Durhaka Kepada Kedua Orang Tua – Bakti Kepada Kedua Orangtua (3/3)

BAKTI KEPADA KEDUA ORANGTUA
Hak Ibu-Bapak, Anak dan Keluarga

Judul asli: BIRR-UL-WĀLIDAIN WA-ḤUQŪQ-UL-ABĀ’ WAL-ABNĀ’ WAL-ARḤĀM
Oleh: Aḥmad ‘Īsā ‘Asyūr
 
Penerjemah: Ustadz H. YUSUF
Penerbit: HAZANAH ILMU

Rangkaian Pos: Durhaka Kepada Kedua Orang Tua - Bakti Kepada Kedua Orangtua

Membuat Susah dan Menangisnya Ibu Bapak Termasuk Durhaka

عَنْ عَلِيٍّ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ قَاَلَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى للهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: مَنْ أَحْزَنَ وَالِدَيْهِ فَقَدْ عَقَّهُمَا. رواه بي الخطيب وأخرحه البخاري فِي الأَدَب الْمُفْرَدِ.

Dari ‘Ali Karramallahu wajhah, ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Siapa yang membuat susah kedua orang tuanya maka sungguh ia itu telah durhaka kepadanya.” (Diriwayatkan oleh Ibn-ul-Khathīb)

Al-Bukhārī mengeluarkan di dalam al-Adab-ul-Mufrad dari Ibnu ‘Umar r.a.:

بُكَاءُ الوَالِدَيْنِ مِنَ العُقُوْقِ.

Membuat tangisnya kedua orang tua adalah termasuk durhaka kepadanya.”

Al-Bukhārī mengeluarkannya juga di dalam hal adab dari Ziyād bin Mir’aq dari Thaisilah bahwa ia mendengar Ibnu ‘Umar r.a. bertaka:

بُكَاءُ الوَالِدَينِ مِنَ العُقُوْقِ وَ الْكَبَائِرِ

Membuat tangisnya kedua orang tua adalah termasuk durhaka kepada orang tuan dan termasuk dosa besar.

وَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍ وَ بْنِ الْعَاصِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: مِنَ الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ هَلْ يَشْتِمُ الرَّجُلُ وَاِلدَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَ يَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ. رواه البخاري و مسلم و أبو داود و الترمذي.

Dari ‘Abdullāh bin ‘Amr bin al-‘Āsh ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Termasuk dosa besar ialah seseorang mencaci maki kepada kedua orang tuanya.” Mereka bertanya: Ya Rasulullah! Apakah dapat terjadi seseorang mencaci maki ibu-bapaknya? Beliau bersabda: “Ya, dapat. Seseorang mencaci maki ayah orang lain lalu orang lain membalas mencaci maki ayah orang itu dan mencaci maki ibu orang lain lalu orang itu mencaci maki ibunya.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Muslim dan Abū Daūd dan at-Tirmīdzī)

وَ عَنْ عَمْرٍ وَ بْنِ مَيْمُوْنٍ قَالَ: رَأَى مُوْسَى رَجُلًا عِنْدَ الْعَرْشِ فَغَبِطَهُ بِمَكَانِهِ فَسَأَلَ عَنْهُ فَقَالُوْا: نُخْبِرُكَ بِعَمَلِهِ. لَا يَحْسُدُ النَّاسَ عَلَى مَا آتَاهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَ لَا يَمْشِي بِاالنَّمِيْمَةِ وَ لَا يَعُقُّ وَالِدَيْهِ. قَالَ: أَيْ رَبِّي وَ مَنْ يَعُقُّ وَالِدَيْهِ؟ قاَلَ: يَسْتَسِبُّ لَهُمَا حَتَّى يُسَبَّا. رواه أحمد فِي الزُّهْدِ.

Dari ‘Amr bin Maimūn, ia berkata: “Nabi Musa melihat seseorang di ‘Arsy menginginkan kedudukannya. Lalu bertanya tentang orang itu. Mereka berkata: Kami dapat memberi tahu kepadamu tentang amalnya. Yaitu Ia tidak pernah merasa dengki dan iri hati atas anugerah Allah yang telah diberikan kepada manusia, tidak berjalan berbuat namimah dan tidak durhaka kepada kedua orang tua. Musa berkata: Aduhai Tuhanku! Siapakah orang berani kepada kedua orang tuanya? Tuhan berfirman: Mencaci maki ibu-bapak orang lain sehingga dapat terjadi orang lain mencaci maki kedua orang tuanya.” (Diriwayatkan oleh Aḥmad di dalam bab az-Zuhd)

Termasuk Durhaka Seorang yang Membelalakkan Mata Kepada Ibu Bapaknya

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: مَا بَرَّ أَبَاهُ مَنْ حَدَّ إِلَيْهِ الطَّرْفُ. رواه البيهقي و ابن مردويه.

Dari ‘Ā’isyah r.a. ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidaklah berbakti kepada kedua orang tuanya, anak yang membelalakkan mata kepadanya.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan Ibnu Mardawaih)

Dan ath-Thabrānī meriwayatkan dengan lafazh yang artinya: “Tidaklah berbakti kepada bapaknya seseorang yang membelalakkan matanya sebab marah.

Dengan demikian berarti: Siapa saja yang memandang kepada ibu bapaknya dengan pandangan marah meskipun tidak berbicara sepatah kata pun, telah dikatakan tidak berbakti kepada ibu bapaknya melainkan durhaka. Maka durhaka kepada kedua orang tua itu selain dengan kata-kata dapat juga hanya dengan pandangan mata sebab marah.

و عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: لَمْ يَتْلُ الْقُرْآنَ مَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِهِ وَ لَمْ يَبَرَّ وَالِدَيْهِ مَنْ أَحَدَّ النَّظَرَ إِلَيْهِمَا فِي حَالِ الْعُقُوْقِ أُولَـٰئِكَ بَرَاءٌ مِنِّي وَ أَنَا مِنْهُمْ بَرِيءٌ. رواه الدارقطني

Dari Abū Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidaklah dinamakan membaca al-Qur’an orang yang tidak mengamalkan apa yang telah dibaca, dan tidaklah disebut berbakti kepada kedua orang tua seseorang yang menajamkan pandangan (membelalakkan) matanya kepada mereka karena berani kepadanya. Mereka itu terlepas dari aku dan akupun melepaskan diri dari mereka.” (Diriwayatkan oleh ad-Daraquthnī).

Bahayanya Durhaka Kepada Kedua Orang Tua

عَنْ عَمْرٍ وَ بْنِ مُرَّةَ الْجُهَنِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ شَهِدْتُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهِ وَ أَنَّكَ رَسُوْلُ اللهِ وَ صَلَّيْتُ الْخَمْسَ وَ أَدَّيْتُ زَكَاةَ مَالِي وَ صُمْتُ رَمَظَانَ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: مَنْ مَاتَ عَلَى هٰذَا كَانَ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَ الصِّدِّيْقِيْنَ وَ الشُّهَدَاءِ يَوْمَ القِيَامَةِ هٰكَذَا – وَ نَصَبَ إِصْبَعَيْهِ – مَا لَمْ يَعُقَّ وَالِدَيْهِ. رواه أحمد و الطبراني بِإِسْنَادَيْنِ : أَحَدُهُمَا صَحِيْحٌ.

Dari ‘Amr bin Murrah al-Juhanī r.a. ia berkata: “Seseorang laki-laki datang menghadap Nabi s.a.w. lalu berkata: Wahai Rasulullah! Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa engkau adalah Rasul Allah. Saya mengerjakan shalat lima kali, menunaikan zakat harta, dan juga berpuasa ramadhan, cukupkah itu? Maka Nabi s.a.w. bersabda: “Siapa yang mati dan telah melaksanakan semua itu nanti berada bersama para nabi, para siddiqīn, para syuhadā’ dan pada hari kiamat nanti seperti jariku ini, beliau menunjukkan dua jarinya, kalau ia tidak durhaka kepada kedua orang tuanya.” (Diriwayatkan oleh Aḥmad, ath-Thabrānī dengan dua sanad yang salah satunya shaḥīḥ)

و عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِيْ أَوْفَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَأَتَاهُ آتٍ فَقَالَ: شَآبٌ نَجْوَدُ بِنَفْسِهِ فَقِيْلَ لَهُ: قَالَ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ فَلَمْ يَسْتَطِعْ فَقَالَ: كَانَ يُصَلِّي؟ فَقَالَ: نَعَمْ فَنَهَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ نَهَضْنَا مَعَهُ فَدَخَلَ عَلَى الشَّابِّ فَقَالَ لَهُ: قُلْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ. فَقَالَ: لَا أَسْتَطِيْعُ. قَالَ: لِمَ؟ قَالُوْا: كَانَ يَعُقُّ وَالِدَتَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ َوَ سَلَّمَ: أَحَيَّةٌ أُمُّهُ؟ قَالُوْ: نَعَمْ. قَالَ: أُدْعُوْهَا فَدَعَوْهَا فَجَاءَتْ فَقَالَ: هَذَا إِبْنُكَ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. فَقَالَ لَهَا: أَرَأَيْتَ – أَخْبِرِيْنِى – لَوْ أُجِّجَتْ نَارٌ ضَخْمَةٌ فَقِيْلَ لَكَ: إِنْ شَفَعْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِذَنْ أَشْفَعُ. قَالَ: فَأَشْهِدِى اللهَ. وَ أَشْهَدِيْنِى قَدْ رَضِيْتُ عَنْهُ. قَالَتْ: اَللَّهُمَّ إِنِّي أُشْهِدُكَ وَ أُشْهِدُ رَسُوْلَكَ أَنِّي قَدْ رَضِيْتُ عَنِ ابْنِي قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: يَا غُلَامُ – قَلَ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ فَقَالَ لَهَا فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْقَدَهُ بِي مِنَ النَّارِ. رواه الطبراني و أحمد

Dari ‘Abdullāh bin Abū Auf r.a. ia berkata: Kami berada di samping Nabi s.a.w., tiba-tiba datanglah seseorang menghadap beliau lalu berkata: Ada seorang pemuda dalam keadaan sakarāt-il-maut lalu dikatakan orang kepadanya: Ucapkanlah Lā ilāhā illallāh. Tetapi pemuda itu tidak dapat mengucapkannya. Nabi bersabda: “Apakah orang itu melakukan shalat?” Orang itu menjabaw: Sungguh ia itu melakukan shalat. Kemudian Rasulullah berangkat menuju ke tempat orang itu dan kami bersama mengikuti beliau. Maka beliau masuk menemui pemuda itu, dan bersabda: “Ucapkanlah, Lā ilāhā illallāh!” Pemuda itu menjawab: Saya tidak dapat membaca. Nabi bertanya: “Mengapa tidak dapat membaca?” Orang-orang di situ berkata: Orang ini dahulu berani kepada ibunya. Nabi bertanya: “Apakah ibunya masih hidup?” Mereka menjawab: Ya, ia masih hidup. Nabi bersabda: “Panggillah ibunya datang kemari”. Mereka lalu memanggilnya, kemudian ibunya datang. Nabi s.a.w. bersabda: “Apakah orang ini benar-benar anakmu?” Ibu itu menjawab: Ya, benar. Itu anakku. Nabi bersabda kepada ibu anak itu: “Bagaimana pendapatmu bila di sini dinyalakan api besar lalu kamu ditanya: Jika kamu mau menolong dia, maka ia akan kami bebaskan tetapi kalau kamu tidak mau menolong, anakmu itu akan kami bakar dengan api itu. Nah maukah kamu menolongnya?” Ibu itu berkata: Aduhai Rasulullah, kalau begitu maka saya mau menolong dia. Nabi bersabda: “Maka bersaksilah kepada Allah dan bersaksilah kepadaku bahwa kamu telah ridha kepada anakmu!” Ibu itu lalu mengucapkan: “Ya Allah! Aku mohon Engkau menjadi saksi, dan Rasul-Mu juga menjadi saksi bahwa aku telah ridha kepada anakku”. Kemudian Rasulullah memanggil, hai anak! Ucapkanlah: “Tidak ada Tuhan melainkan Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muḥammad itu hamba Allah dan Rasul-nya.” Anak itu dapat mengucapkannya. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan orang ini dari api neraka.” (Diriwayatkan oleh ath-Thabrānī dan Aḥmad).

Membenci dan Melepaskan Diri Dari Kedua Orang Tua Termasuk Berdosa

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: ثَلَاثَةٌ لَعَنَهُمُ اللهُ تَعَالَى: رَجُلٌ رَغِبَ عَنْ وَالِدَيْهِ وَ رَجُلٌ يَسْعَى بَيْنَ رَجُلٍ وَامْرَاَةٍ يُفَرِّقُ بَيْنَهُمَا ثُمَّ تَخَلَّفَ عَلَيْهَا مِنْ بَعْدِهِ وَ رَجُلٌ سَعَى بَيْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِالْأَحَادِيْثِ لَيَتَبَاغَضُوْا وَ يَتَحَاسَدُوْا. رواه الديلمى فِي مُسْنَدِ الفِرْدَوْسِ.

Dari ‘Umar r.a. ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Ada tiga golongan manusia yang dilaknati Allah s.w.t.: (1) Orang yang membenci kedua orang tuanya, (2) orang yang berusaha memisahkan antara suami isteri dari keduanya kemudian mengawininya dan (3) seorang yang berusaha dengan kata-katanya agar orang mukmin saling benci dan mendengki.” (Diriwayatkan oleh ad-Dailamī di dalam Musnad-ul-Firdaus).

وَ عَنْ سَهْلِ ابْنِ مُعَاذٍ عَنْ أَبِيْهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: مِنَ العِبَادِ عِبَادٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَ لَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَ لَا يُزَكِّيْهِمْ وَ لَا يُطَهِّرُهُمْ قِيْلَ: مَنْ أُولَـٰئِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: الْمُتَبَرِّئُ مِنْ وَالِدَيْهِ وَ رَجُلٌ اَنْعَمَ عَلَيْهِ قَوْمٌ فَكَفَرَ نِعْمَتَهُمْ وَ تَبَرَّأَ مِنْهُمْ. رواه احمد و البيهقي فِي شُعَبِ الْاِيْمَانِ و الطبراني

Dari Sahl bin Mu’ādz dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Di antara hamba-hamba Allah ini ada hamba-hamba yang pada hari kiamat nanti Allah tidak mau berbicara dengannya, tidak melihatnya, tidak mau mensucikanya dan tidak pula mau membersihkannya.” Dikatakan orang: Siapakah mereka itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: “Orang yang melepaskan diri dari kedua orang tuanya dan orang yang diberi kenikmatan oleh suatu kaum lalu ia mengingkari kenikmatan itu bahkan melepaskan diri dari mereka.” (Diriwayatkan oleh Aḥmad, al-Baihaqī di dalam Syu’ab-ul-Īmān dan ath-Thabrānī)

Dosa dan Hukuman Memukul Ibu Bapak

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: سَبْعَةٌ لَا يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ القِيَامَةِ، وَ لَا يُزَكِّيْهِمْ وَ لَا يَجْمَعُهُمْ مَعَ الْعَالَمِيْنَ وَ يُدْخِلُهُمُ النَّارَ اَوَّلَ الدَّاخِلِيْنَ إِلَّا يَتُوْبُوْا إِلَّا أَنْ يَتُوْبُوْا. فَمَنْ تَابَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِ النَّاكِحُ يَدَهُ وَ الْفَاعِلُ وَ الْمَفْعُوْلُ بِهِ وَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَ الضَّارِبُ أَبَوَيْهِ حَتَّى يَسْتَغِيْثَا وَ الْمُؤْذِي جِيْرَانَهُ حَتَّى يَلْعَنُوْهُ وَ النَّاكِحُ خَلِيْلَةَ جَارِهِ. رواه البيهقي فِي شُعَبِ الإِيْمَانِ وَ الْحَسَنُ ابْنُ عَرَفَةَ فِي جُزْئِهِ.

Dari Anas r.a. ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Ada tujuh golongan manusia yang pada hari kiamat nanti Allah tidak mau melihat mereka, tidak mau mensucikan mereka dan tidak dikumpulkan dengan alam yang lain dan memasukkan mereka ke neraka pada barisan yang pertama kecuali mereka segera bertaubat. Siapa yang mau bertaubat maka Allah menerima taubatnya; yaitu: Seorang yang kawin dengan tangannya (onani), masing-masing dua orang sejenis berlaku seperti suami istri (homosek dan lesbian), peminum minuman keras, seorang yang memukul kedua orang tuanya sehingga mereka mengaduh kesakitan, orang yang menyakiti hati tetangga sehingga mereka melaknatinya, dan menyetubuhi istri tetangganya.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqī di dalam Syu’ab-ul-Īmān dan al-Ḥasan bin ‘Urfah ada di dalam bagiannya)

Allah Akan Memadamkan Cahaya Kepada Orang yang Mendurhakai Sahabat Ibu Bapaknya

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِحْفَظْ وُدَّ أَبِيْكَ لَا تَقْطَعْهُ فَيُطْفِئَ اللهِ نُوْرَكَ. رواه البخارى فِي الأَدَب الْمُفْرَدِ و الطبراني و البيهقي

Dari Ibnu ‘Umar r.a. ia berkata: Nabi s.a.w. bersabda: “Jagalah kecintaan kepada orang tuamu, jangan memutuskan hubungan dengannya sehingga Allah memadamkan cahayamu!” (Diriwayatkan al-Bukhārī di dalam al-Adab-ul-Mufrad, ath-Thabrānī dan al-Baihaqī)

وَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ كَعْبٍ الْأَحْبَارِ قَالَ: فِيْ كِتَابِ اللهِ الَّذِيْ أُنْزِلَ عَلَى مُوْسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ: إِحْفَظْ وُدَّ أَبِيْكَ لَا تَقْطَعْهُ فَيُطْفِئَ اللهَ نُوْرَكَ. رواه بن عساكر

Dari Abu Hurairah r.a. dari Ka’ab al-Akhbār ia berkata: “Ada di dalam kitab Allah yang diturunkan kepada Musa a.s.: “Jagalah kecintaan ayahmu jangan memutuskan hubungan dengannya sehingga Allah memadamkan cahayamu!”.” (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asākir)

Jalan Keluar Dari Durhaka

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنَّ الْعَبْدَ لَيَمُوْتُ وَالِدَاهُ أَوْ أَحَدُهُمَا وَ إِنَّهُ لَهُمَا لَعَاقٌ فَلَا يَزَالُ يَدُعُوْ لَهُمَا وَ يَسْتَغْفِرُ لَهُمَا حَتَّى يَكْتُبَهُ اللهُ بَارًّا. رواه البيهقي فِي شُعَبِ الإِيْمَانِ.

Dari Anas r.a. ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya ada hamba yang kedua orang tuanya telah meninggal dunia atau salah satunya, dan orang itu dahulu durhaka kepada ibu-bapaknya, kemudian ia selalu berdoa dan memohonkan ampun bagi keduanya, sehingga Allah mencatat sebagai seorang yang berbakti kepada kedua orang tua.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam Syu’ab-ul-Īmān)

و عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: مَنْ قَضَى دِيْنَ وَالِدَيْهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا وَ أَوْفَى نَذْرَهُمَا وَ لَمْ يَسْتَسِبَّ لَهُمَا كُتِبَ بَارًّا وَ إِنْ كَانَ عَاقًّا لَهُمَا. رواه بن عساكر

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Orang yang memenuhi (mengembalikan) hutang kedua orang tuanya sesudah meninggalnya dan menemuhi nadzar-nadzarnya dan tidak pula mencaci makinya, maka ia dicatat sebagai seorang yang berbakti meskipun dahulu durhaka kepada keduanya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asākir)

و عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: مَنْ بَرَّ قَسَمَهُمَا وَ قَضَى دَيْنَهُمَا وَ لَمْ يَسْتَسِبَّ لَهُمَا كُتِبَ بَارًّ وَ إِنْ كَانَ عَاقًّا فِي حَيَاتِهِمَا. رواه الطبراني في الأوسط.

Dari ‘Abdullah bin Samurah r.a. ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Siapa yang memenuhi sumpah ibu bapaknya, melunasi hutangnya dan tidak mencaci maki ibu-bapaknya maka ia ditulis sebagai orang yang berbakti meskipun pada waktu hidupnya ia durhaka kepada kedua orang tuanya.” (Diriwayatkan oelh ath-Thabrānī di dalam Al-Ausath)

Siksaan yang Paling Berat Pada Hari Kiamat

عَنْ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَاْبًا يَوْمَ القِيَامَةِ مَنْ قَتَلَ نَبِيًّا أَوْ قَتَلَهُ نَبِيٌّ أَوْ قَتَلَ أَحَد وَالِدَيْهِ وَ الْمُصَوِّرُوْنَ وَ عَالِمٌ لَمْ يَنْفَعْ بِعِلْمِهِ. رواه البيهقي فِي شُعَبِ الإِيْمَانِ.

Dari Ibnu ‘Abbās r.a. ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya yang paling berat siksaan pada manusia pada hari kiamat nanti ialah siksaan pada orang yang membunuh Nabi atau yang dibunuh oleh Nabi atau membunuh salah satu dari orang tuanya, pembuat gambar dan orang alim yang tidak memanfaatkan ilmunya.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam Syu’ab-ul-Īmān)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *