Kisah-kisah Doa Mustajab – Al-Ma’tsurat (1/2)

Al-Ma’tsūrāt
Kitab Doa Tertua

Diterjemahkan dari: Ad-Du‘ā-ul-Ma’tsūru wa Ādābuhu wa Mā Yajibu ‘alad-Dā’i Ittibā‘uhu
Karya: Abū Bakr ath-Thurthūsyī al-Andalūsī
 
Penerjemah: Muhammad Zaenal Arifin
Penerbit: Zaman

6.

Kisah-kisah Doa Mustajāb

 

Diriwayatkan oleh Abū Muḥammad ibn Abī Zayd bahwa ‘Abd-ul-Mālik ibn Ḥabīb, seorang alim Andalusia, pernah berdoa dan langsung dikabulkan. Saat itu, ombak tiba-tiba menjadi begitu besar. Ia kemudian berdiri, mengambil wudhu’, lalu menengadahkan kedua tangannya ke langit dan berdoa: “Ya Allah, ‘adzab apa yang telah Engkau timpakan kepada kami? Engkau Maha Kuasa. Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa perjalananku ini semata-mata demi mencari keridaan-Mu dan menghidupkan sunnah rasul-Mu, maka hilangkanlah kedukaan ini dari kami dan perlihatkanlah rahmat-Mu pada kami sebagaimana Engkau telah memperlihatkan ‘adzab-Mu pada kami.” Tak lama berselang, Allah s.w.t. kemudian mengabulkan permohonannya.

Menurut sebuah riwayat, ‘Abd-ul-Mālik ibn Ḥabīb semasa hidupnya telah melahirkan satu juga dīwān (kumpulan syair) di berbagai disiplin keilmuan berbeda.

Diriwayatkan bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Demi Dzāt yang menggenggam jiwaku. Sesungguhnya terdapat seorang hamba yang berdoa kepada Allah. padahal Allah telah murka terhadapnya. Tapi, hamba ini tetap berdoa kepada-Nya. Allah lalu berfirman pada para malaikat-Nya: “Hamba-Ku tidak mau berdoa (memohon) selain kepada-Ku, dan karenanya Aku mengabulkan doanya.”

Diriwayatkan bahwa ketika telah menciptakan makhluk, Allah s.w.t. berfirman: “Berbicaralah kepada-Ku, jika kalian tidak melakukannya maka dengarkanlah Aku, jika kalian tidak melakukannya maka beradalah di pintu-Ku, dan jika kalian tidak melakukannya juga maka haturkanlah permohonanmu kepada-Ku.” (371).

 

2

Terdapat seorang laki-laki yang melakukan perniagaan dari negara Syām ke Madīnah dan dari Madīnah ke negara Syām. Laki-laki ini tidak turut serta dalam kafilah (untuk menjaga keamanan diri dan barang dagangannya) dan hanya berserah diri kepada Allah s.w.t. Suatu hari, di tengah perjalanan dagangnya dari Syām menuju Madīnah, ia dicegat oleh seorang perampok. Perampok ini berteriak kepadanya: “Berhenti!” Ia pun menghentikan laju kudanya. Si perampok berkata lagi: “Serahkan hartamu, dan menyingkirlah dari jalanku.”

Ia lalu berkata: “Tunggulah sebentar sampai aku mengambil wudhu’, shalat, dan memohon kepada Tuhanku.” Si perampok pun menimpali: “Lakukanlah apa yang ingin engkau lakukan.”

Si pedagang pun turun dari kudanya, kemudian mengambil wudhu’, shalat empat raka‘at, lalu menengadahkan kedua tangannya ke langit dan mengucap doa: “Wahai Dzāt Yang Maha Pengasih, wahai Dzāt Yang Maha Pengasih, wahai Dzāt pemilik ‘Arsy yang agung, wahai Dzāt Yang Maha Mengadakan dan Maha Membangkitkan, wahai Dzāt Yang Mah berkehendak atas segala sesuatu yang dikehendaki. Aku memohon kepada-Mu dengan cahaya wajah-Mu yang memenuhi pilar-pilar ‘Arsy-Mu, dengan kekuasaan-Mu yang Engkau menciptakan makhluk-Mu, dengan rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu. Tidak ada tuhan selain Engkau, wahai Dzāt Maha Penolong, tolonglah aku. Wahai Dzāt Maha Penolong, tolonglah aku.” Ia mengucap doa ini sebanyak tiga kali.

Setelah si pedagang ini menyelesaikan doanya, tiba-tiba muncul seorang penunggang kuda dengan mengenakan pakaian berwarna hijau sambil membawa belati berkilauan cahaya. Ketika melihat penunggang kuda ini, si perampok langsung menghampirinya. Saat sudah dekat, si penunggang kuda tiba-tiba menikamnya hingga tersungkur. Setelah itu, si penunggang kuda menghampiri si pedagang dan berkata: “Berdirilah, dan bunuhlah dia!”

Si pedagang berkata: “Siapa kamu? Aku tak pernah membunuh seorang pun sebelumnya. Aku tidak ingin membunuhnya!”

Si penunggang kuda kemudian kembali menghampiri si perampok dan langsung membunuhnya, lalu berjalan ke arah si pedagang dan berkata: “Ketahuilah, aku adalah malaikat dari langit ketiga. Ketika engkau berdoa untuk kali pertama, kami mendengar ketukan di pintu-pintu langit. Kami pun berkata: “Sesuatu telah terjadi.” Jibrīl kemudian turun dari balik langit sambil memanggil nama orang yang tengah menimpakan kesusahan kepadamu. Aku pun dipanggil oleh Tuhanku dan memerintahkanku untuk membunuhnya.

“Ketahuilah, wahai ‘Abdullāh. Barang siapa yang berdoa dengan doamu tadi saat mengalami kesusahan dan musibah, Allah s.w.t. akan menghilangkan kesusahannya itu dan menolongnya.”

Akhirnya, si pedagang bisa melanjutkan perjalanannya dan tiba di Madīnah dengan selamat. Ia kemudian menceritakan kisah yang baru dialaminya itu kepada Nabi s.a.w. Nabi s.a.w. lalu bersabda: “Engkau telah menyeru Allah s.w.t. dengan nama-nama mulia-Nya yang jika dibuat untuk berdoa maka Dia s.w.t. pasti akan mengabulkan dan jika dibuat untuk memohon sesuatu maka Dia s.w.t. pasti akan memberikannya.

 

3

Al-Layts ibn Sa‘d pernah berkata: Ia melihat ‘Uqbah ibn Nāfi‘ dalam keadaan buta, dan beberapa lama kemudian ia melihatnya sudah dalam keadaan bisa melihat. Ia lalu bertanya padanya: “Dengan apa Allah s.w.t. mengembalikan penglihatanmu?” ‘Uqbah ibn Nāfi‘ menjawab: “Aku bermimpi dan dikatakan padaku: “Ucapkanlah: Wahai Dzāt Yang Maha Dekat, wahai Dzāt Yang Maha Mengabulkan, wahai Dzāt Yang Maha Mendengar doa. Wahai Dzāt Yang Maha Lembut terhadap segala sesuatu yang dikehendaki-Nya, kembalikanlah penglihatanku.” Aku pun mengucapkan kata-kata ini, dan Allah s.w.t. mengembalikan penglihatanku.”

 

4

Ibnu Khuzaimah berkata, ketika Aḥmad ibn Ḥanbal meninggal dunia, ia tengah di Iskandaria, dan itu membuatnya bersedih. Suatu hari, ia memimpikan Aḥmad ibn Ḥanbal tengah berjalan dengan gaya yang indah. Aku pun bertanya: “Wahai Abū ‘Abdillāh, cara jalan apa ini?”

Ibnu Ḥanbal menjawab: “Jalannya para pelayan di rumah keselamatan.”

Ia bertanya lagi: “Apa yang telah diperbuat Allah s.w.t. terhadapmu?”

Ibnu Ḥanbal menjawab: “Allah telah mengampuniku, memberiku mahkota dan memberiku dua sandal dari emas, dan berfirman padaku: “Wahai Aḥmad, ini semua karena perkataanmu: Al-Qur’ān adalah kalam-Ku. Wahai Aḥmad, berdoalah kepada-Ku dengan doa-doa yang telah diajarkan kepadamu oleh Sufyān ats-Tsaurī” Aku pun mengucapkan doa-doa itu di kehidupan dunia. Aku mengucapkan: “Ya Tuhan segala sesuatu, dengan kuasa-Mu atas segala sesuatu, ampunilah semua dosaku dan jangan Engkau tanyakan sesuatu pun kepadaku”. Allah lalu berfirman: “Wahai Aḥmad! Ini adalah surga, masuklah ke dalamnya.” Aku pun langsung masuk ke dalamnya.”

Catatan:

  1. 37). Risālah Qusyairiyyah, hlm. 526.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *