006-6 Tahapan Penoda & Perusak Ibadah | Minhaj-ul-Abidin

Dari Buku:

Minhajul ‘Abidin
Oleh: Imam al-Ghazali

Penerjemah: Moh. Syamsi Hasan
Penerbit: Penerbit Amalia Surabaya

Rangkaian Pos: 006 Tahapan Penoda & Perusak Ibadah | Minhaj-ul-Abidin

Adapun mengenai ‘ujub, akan aku jelaskan pokok-pokoknya, yaitu:

Pokok Pertama: ‘Amal perbuatan seorang hamba baru bernilai bila diridhai dan diterima oleh Allah. Jika tidak, maka kiranya anda pernah melihat buruh yang bekerja sepanjang siang dan upah dua dirham; orang yang jaga malam, tidak tidur semalam suntuk, mendapat upah dua keping uang; begitu pula orang-orang yang mempunyai perusahaan dan pekerjaan, semua bekerja siang malam, demi upah yang bisa dihitung. Bila anda mengorientasikan ‘amal perbuatan anda karena Allah – anda berpuasa karena-Nya – maka puasa akan memperoleh nilai yang tiada terhingga, bila Allah berkenan meridhai dan menerimanya.

Allah s.w.t. berfirman:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُوْنَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Artinya:

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (az-Zumar: 10).

Dalam sebuah hadis dinyatakan:

أَعْدَدْتُ لِعِبَادِيَ الصَّائِمِيْنَ مَا لاَ عَيْنٌ رَأَتْ وَ لاَ أُذُنٌ سَمِعَتْ وَ لاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ

Artinya:

Aku (Allah) telah menyediakan bagi hamba-hambaKu yang berpuasa, pahala (surga) yang belum pernah terlihat mata, belum pernah terdengar telinga, dan belum pernah terlintas di hati manusia.

Dengan demikian, hari anda yang dengan bekerja sehari penuh bernilai dua dirham, sementara anda menanggung kepayahan, maka dengan berpuasa menunda makan sampai sore, berubah menjadi tiada terhingga nilainya. Begitu pula, seandainya anda menunaikan shalat malam secara ikhlas hanya karena Allah, maka anda memperoleh kemuliaan yang tiada ternilai harganya.

Allah s.w.t. berfirman:

فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُمْ مِّنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Artinya:

Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (as-Sajdah: 17).

Dua keping logam uang atau dua dirham, itulah nilai yang anda peroleh dengan bekerja sehari atau berjaga semalam. Tetapi akan terjadi fluktuasi nilai yang tiada terhingga banyaknya, dengan hanya menunaikan shalat dua rakaat dalam waktu yang sangat singkat dan ringan mengerjakannya. Bahkan hanya dengan satu tarikan nafas yang disertai dengan ucapan “Lā ilāha illallāh”, pahala yang didapatkannya sungguh amat besar.

Allah s.w.t. berfirman:

مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلاَ يُجْزى إِلاَّ مِثْلَهَا وَ مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثى وَ هُوَ مُؤْمِنٌ فَأُوْلئِكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُوْنَ فِيْهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ

Artinya:

Dan barang siapa mengerjakan ‘amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.” (al-Mu’min: 40).

Dalam pandangan ahli dunia sekali tarikan nafas, tidaklah berarti apa-apa, demikian juga mungkin dalam pandangan anda sendiri. Sehingga betapa banyak nafas yang anda sia-siakan untuk perkara yang tidak berguna, betapa banyak waktu berlalu begitu saja, tanpa faedah. Tetapi dengan sekali tarikan nafas saja akan memperoleh karunia dan kemuliaan yang tak ternilai harganya, bila terisi dengan ‘amal yang dilakukan karena Allah dan memperoleh ridhā’-Nya.

Dengan demikian, maka menjadi sebuah keharusan bagi orang yang berakal untuk menyadari bahwa ternyata kualitas ‘amalnya masih begitu compang-camping dan kedudukannya masih sangat rendah. Hendaklah ia memperhatikan anugerah dan balasan Allah yang diterimanya, dengan kondisi ‘amalnya yang masih sedemikian rendah. Selanjutnya, terus memperbaiki diri dan mengikhlaskan ‘amal hanya karena Allah, sehingga memperoleh pahala yang besar dan kemuliaan yang tinggi. Tidak lagi hanya bernilai dua keping uang logam atau dua dirham, atau bahkan lebih rendah dan merugi, sebagaimana tersebut di atas.

Sebagai contoh, setangkai anggur atau bunga yang harganya di pasar hanya sekeping uang. Tetapi, kalau anggur atau bunga itu dihadiahkan kepada sang ratu, lalu ia senang hatinya, maka boleh jadi sang ratu akan memberikan seribu dinar kepada orang itu. Karena, setangkai anggur atau bunga itu dapat menempati keridhaan sang ratu, yang membuatnya senang dan bahagia. Jadi, sebutir biji bisa berharga seribu dinar. Sebaliknya, kalau sang ratu tidak ridhā’ dan mengembalikan anggur tersebut, maka kembalilah harganya pada nilai yang rendah. Demikian pula dalam masalah ‘amal anda, jangan sampai ada yang mengotori dan membuatnya cacat dalam pandangan Allah ‘azza wa jalla.

Pokok kedua: Sebagaimana yang telah anda ketahui, bahwa seorang raja dunia bila memberi upah seseorang, baik berupa makanan, minuman, pakaian, dirham atau dinar yang bisa dihitung, lagi pula bisa rusak saja, tentu ia menjadikan orang itu, sebagai pelayan siang dan malam, dengan hina dan nista, ia berdiri siaga di dekat sang raja, sampai kedua kakinya terasa kelu, dan ia harus berjalan mengawal ketika raja mengendarai kuda atau kendaraan. Kadang-kadang raja menghendaki agar ia siaga penuh menjaga pintu semalam suntuk. Kadang-kadang ada musuh datang hendak menyerang raja, terpaksa ia harus bertempur melawan musuh raja itu, sampai ia mempetaruhkan nyawanya yang tidak ada gantinya, demi sang raja. Ia harus rela menerima kenyataan resiko apapun yang dihadapinya, kepayahan, kesulitan, kegentingan dan berbagai bahaya yang bahkan sampai mengancam nyawanya, demi keuntungan sedikit harta duniawi yang sepele nilainya, padahal hakikatnya manfaat itu dari Allah. Sementara raja, hanyalah sebagai pelantara saja.

Jadi, Tuhanlah yang menciptakan anda, sementara sebelumnya anda tidaklah berarti apa-apa. Kemudian, Tuhan pula yang mengatur anda, membaguskan pemeliharaan pada anda, memberikan nikmat lahir dan batin kepada anda di dunia dan akhirat, yang semua itu tidak dapat dijangkau oleh pemahaman dan kemauan anda.

Allah s.w.t. berfirman:

وَ إِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوْهَا

Artinya:

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.” (an-Naḥl: 18).

Kemudian anda melakukan shalat dua rakaat, dengan segala kekurangan, aib dan cacatnya, sementara dengan shalat dua rakaat itu, apa anda menjadi terpaku dengan apa yang dijanjikan Allah dikemudian hari, berupa pahala yang sebaik-baiknya dan berbagai kemuliaan, hingga anda menganggap mulia dan mengagumi shalat dua rakaat itu. Yang demikian, sebenarnya bukanlah perilaku orang yang berakal, jika anda mau berpikir.

Pokok ketiga: Seorang maharaja biasanya dilayani oleh raja-raja lain dan para kepala pemerintahan. Keberadaannya selalu dikelilingi oleh tuan-tuan dan orang-orang besar. Para pakar dan orang-orang bijak setia melayaninya. Para cerdik pandai dan ilmuan mencari pujiannya. Para pembesar dan pemimpin mengawalnya. Jika suatu ketika sang maharaja mengizinkan orang pasar atau orang desa masuk menghadap, karena terdorong oleh rasa belas kasihan dan memberikan perhatian, sehingga para raja, para pembesar, para majikan, para pemimpin, dan orang-orang utama terdesak memberikan pelayanan yang baik dan memujinya. Lalu sang maharaja memberikan tempat tertentu kepada orang pasar atau orang desa itu dan memandang pelayanannya dengan ridhā’, meskipun orang itu cacat, maka apakah tidak boleh dikatakan bahwa orang itu mendapat perhatian dan anugrah besar dari sang maharaja? Jika orang yang hina ini lantas menghitung-hitung pemberian sang maharaja, lantaran pelayanannya yang jelek, sementara ia menganggap pelayanannya itu begitu agung serta membangga-banggakannya, tentu patut dikatakan bahwa orang itu sangat bodoh atau gila yang akalnya tidak berfungsi sama sekali.

Adalah sebuah ilustrasi, ketika anda telah bisa memahaminya, maka ketahuilah bahwa Tuhan kita adalah Maharaja, yang seluruh penduduk langit dan bumi serta seluruh isinya menghaturkan sembah suci kepada-Nya. Tidak satu pun terkecuali, semua menghaturkan tasbih dengan memuji-Nya. Semua penduduk langit dan bumi, menghaturkan sembah sujud kepada-Nya baik dengan penuh ketaatan atau masih disertai dengan keterpaksaan.

Di antara makhluk yang berkhidmat di pintu-Nya adalah Malaikat Jibrīl, Mikā’īl, Isrāfīl, Izrā’īl, para malaikat pemikul ‘Arasy, para malaikat Karūbiyyūn, malaikat Rūḥāniyyūn dan semua malaikat yang dekat dengan Allah, yang jumlahnya tidak terhitung, hanya Allah, Tuhan semesta alam yang mengetahui jumlahnya. Mereka berada di tempat yang luhur dengan kondisinya yang suci dan peribadatannya yang agung.

Kemudian di antara orang-orang yang selalu khidmat di sisi Allah adalah Nabi Ādam, Nūḥ, Ibrāhīm, Mūsā, ‘Īsā, Nabi Muḥammad s.a.w., dan seluruh para nabi serta para rasul yang berada di tingkatan yang luhur, dengan kehormatan kedudukannya yang mulia. Sungguh ibadah mereka begitu agung dan sangat berharga.

Pada tingkatan berikutnya adalah para Imām dan ulama yang baik-baik, para ahli zuhud yang mempunyai martabat agung lagi mulia, dengan kondisi jasmani yang bersih lagi suci. Mereka nyata-nyata memperbanyak ibadah dengan tulus ikhlas.

Sementara dalam tataran pengabdian yang paling hina di hadapan Allah adalah khidmat yang dilakukan para raja dunia dan orang-orang yang diktator. Memang dengan kondisinya yang penuh kehinaan, mereka sujud menyusup-nyusupkan wajah sambil menangis, mengajukan hajat dan mengakui akan kehambaannya yang penuh dengan segala kekurangan. Sehingga kadang-kadang berkat kemuliaan Allah, Ia berkenan sekali-sekali memandang mereka, mengabulkan hajat atau mengampuni kesalahan mereka.

Padahal, Allah dengan kedudukannya sebagai Tuhan Yang Maha Agung, Maha Kuasa dan dengan segala kesempurnaan-Nya, berkenan memberikan izin kepada anda yang hina, penuh aib dan kotoran. Seandainya anda meminta izin kepada kepala desa anda saja, ia tidak berkenan memberi izin; seandainya anda mengajak bicara bupati, besar kemungkinan ia tidak mau menyahut; dan seandainya anda sujud di hadapan penguasa negeri anda, bisa jadi menoleh pun, ia tidak akan sudi. Tetapi, Allah dengan sifat-Nya yang serba Maha, berkenan memberi anda izin, hingga anda bisa menyembah dan memuji-Nya, menyampaikan permohonan kepada-Nya. Berbagai macam alasan anda kemukakan dalam rangka mengajukan permohonan kepada-Nya, supaya Ia berkenan memenuhi hajat dan kepentingan-kepentingan anda. Namun demikian Allah berkenan ridhā’ dengan dua rakaat anda yang begitu buruk dan dalam keadaannya yang compang-camping, bahkan Ia berkenan menyediakan pahala yang tidak pernah terlintas di hati manusia.

Sementara dalam keadaan yang demikian itu, dengan kondisi shalat dua rakaat anda yang penuh kekurangan dan cacat itu, anda merasa kagum dan menganggapnya banyak lagi agung, anda tidak menyadari bahwa karunia yang anda terima itu, semata-mata berkat anugerah dari Allah, bukan lantaran shalat dua rakaat anda yang masih compang-camping itu.

Ketika anda tidak menyadari akan hal itu, betapa buruknya anda sebagai hamba dan betapa bodohnya anda sebagai manusia. Kepada Allah kita memohon perlindungan dan pertolongan, serta hanya kepada-Nya kita mengadukan akan kebodohan diri. Akhirnya, kepada-Nya pula kita berserah diri.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *