Hati Senang

Surah al-Ma’arij 70 ~ Tafsir al-Wasith (1/3)

Dari Buku:

Tafsīr al-Wasīth
(Jilid 3, al-Qashash – an-Nās)
Oleh: Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili


Penerjemah: muhtadi, dkk.
Penerbit: GEMA INSANI

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

SŪRAT-UL-MA‘ĀRIJ

ANCAMAN BERUPA ‘ADZAB AKHIRAT

Kaum musyrikin adalah orang-orang bodoh, mereka meminta diturunkannya ‘adzab di dunia dan meminta disegerakannya ‘adzab akhirat, sebagai bentuk tantangan, olok-olok dan pembangkangan, betapa pun al-Qur’an telah memberitahukan di‘adzabnya umat-umat sebelum mereka, yaitu orang-orang yang lebih hebat kekuatan pembangkangan, kekayaan dan kekuasaannya daripada mereka. Maka datanglah peringatan lain dari langit yang mengancam mereka dengan ‘adzab yang pasti terjadi, disertai deskripsi yang menakutkan tentang hari kiamat berikut kekerasan, kengerian dan perubahan-perubahan asing yang berbeda dari kebiasaan di dunia, semua itu semakin menambah perasaan takut dan gentar. Sebagaimana disebutkan pada permulaan surah al-Ma‘ārij, surah Makkiyyah menurut ijma‘, yaitu di dalam beberapa ayat berikut:

سَأَلَ سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ. لِّلْكَافِريْنَ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ. مِّنَ اللهِ ذِي الْمَعَارِجِ. تَعْرُجُ الْمَلآئِكَةُ وَ الرُّوْحُ إِلَيْهِ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ. فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيْلًا. إِنَّهُمْ يَرَوْنَهُ بَعِيْدًا. وَ نَرَاهُ قَرِيْبًا. يَوْمَ تَكُوْنُ السَّمَاءُ كَالْمُهْلِ. وَ تَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ. وَ لَا يَسْأَلُ حَمِيْمٌ حَمِيْمًا. يُبَصَّرُوْنَهُمْ يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِيْ مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍ بِبَنِيْهِ. وَ صَاحِبَتِهِ وَ أَخِيْهِ. وَ فَصِيْلَتِهِ الَّتِيْ تُؤْوِيْهِ. وَ مَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ يُنْجِيْهِ. كَلَّا إِنَّهَا لَظَى. نَزَّاعَةً لِّلشَّوَى. تَدْعُوْا مَنْ أَدْبَرَ وَ تَوَلَّى. وَ جَمَعَ فَأَوْعَى.

70: 1. Seseorang bertanya tentang ‘adzab yang pasti terjadi.
70: 2. Bagi orang-orang kafir, yang tidak seorang pun dapat menolaknya,
70: 3. (‘adzab) dari Allah, yang memiliki tempat-tempat naik.
70: 4. Para malaikat dan Jibrīl naik (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun.
70: 5. Maka bersabarlah engkau (Muḥammad) dengan kesabaran yang baik.
70: 6. Mereka memandang (‘adzab) itu jauh (mustahil).
70: 7. Sedangkan Kami memandangnya dekat (pasti terjadi).
70: 8. (Ingatlah) pada hari ketika langit menjadi bagaikan cairan tembaga,
70: 9. dan gunung-gunung bagaikan bulu (yang beterbangan),
70: 10. dan tidak ada seorang teman karib pun menanyakan temannya,
70: 11. sedang mereka saling melihat pada hari itu, orang yang berdosa ingin sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari ‘adzab dengan anak-anaknya,
70: 12. dan istrinya dan saudaranya,
70: 13. dan keluarga yang melindunginya (di dunia),
70: 14. dan orang-orang di bumi seluruhnya, kemudian mengharapkan (tebusan) itu dapat menyelamatkannya.
70: 15. Sama sekali tidak! Sungguh, neraka itu api yang bergejolak,
70: 16. yang mengelupaskan kulit kepala.
70: 17. Yang memanggil orang yang membelakangi dan yang berpaling (dari agama),
70: 18. dan orang yang mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya.

(Al-Ma‘ārij [70]: 1-18)

Nasā’ī dan Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, terkait firman Allah: “Seseorang bertanya tentang ‘adzab yang pasti terjadi.” Ibnu ‘Abbās berkata: “Orang itu adalah Nadhr bin Ḥārits, ia berkata: “Ya Allah, jika Islam ini memang kebenaran yang dari sisi-Mu, maka hujanilah kami dengan hujan batu dari langit.”

Seseorang berdoa dan memohon diturunkannya ‘adzab yang pasti terjadi, yang dipersiapkan untuk kaum kafir, yang akan menimpa mereka. Tidak ada seorang pun yang bisa menolak ‘adzab yang pasti terjadi tersebut bila Allah telah menghendakinya. Firman Allah: “Lilkāfirīn,” maknanya adalah ‘alal-kāfirīn, atas orang-orang kafir, sehingga huruf lām (untuk) maknanya adalah ‘alā (atas) di sini. Atau, seakan-akan ada seseorang yang bertanya: “Bagi siapakah ‘adzab ini?” Dijawab: “Bagi orang-orang kafir.” Pertanyaan tentang ‘adzab dari orang tersebut bertujuan untuk mengolok-olok dan mengecam. Si penanya – seperti telah dijelaskan di muka – adalah Nadhr bin Ḥārits atau seseorang yang lain.

‘Adzab itu pasti terjadi dari sisi Allah s.w.t., yang memiliki tempat-tempat naik yang mana kalimat yang baik dan amal shalih naik kepada-Nya, atau para malaikat naik melalui tempat-tempat naik tersebut. Ibnu ‘Abbās berkata: “Al-ma‘ārij: langit-langit, di mana para malaikat naik dari satu langit ke langit yang lain.” Dengan tempat-tempat naik tersebut para malaikat dan Jibrīl a.s. naik, Jibrīl disebutkan secara khusus adalah untuk menyatakan kemuliaannya, dalam waktu satu hari yang panjangnya setara dengan lima puluh ribu tahun waktu dunia, seandainya manusia hendak naik ke sana. Hal ini sesuai dengan tempat-tempat berdiri dan wilayah pada hari kiamat. Pada hari kiamat ada wilayah ini, yang di dalamnya terdapat lima puluh wilayah, setiap wilayah berjarak seribu tahun, sebagaimana disebutkan di dalam ayat yang lain: “dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (As-Sajdah: 5). Yang demikian itu bagi orang kafir. Adapun seorang mu’min, dia tidak menjumpai jarak ini, berdasarkan firman Allah: “Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya.” (al-Furqān: 24). Tempat tinggal dan tempat istirahat di sini maksudnya adalah surga.

Kemudian Allah memerintahkan Nabi-Nya s.a.w. untuk bersabar menghadapi pertanyaan seperti tersebut. Maka bersabarlah wahai Muḥammad dengan kesabaran yang indah, jangan kamu pedulikan pertanyaan mereka tentang ‘adzab dengan tujuan mengolok-olok, mencela dan mendustakan wahyu. Bersikap bijaksanalah menghadapi pendustaan mereka terhadapmu.

Kaum musyrikin memandang hari kiamat dan terjadinya ‘adzab itu sangat jauh atau mustahil terjadi, sedangkan Allah memandangnya dekat dan mengetahuinya sebagai sesuatu yang bisa terjadi tanpa ada halangan, sebab setiap sesuatu yang pasti datang dianggap dekat.

Sifat-sifat hari tersebut, yaitu hari kiamat: Bahwa langit menjadi seperti cairan minyak atau cairan tembaga, gunung-gunung menjadi seperti kapas yang berhamburan atau bertebaran apabila ditiup angin. Seorang kerabat tidak akan bertanya kepada kerabatnya tentang urusan atau kondisinya pada hari itu, padahal ia melihat kerabatnya itu berada dalam kondisi terburuk, namun kondisi dirinya sendiri telah menyibukkannya dari orang lain.

Seorang teman karib diperlihatkan dan ditampakkan kepada teman karibnya, tidak ada sesuatupun yang tersembunyi dari mereka satu sama lain, namun mereka tidak berbicara satu sama lain. Orang kafir dan setiap pelaku dosa yang berhak mendapatkan siksa neraka: ia berangan-angan seandainya bisa menebus dirinya dari ‘adzab hari kiamat yang menimpanya dengan apapun yang paling berharga bagi dirinya, baik harta, anak-anak, istri, saudara laki-laki, saudara perempuan, kaum kerabat dan sanak saudara, seperti halnya Bani Hāsyim bagi Nabi s.a.w., bahkan dengan seluruh penduduk bumi dari dua bangsa; manusia dan jinn, serta makhluk-makhluk yang lain. Kemudian dia berharap seandainya tebusan itu bisa menyelamatkan dirinya, tebusan yang termuat di dalam firman Allah: “orang yang berdosa ingin sekiranya dia dapat menebus (dirinya)….” Maka kalimat sama seperti kalimat yang telah disebutkan di awal. Subyek di dalam firman Allah, yunjīh (mengharapkan dapat menyelamatkannya).” Adalah tebusan. Artinya, tidak ada keselamatan baginya.

Kemudian Allah menegaskan tertolaknya tebusan dengan firman-Nya: “Sama sekali tidak!” untuk menunjukkan pencegahan dan penghalangan. Kalimat tersebut menjadi bantahan terhadap perkataan mereka serta angan-angan yang mereka gantungkan. Yakni, tidak demikian perkaranya, tidak ada tebusan yang diterima dari seorang pendosa. Sungguh (yang ia hadapi) adalah neraka yang bergejolak, yang sangat panas sebagai tempat tinggalnya. Neraka yang merontokkan daging dari tulang, memutus anggota badan dari persendiannya, dan mengelupas kulit kepala dari kepala. Kemudian ia akan kembali seperti semula. Neraka Jahannam menyeru kaum kafir, mereka adalah setiap orang yang membelakangi kebenaran dan keimanan di dunia, serta berpaling darinya. Juga orang yang mengumpulkan harta dan menaruhnya di tempat penyimpanannya, tidak menginfaqkan sedikitpun darinya pada jalur kebaikan, dan menahan hak Allah di dalamnya, seperti nafkah dan zakat yang diwajibkan atas dirinya.

Firman Allah: “fa au‘ā,” yakni menaruhnya di tempat penyimpanannya. Ini adalah isyarat kepada kaum kafir golongan kaya, yang menjadikan pengumpulan harta sebagai fokus utamanya dan tujuan hidupnya, mereka mengumpulkannya dari harta yang tidak halal dan menahan hak-hak Allah s.w.t.

Seruan neraka Jahannam kepada para penghuninya entah nyata, sehingga neraka memanggil nama mereka dan nama nenek moyang mereka, sebagaimana pendapat Ibnu ‘Abbās dan yang lain. Sedangkan Khalīl bin Aḥmad berkata: Ini adalah ungkapan ketamakan neraka atas mereka para penghuninya, keinginan neraka untuk didekatkan dengan mereka dan ‘adzab yang ingin ia timpakan kepada mereka.” Pada kenyataannya, murka dan amarah Allah s.w.t. meliputi neraka dan para penghuninya. Setiap apa yang ada di dalam dan di sekeliling neraka adalah ‘adzab di atas ‘adzab, kesengsaraan di dalam kesengsaraan, semoga Allah melindungi kita darinya dan dari panasnya.

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.