Surah al-Ghasyiyah 88 ~ Tafsir Syaikh Fadhlallah (1/2)

Tafsir Juz ‘Amma
(Judul Asli: Beams of Illumination)
Oleh: Syaikh Fadhlallah Haeri

Rangkaian Pos: Surah al-Ghasyiyah 88 ~ Tafsir Syaikh Fadhlallah

SURAH AL-GHĀSYIYAH

“PERISTIWA YANG MELINGKUPI”

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Dengan Nama Allah, Yang Maha Pengasih, Lagi Maha Penyayang.

 

Surah ini dibagi ke dalam dua bagian. Pertama tentang Hari Kebangkitan, dunia berikutnya, surga dan neraka. Kedua, tentang pesan tauhid yang dalam dan meliputi semua yang diberikan kepada kita agar kita merenungkan apa yang terdekat kepada kita dalam penciptaan sehingga kita bisa melihat kesempurnaan dan keesaannya.

هَلْ أَتَاكَ حَدِيْثُ الْغَاشِيَةِ

  1. Belum datangkah kepadamu kabar tentang peristiwa yang melingkupi?

Ḥadīts (hadis), yang berasal dari akar kata ḥadatsa (menjadi baru, terjadi, muncul) adalah suatu peristiwa. Ḥaddatsa, bentuk akar kata kerja kedua, juga berarti ‘menceritakan, memberitahukan’. Dengan demikian, hadis juga merupakan narasi tentang suatu peristiwa atau tradisi.

Ghāsyiyah berasal dari ghasyiya (menutup, seperti dengan kulit atau seperai, melingkupi). Hari Kebangkitan juga disebut al-ghāsyiyah karena ia menutupi segala sesuatu di bawah kekuasaannya. Pada hari itu segala sesuatu dalam penciptaan akan disentakkan dan diguncangkan, dan manusia akan jatuh pingsan karena dahsyatnya bencana alam. Sebenarnya, dalam bahasa ‘Arab kata untuk ‘jatuh pingsan’ adalah ghusyiya ‘alayhi yakni bentuk pasif dari kata kerja yang sama. Ghasyiya bi ‘ashahu berarti ‘ia memukul dengan tongkat’, yang berarti bahwa ketika seseorang dipukul maka ia dikuasai oleh rasa sakit. Sama halnya, permulaan Hari Kebangkitan dan kesadaran baru yang menyertai keadaan itu akan menutupi dan menguasai keadaan lainnya.

Di sini kita ditanya, seakan-akan dengan cara mengingatkan, apakah kita telah menerima kabar tentang peristiwa yang melingkupi semua, menutupi semua yang meliputi, dan mengenai segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya. Ketika ghāsyiyah itu terjadi, hal-hal yang kita ketahui sebagai kehidupan semuanya akan berakhir.

وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ

  1. Pada hari itu wajah-wajah akan menunduk.

Kata ‘wajah-wajah’ di sini menunjuk kepada wajah mereka yang tidak siap menghadapi peristiwa. Khāsyi‘ah berarti ‘sedih, bersahaja, rendah’, menunjuk kepada wajah-wajah mereka yang perbuatan dan niatnya tidak sejalan.

Wajah merupakan titik persentuhan dan kontak pertama antara kita dengan dunia lahiriah. Ia mengandung organ pendengaran, penglihatan dan perasa, dan aspek lahiriahnya merupakan refleksi dari keadaan batin. Sehingga, permukaan luar, kulit, akan mengungkapkan dan memperlihatkan hal yang terkandung di sebelah dalamnya. Kita telah melihat manusia muncul di tengah para pecinta Allah dengan wajah-wajah yang muram, tapi setelah sejenak dalam rombongan yang diterangi cahaya itu, wajah mereka berubah menjadi gembira, yang merefleksikan gejala lahir dari keadaan batin mereka. Mereka menemukan bahwa apa yang menggema dalam hati mereka tentang Realitas adalah nyata; mereka tak lagi merasa terisolir dan mereka mendapat konfirmasi. Oleh karena itu, mereka santai dan wajah mereka menunjukkan hal itu.

عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ

  1. Bekerja keras, membanting tulang,

‘Āmilah berarti ‘berkeja keras, membanting tulang, mengerjakan’. Nāshibah berasal dari akar kata nashaba, yang berarti ‘menempatkan, menetapkan, menegakkan, menimpai’. Ia juga berarti ‘menyulitkan, menjemukan, meletihkan’. Nāshibah digunakan di sini karena pada Hari itu orang-orang yang digelandang ke neraka oleh segala perbuatan masa lalunya akan sia-sialah usaha mereka membersihkan diri, karena mereka tidak akan lagi berada di tempat untuk beramal. Nushb, dari akar yang sama, adalah ‘berhala’. Penyembahan berhala itu meletihkan karena tidak membawa kepada kepuasan. Nashshab berarti ‘penipuan, orang yang membohongi, orang yang menyimpang dari kebenaran’ karena penyembahan berhala merupakan penipuan tentang Tuhan. Orang-orang yang rugi pada Yawm-ul-Qiyāmah (Hari Pengadilan) akan berada dalam kekacauan dan pergolakan karena mereka mulai merasakan ganjaran terakhir atas pelanggaran mereka.

تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً

  1. Masuk ke dalam neraka yang panas.

Mereka akan disiksa, dibakar (shalā, memanggang, membakar) dalam kekacauan dan pergolakan yang tiada henti. Gambaran tentang neraka merupakan analogi atau kiasan untuk manusia, yang hanya dapat memahami neraka menurut imajinasi dunia fisik. Gambaran-gambaran ini berasal dari kesadaran yang berada di luar pengalaman sehari-hari kita, tapi pengungkapannya menggunakan bahasa kita sehari-hari agar kita dapat memahaminya. Bagaimana kita dapat menggambarkan dunia luar kepada orang yang selama hidupnya tinggal di dalam gua? Kita berada dalam gua, mendengarkan gambaran tentang eksistensi lain, kesadaran lain, yang paling banter (sangat; keras (dalam keadaan dan sebagainya)) hanya merupakan bayangan dari realitas.

تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ

  1. Diberi minum dari sumber air yang mendidih.

Sekali lagi kita harus membayangkan kultur bangsa ‘Arab gurun pasir dan kelangkaan air yang terus-menerus. Sepanjang beberapa ratus mil mungkin hanya ada satu oasis kecil, satu sumber air. Makanan jarang tersedia, dan sumber utamanya adalah mata air.

Minuman yang mendidih tidak dapat memuaskan rasa haus seseorang dan hanya menambah pergolakan. Dalam setiap hal manusia adalah pencari ketenangan, makanan dan stabilitas, tapi pada hari itu sebagian orang akan disingkirkan dari semua kesenangan ini.

لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ ضَرِيْعٍ

  1. Mereka tidak akan mendapat makanan selain duri,

Dhar‘ (tanaman berduri) berasal dari akar kata dhara‘a, yang berarti ‘bersikap rendah hati, berkhidmat, terhina, rendah diri’. Dhar‘ juga merupakan nama tanaman yang tumbuh di neraka. Ketika Nabi s.a.w. ditanya, ‘Apa itu dharī‘?, beliau menjawab, ‘Ia adalah tanaman berduri yang rasanya paling pahit, bau tengik dan tak berguna.’ Saking berdurinya sebagian tanaman gurun pasir sampai unta-unta pun tidak memakannya. Dharī‘ mendatangkan kekacauan dan kesulitan yang tidak perlu, dan tidak bisa dimakan. Inilah makna dari pergolakan; tanaman tersebut tidak cocok untuk negeri akhirat karena tidak lolos uji loyalitas kepada Sang Pencipta, yang menjadi tujuan diciptakannya manusia dalam kehidupan ini.

لَا يُسْمِنُ وَ لَا يُغْنِيْ مِنْ جُوْعٍ

  1. Yang tak akan menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.

Tumbuhan seperti itu bagaimana pun tidak dapat mengenyangkan atau memberi seseorang makanan yang dibutuhkan. Maka seseorang tetap berada dalam pergolakan yang membakar. Orang yang merugi dalam kehidupan ini telah menghabiskan modalnya tanpa mengisinya lagi. Karena ia tidak melakukan investasi yang nyata dalam kehidupan ini, ia akan berada dalam neraka yang bergolak di kehidupan mendatang. Orang kafir tiba pada hari itu tanpa memiliki sumberdaya karena ia tidak menghabiskan waktunya untuk mencari pengetahuan Allah. Ia telah menghambur-hamburkan semua yang dimilikinya, dan dalam kehidupan selanjutnya ia akan mengalami kebangkrutan yang disebabkannya sendiri dalam kehidupan ini.

وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ

  1. Pada bari itu wajah-wajah (lain) akan berseri-seri,

Sekarang digambarkan wajah-wajah mereka yang telah menyatukan aspek lahir dan aspek batinnya di jalan keselamatan. Nā‘imah berasal dari akar na‘ima, yang berarti ‘menikmati kesenangan dan kenyamanan hidup, bersenang-senang’, dan menunjukkan kemudahan dan ketenteraman. Wajah-wajah mereka mencerminkan tiadanya kerisauan.

لِسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ

  1. Merasa puas karena perjuangan mereka,

Mereka akan kembali kepada Tuhan mereka dengan senang dan puas. Semasa hidup di dunia mereka berkeyakinan bahwa kehidupan mendatang benar-benar ada dan bahwa untuk setiap perbuatan ada ganjaran yang setimpal. Ketika mati mereka akan menjalaninya dengan ikhlas berkat upaya dan kerja keras mereka di dunia ini. Keikhlasan mereka, keridhaan mereka, akan terungkap sendiri pada wajah-wajah mereka.

فِيْ جَنَّةٍ عَالِيَةٍ

  1. Dalam sebuah taman yang tinggi.

‘Āliyah berasal dari kata ‘alā, yang berarti ‘menjadi tinggi, naik, mulia atau agung’. Keadaan surga dilukiskan dalam al-Qur’an memiliki ketinggian yang berbeda-beda, sebagaimana neraka yang memiliki derajat berbeda-beda.

Kita ambil contoh orang yang bertakwa, yang selalu hidup dengan benar menurut syariat, yang bekerja sebaik-baiknya dalam kehidupan ini, namun mati dengan berbagai keinginan yang tak terpenuhi. Itu memang keinginan-keinginan yang sah, dan dapat diterima secara syariat, namun walau demikian, ia mati dalam keadaan tidak puas. Bagaimana ia akan mencapai kesucian? Yang dilakukan Tuhan adalah menciptakan suatu tahapan surga yang dapat memuaskan dan menetralisir segala keinginannya yang tidak terpenuhi sehingga ia bisa bergerak melampaui keadaannya. Dalam alam kesadaran mendatang segala keinginannya akan tercapai, dan ia akan terus bergerak menuju ketiadaan keinginan, menuju keadaan mutlak, ‘surga yang tinggi’, keadaan yang melampaui keinginan.

لَّا تَسْمَعُ فِيْهَا لَاغِيَةً

  1. Di sana engkau tidak akan mendengar pembicaraan yang sia-sia.

Lāghiyah, diterjemahkan di sini sebagai ‘pembicaraan yang sia-sia’, berasal dari kata laghā, yang berarti ‘berbicara tanpa isi, bercakap omong kosong’. Laghw dari lagha berarti ‘omong kosong’. Jika kita menyadari ketidak-berperasaan kita, berarti kita mengetahui perasaan kita. Lughah berarti ‘bahasa’, yang tentu saja merupakan alat untuk mengkomunikasikan maksud dan perasaan. Akhirnya, tidak ada yang akan dikatakan. Jika pun ada maka itulah kalimat “Lā ilāha illallāh, Muḥammad rasūlullāh” (Tidak ada tuhan selain Allah, Muḥammad adalah Rasul Allah). Algha syay’a berarti ‘meniadakan atau membatalkan sesuatu’. Segala hasrat dapat dibatalkan. Jika seseorang menginginkan sesuatu yang diberikan kepadanya, kemudian hasrat itu dibatalkan oleh pemenuhannya dan hasrat baru muncul. Hasrat baru ini biasanya selalu dipegang lebih kuat sampai sifat dari hasrat dan nafs-nya dipahami.

Taman yang tinggi menunjukkan pemenuhan yang permanen. Dalam Taman itu tidak ada sesuatu yang tidak dapat kita percaya; hasrat tidak dapat kita percaya karena selalu berubah sepanjang waktu. Dengan demikian di dalam taman-taman yang paling tinggi itu tidak akan ada hasrat karena semuanya telah dinetralisir.

فِيْهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ

  1. Di dalamnya terdapat mata air yang memancar.

Di surga yang tinggi itu ada mata air yang memancar, yang menunjukkan bahwa ia berada dekat Sumber mata air yang memancarkan pengetahuan.

فِيْهَا سُرُرٌ مَّرْفُوْعَةٌ

  1. Di dalamnya ada singgasana yang ditinggikan,

وَ أَكْوَابٌ مَّوْضُوْعَةٌ

  1. Dan gelas minuman yang siap di tempat,

Setiap kesenangan dan perlengkapan tersedia, dan setiap hasrat terpenuhi. Semua kebutuhan lahiriah telah diurus, kerinduan terhadap kesadaran lahiriah dan apa pun hasrat yang kita miliki telah terpuaskan—cangkir kepuasan telah mengenyangkan kita. Dalam kesenangan mutlak ini tidak ada hasrat yang muncul.

وَ نَمَارِقُ مَصْفُوْفَةٌ

  1. Dan bantal-batal yang berderet,

Mashfūfah berasal dari kata shaffa (mengatur, menyusun secara berderet). Di sini ia menunjukkan keteraturan; segala sesuatu mengikuti urutannya yang berimbang.

وَ زَرَابِيُّ مَبْثُوْثَةٌ

  1. Dan permadani dibentangkan.

Mabtsūtsah berasal dari kata batstsa, artinya ‘mengedarkan, menggelar, membentangkan’. Beraneka ragam karpet dan permadani digelar di sekeliling taman di mana kelompok-kelompok orang dalam berbagai kesentosaan dan kesenangan yang indah dapat berbaring.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *