Surah al-Falaq 113 ~ Tafsir ath-Thabari – (3/3)

Dari Buku:
Tafsir ath-Thabari
(Jilid 26, Juz ‘Amma)
(Oleh: Abu Ja‘far Muhammad bin Jarir ath-Thabari)
(Judul Asli: Jāmi‘-ul-Bayāni ‘an Ta’wīli Āy-il-Qur’ān)

Penerjemah: Amir Hamzah
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: Surah al-Falaq 113 ~ Tafsir ath-Thabari

38530. Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, ia berkata: Mahran menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari Muhammad bin ‘Abd-ir-Rahman bin Abi Dzi‘b, dari pamannya (al-Harits bin ‘Abd-ir-Rahman), dari Abu Salamah bin ‘Abd-ir-Rahman, dari ‘A’isyah, ia berkata: “Nabi s.a.w. meraih tanganku, kemudian memandang ke bulan, lalu bersabda:

يَا عَائِشَةُ، تَعَوَّذِيْ بِاللهِ مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ، وَ هذَا غَاسِقٌ إِذَا وَقَبَ.

Wahai ‘A’isyah, mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan ghāsiq apabila telah gelap-gulita, dan ini adalah ghāsiq yang gelap-gulita.

Ini lafazh hadits Abu Kuraib dan Ibnu Waki‘. Adapun Ibnu Humaid, ia menyebutkan di dalam haditsnya: ‘A’isyah berkata: “Nabi s.a.w. meraih tanganku, lalu bersabda:

أَتَدْرِيْنَ أَيُّ شَيْءٍ هذَا؟ تَعَوَّذِيْ بِاللهِ مِنْ شَرِّ هذَا، فَإِنَّ هذَا الْغَاسِقُ إِذَا وَقَبَ.

Tahukah engkau, apakah ini? Mohonlah perlindungan kepada Allah dari keburukan ini, karena sesungguhnya ini adalah al-ghāsiq yang gelap-gulita.” (25701).

  1. Muhammad bin Sinan menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu ‘Amir menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abi Dzi’b menceritakan kepada kami dari al-Harits bin ‘Abd-ir-Rahman, dari ‘A’isyah, dari Nabi s.a.w., beliau melihat ke arah bulan, lalu bersabda:

يَا عَائِشَةُ، استَعِيْذِيْ بِاللهِ مِنْ شَرِّ هذَا، فَإِنَّ هذَا الْغَاسِقُ إِذَا وَقَبَ

Wahai ‘A’isyah, mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan ini, karena sesungguhnya ini adalah al-ghasiq yang gelap-gulita.” (25712).

Menurut saya, pendapat yang benar adalah, Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk memohon perlindungan (مِنْ شَرِّ غَاسِقٍ) “Dari kejahatan malam,” yaitu yang menjadi gelap. Dikatakan: qad ghasaq-al-lail – yaghsiqu – ghusūqan, yang artinya, malam menjadi gelap. Lafazh (إِذَا وَقَبَ) maksudnya adalah, apabila kegelapannya telah masuk. Malam yang kegelapannya telah masuk adalah ghāsiq. Bintang yang terbenam juga disebut ghāsiq, bulan yang meredup juga disebut ghāsiq. Tidak dikhususkan dengan sebagian ini, tapi mencakup semuanya, sehingga mencakup setiap ghāsiq. Jadi, Nabi s.a.w. diperintahkan untuk memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatannya apabila telah gelap-gulita. Tentang makna (وَقَبَ) dikatakan dzahaba “pergi”,

  1. Ibnu ‘Abd-il-A‘la menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Tsaur menceritakan kepada kami dari Ma‘mar, dari Qatadah, mengenai firman-Nya: (غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ.) “Malam apabila telah gelap gulita,” ia berkata: “Apabila telah pergi.” (25723).

Saya tidak tahu apa yang dikatakan oleh Qatadah mengenai ini dalam perkataan orang ‘Arab, karena yang dikenal dari perkataan orang ‘Arab tentang makna (وَقَبَ) adalah dakhala “masuk”.

Firman-Nya: (وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ.) “Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,” maksudnya adalah, dan dari kejahatan para wanita tukang sihir yang menghembus pada simpul-simpul tali ketika menjampinya.

Pendapat kami dalam hal ini dinyatakan pula oleh para ahli tafsir. Mereka yang berpendapat demikian menyebutkan riwayat-riwayat berikut ini:

  1. Muhammad bin Sa‘d menceritakan kepadaku, ia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata: Pamanku menceritakan kepadaku, ia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku dari ayahnya, dari Ibnu ‘Abbas, mengenai firman-Nya: (وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ.) “Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,” ia berkata: “(Maksudnya adalah) sihir yang dicampur dengan jampi-jampi.” (25734).
  2. Ibnu Basysyar menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abi ‘Adi menceritakan kepada kami dari ‘Auf, dari al-Hasan, mengenai firman-Nya: (وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ.) “Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,” ia berkata: “Maksudnya adalah para tukang sihir laki-laki dan perempuan.” (25745).
  3. Ibnu ‘Abd-il-A‘la menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Tsaur menceritakan kepada kami dari Ma‘mar, ia berkata: Qatadah membaca ayat: (وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ.) “Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,” ia berkata: “Jauhilah oleh kalian sihir yang disertai dengan jampi-jampi.” (25756).
  4. ….ia berkata: Ibnu Tsaur menceritakan kepada kami dari Ma‘mar, dari Ibnu Thawus, dari ayahnya, ia berkata: “Tidak ada sesuatu pun yang lebih mendekati syirik daripada jampi [ular] (25767) orang-orang gila.” (25778).
  5. Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid menceritakan kepada kami, ia berkata: Sa‘id menceritakan kepada kami, dari Qatadah, ia berkata: Al-Hasan, apabila melewati bacaan: (وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ.) “Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,” maka ia berkata: “Jauhilah oleh kalian apa yang dibaurkan dengan sihir”.” (25789).
  6. Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, ia berkata: Mahran menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari Jabir, dari Mujahid dan ‘Ikrimah, mengenai firman-Nya: (النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ.) “Wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,” ia berkata: “Mujahid berkata: “Maksudnya adalah yang menjampi pada simpul-simpul tali”.”

‘Ikrimah berkata: “(Maksudnya adalah) menggunakan simpul-simpul tali.” (257910).

  1. Yunus menceritakan kepadaku, ia berkata: Ibnu Wahb mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ibnu Zaid berkata mengenai firman-Nya: (وَ مِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ.) “Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,” maka ia berkata: “An-naffātsāt adalah para tukang sihir yang menggunakan simpul.” (258011).

Firman-Nya: (وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ) “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.” Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang al-ḥāsid “orang yang dengki” yang Nabi s.a.w. diperintahkan untuk memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatannya.

Sebagian berkata: “Maksudnya adalah setiap orang yang dengki. Nabi s.a.w. diperintahkan untuk memohon perlindungan dari kejahatannya dan dirinya.” Mereka yang berpendapat demikian menyebutkan riwayat berikut ini:

  1. Ibnu ‘Abd-il-A‘la menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Tsaur menceritakan kepada kami dari Ma‘mar, dari Qatadah, mengenai firman-Nya: (وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ) “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki,” ia berkata: “Dari kejahatan kedengkiannya dan dirinya.”

Diriwayatkan dari ‘Atha’-ul-Khurasai, seperti itu. Ma‘mar berkata: Aku mendengar Ibnu Thawus menceritakan dari ayahnya, ia berkata: “‘Ain adalah riil. Seandainya ada sesuatu yang dapat mendahului takdir, maka akan didahului oleh ‘ain. Jika seseorang dari kalian diminta untuk mandi, maka hendaklah ia mandi.” (258112).

Ada yang mengatakan bahwa dengan ayat ini Nabi s.a.w. diperintahkan untuk memohon perlindungan dari kejahatan orang-orang Yahudi yang mendengki beliau. Mereka yang berpendapat demikian menyebutkan riwayat berikut ini:

  1. Yunus menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahb mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ibnu Zaid berkata, mengenai firman-Nya: (وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ) “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki,” ia berkata: “(Maksudnya adalah) orang-orang Yahudi. Tidak ada yang menghalangi mereka untuk beriman selain kedengkian mereka.” (258213).

Pendapat yang lebih tepat di antara kedua pendapat ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa Nabi s.a.w. diperintahkan untuk memohon perlindungan dari setiap yang mendengki apabila ia dengki, karena bisa saja mencelanya, menyihirnya, atau melakukan hal buruk terhadapnya. Itulah yang lebih tepat, karena Allah ‘azza wa jalla tidak mengkhusushkan satu jenis orang yang dengki tanpa yang lainnya dengan kalimat: (وَ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ) “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki,” akan tetapi bersifat umum. Allah memerintahkan beliau untuk memohon perlindungan dari kejahatan setiap yang dengki, dan itu bersifat umum.

Akhir tafsir surah al-Falaq.

 

Catatan:


  1. 2570). Ahmad dalam al-Musnad (6/206), Al-Baihaqi dalam as-Sunan-ul-Kubrā (6/84), Abu Ya‘la dalam al-Musnad (7/147), dan ats-Tsa‘labi dalam tafsir (4/452). Hadits ini ḥasan shaḥīḥ.
  2. 2571). Al-Hakim dalam al-Mustadrak (2/589), ia berkata: “Sanad-nya shaḥīḥ, namun kedua syaikh tidak mengeluarkannya.” At-Tirmidzi dalam as-Sunan (5/452), ia berkata: “Hadits ini ḥasan shaḥīḥ.”
  3. 2572). ‘Abd-ur-Razzaq dalam tafsir (3/408).
  4. 2573). As-Suyuthi dalam ad-Durr-ul-Mantsūr (8/690).
  5. 2574). Al-Bukhari dalam ash-Shaḥīḥ (5/2175), bab: Sihir.
  6. 2575). ‘Abd-ur-Razzaq dalam tafsir (3/476).
  7. 2576). Bagian ini telah luntur dari manuskripnya, kami menetapkannya dari naskah lain.
  8. 2577). ‘Abd-ur-Razzaq dalam tafsir (3/477).
  9. 2578). ‘Abd-ur-Razzaq dalam tafsir dari Qatadah (3/476).
  10. 2579). Ibnu Abi Hatim dalam tafsir (10/3475), namun kami tidak menemukannya dalam Tafsīr Mujāhid pada bagian ini.
  11. 2580). Lihat Ibnu ‘Athiyyah dalam al-Muḥarrar-ul-Wajīz (5/538).
  12. 2581). ‘Abd-ur-Razzaq dalam tafsir (3/408).
  13. 2582). Lihat As-Suyuthi dalam ad-Durr-ul-Mantsūr (8/690) dari al-Hasan menisbatkannya kepada Ibnu Abi Hatim dalam tafsir.

Unduh Rujukan:

  • [download id="12865"]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *