimah, ia berkata: “Saat Nabi s.a.w. diberi wahyu, orang-orang Quraisy berkata: “Muḥammad terputus dari kita,” lalu turun ayat: : “Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” (al-Kautsar: 3).

Dan masih banyak riwayat-riwayat lain. Secara garis besar, sebab turun ayat ini adalah sikap orang-orang Quraisy yang menganggap lemah Nabi s.a.w. menghina para pengikut beliau, mereka senang atas kematian anak-anak lelaki Nabi s.a.w., Qāsim menginggal di Makkah dan Ibrāhīm meninggal di Madīnah, mereka senang kesengsaraan dan petaka menimpa kaum mu’minin, lalu surah ini turun untuk memberitahukan bahwa Rasūlullāh s.a.w. adalah sosok yang kuat dan akan meraih kemenangan, para pengikutnyalah yang akan meraih kemenangan, kematian putra-putra Nabi s.a.w. tidaklah memperlemah kondisinya, orang-orang yang membencinya adalah orang-orang yang tidak memiliki nama baik, reputasi dan jejak, jauh dari segala kebaikan dan terhalang dari seluruh keutamaan.

Makna; sungguh Kami telah memberimu kebaikan yang banyak, di antaranya sungai di surga. Allah s.w.t. menjadikan sungai tersebut sebagai kemuliaan untuk Rasūlullāh s.a.w. dan umatnya. Aḥmad, Muslim dan lainnya meriwayatkan dari Anas bin Mālik: “Suatu ketika Rasūlullāh s.a.w. pingsan lalu beliau sadar, beliau mengangkat kepala seraya tersenyum lalu bersabda: “Baru saja satu surah diturunkan kepadaku.Beliau membaca: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Sungguh, Kami telah memberimu (Muḥammad) nikmat yang banyak,” hingga selesai”.” Riwayat lain menyebutkan; Rasūlullāh s.a.w. bertanya:

هَلْ تَدْرُوْنَ مَا الْكَوْثَرُ؟ قَالُوْا: اللهُ تَعَالَى وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: هُوَ نَهْرٌ أَعْطَانِيْهِ رَبِّيْ فِي الْجَنَّةِ، عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيْرٌ، تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عَدَدُ الْكَوَاكِبِ، يَخْتَلَجُ الْعَبْدُ مِنْهُمْ، فَأَقُوْلُ: يَا رَبِّ، إِنَّهُ مِنْ أُمَّتِيْ، فَيُقَالُ: إِنَّكَ لَا تَدْرِيْ مَا أَحْدَثَ بَعْدَكَ.

Tahukah kalian, apakah al-kautsar itu?” para sahabat menjawab: “Allah ta‘ālā dan rasūl-Nya lebih tahu.” Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Ia adalah sebuah sungai, Rabbku memberikannya kepadaku di surga, di sana terdapat banyak sekali kebaikan, umatku mendatanginya pada hari kiamat, bejana-bejananya sejumlah bintang, lalu ada seseorang di antara mereka yang dihalau, aku berkata: “Ya Rabb, ia dari golongan umatku.” Lalu dikatakan kepadaku: “Kau tidak tahu apa yang ia kerjakan sepeninggalmu”.

Karena Kami memberimu nikmat yang banyak itu, maka tunaikan shalat fardhu dan sunnah selalu, tunaikan dengan tulus ikhlas untuk Rabbmu, sembelihlah hewan qurban untuk Allah s.w.t., yaitu hadyu (kambing dan unta yang dipersembahkan untuk tanah suci) dan sembelihan-sembelihan lain untuk Allah s.w.t. atas nama Allah s.w.t. semata yang tidak memiliki sekutu, karena Dialah yang mengasuhmu dan menyempurnakan nikmat-nikmat untukmu, bukan yang lain, seperti disebutkan dalam ayat lain: “Katakanlah: “Sesungguhnya sembahyangku, ibadatmu, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (al-An‘ām [6]: 162-163).

Tidak seperti yang dilakukan orang-orang mu’min yang shalat untuk selain Allah s.w.t. dan menyembelih hewan qurban untuk selain-Nya. Allah s.w.t. memerintahkan Nabi-Nya untuk shalat dan menyembelih hewan qurban untuk-Nya. Juga berbeda dengan apa yang dilakukan orang-orang munafik tukang riyā’. Maksudnya; shalat ‘īd dan menyembelih hewan qurban. Ibnu Katsīr menjelaskan, maksud menyembelih hewan qurban yang benar adalah menyembelih hewan qurban untuk ibadah haji dan ‘umrah berdasarkan nash hadits Barrā’ bin ‘Āzib yang diriwayatkan oleh Bukhārī dan Muslim; Rasūlullāh s.a.w. shalat ‘īd kemudian menyembelih hewan qurban seperti kami, maka sembelihannya benar, dan barang siapa menyembelih hewan qurban sebelum shalat, maka ia tidak mendapatkan (pahala) qurban.” Abū Burdah bin Nayyār berdiri lalu berkata: “Wahai Rasūlullāh, aku sudah menyembelih kambingku sebelum shalat, kau tahu hari ini adalah hari di mana daging diinginkan.” Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Kambingmu adalah kambing daging.” Abū Burdah berkata: “Aku punya seekor unta, ia lebih aku sukai melebihi dua ekor kambing, apakah unta itu sah bagiku?” Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sah untukmu, namun tidak untuk seorang pun setelahmu.”

Orang yang membencimu wahai Nabi, membenci yang kau bawa seperti petunjuk, kebenaran, bukti nyata dan cahaya terang, dialah orang yang terputus dari segala kebaikan, maksudnya tidak ada nilainya dan hina, terputus dari kebaikan dunia dan akhirat, tidak memiliki nama setelah ia mati. Ini bantahan untuk sebagian orang-orang musyrik seperti ‘Āsh bin Wā’il, Walīd bin Mughīrah atau Abū Jahal yang berkata tentang Rasūlullāh s.a.w.: “Ia terputus dari kebaikan,” saat putra Rasūlullāh s.a.w. dari Khadījah meninggal dunia. Ḥasan al-Bashrī menjelaskan, maksud abtar yang dikemukakan orang-orang musyrik adalah, Rasūlullāh s.a.w. terputus dari tujuan sebelum tercapai. Namun Allah s.w.t. menjelaskan, musuh Rasūlullāh s.a.w. itulah yang sebenarnya begitu.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *