Surah al-Fil 105 ~ Tafsir al-Wasith

Dari Buku:

Tafsīr al-Wasīth
(Jilid 3, al-Qashash – an-Nās)
Oleh: Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili

Penerjemah: muhtadi, dkk.
Penerbit: GEMA INSANI

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

SŪRAT-UL-FĪL.

 

KISAH PASUKAN BERGAJAH.

Kesucian-kesucian Allah s.w.t. agung dan kudus, di antaranya Bait-ul-Ḥarām – Ka‘bah. Karena itu siapa pun yang berusah untuk menodai kesucian-kesucian itu, Allah s.w.t. pasti menangkal dan menghadangnya, Allah s.w.t. akan menjaga kesucian-kesucianNya seperti yang Ia kehendaki. Surah al-Fīl adalah surah Makkiyyah berdasarkan ijma‘ para perawi. Surah ini turun untuk mengingatkan orang-orang Quraisy pada sebuah nikmat besar saat Abraḥah, raja Ḥabasyī ingin menghancurkan Ka‘bah dan mengerahkan pasukannya untuk tujuan itu dengan mengajak serta gajah-gajah besar dengan maksud agar orang-orang ‘Arab menunaikan ibadah haji ke sebuah rumah yang dibangun Abraḥah di Yaman. Namun kuasa Allah s.w.t. mengalahkan semua perkiraan dan ukuran. Saat ‘Abraḥah mengerahkan pasukan untuk menghancurkan Ka‘bah, gajahnya duduk di daerah Dzū Mughammis (sebuah tempat di dekat Makkah di jalan Thā’if) dan tidak mau berjalan menuju Ka‘bah meski mereka membelah kulitnya dengan besi dan bila diarahkan ke selain Makkah, gajah tersebut berlari kecil. Saat seperti itu, Allah s.w.t. mengirim beberapa kelompok burung hitam dan hijau dari arah laut, setiap burung memegang tiga batu berukuran lebih besar dari biji ‘Adas, namun lebih kecil dari kacang, lalu dilemparkan ke pasukan Abraḥah. Di antara batu ini ada yang langsung membunuh sasaran dan ada pula yang merusak daging-daging mereka dengan penyakit kudis dan beragam penyakit lain. Abraḥah dan pasukan yang masih tersisa, balik hendak menuju Yaman, namun mereka semua mati di tengah perjalanan yang terpisah-pisah di setiap tahap. Tubuh Ahraḥah terpotong-potong seujung jari demi seujung jari akhirnya mati. Allah s.w.t. menjaga rumah-Nya lalu surah ini turun untuk mengingatkan agar kisah ini dijadikan sebagai pelajaran, agar semua tahu bahwa seluruh urusan milik Allah s.w.t., agar mereka berserah diri kepada Tuhan yang menampakkan kuasa-Nya pada kisah tersebut saat berhala-berhala tidak berguna sama sekali. Pasukan bergajah adalah raja Abraḥah dan para pasukannya. Berikut surah al-Fīl:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيْلِ. أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍ. وَ أَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيْلَ. تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍ. فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ

105:1. Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?
105:2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?,
105:3. Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong,
105:4. yang melempari mereka dengan batu dan tanah yang terbakar,
105:5. Sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
(al-Fīl: 1-5).

Tidakkah kau tahu dengan yakin dan seolah-olah menyaksikan kejadian itu, apa yang dilakukan Rabbmu Yang Maha Agung lagi Maha Kuasa terhadap pasukan bergajah saat Allah s.w.t. menghancurkan mereka dan menjaga Bait-ul-Ḥarām. Tidakkah patut bagi kaummu agar beriman pada Allah s.w.t.?! Sebagian dari mereka menyaksikan sendiri peristiwa tersebut.

Tidakkah kau tahu bahwa Rabbmu menjadikan tipu daya, rencana dan usaha mereka untuk meruntuhkan Ka‘bah serta membunuh para penduduk di sekitarnya itu berada dalam kesesatan dan penyimpangan dari tujuan yang hendak mereka capai, tujuan mereka dibuat sia-sia dan batal oleh Allah s.w.t. hingga mereka tidak mencapai Baitullāh, tidak pula bisa mencapai tipu-daya yang mereka inginkan, bahkan Allah s.w.t. membinasakan mereka. Kaid adalah maksud untuk membahayakan orang lain secara sembunyi-sembunyi. Tadhlīl artinya rugi dan lenyap.

Karena kaummu wahai Nabi mengetahui hal itu, hendaklah mereka takut bila Allah s.w.t. menimpakan hukuman serupa kepada mereka bila mereka terus-menerus ingkar pada Allah s.w.t., rasūl-Nya, kitāb-Nya dan menghadang manusia dari jalan keimanan kepada Allah s.w.t.

Allah s.w.t. mengirim beberapa kelompok burung hitam dan hijau untuk pasukan bergajah, datang dari arah lautan secara bergelombang, setiap burung membawa tiga batu; dua batu di kaki dan satu batu di paruh. Tidaklah batu-batu itu menimpa sesuatu melainkan menghancurkan dan membuatnya gosong. Batu itu adalah batu kecil terbuat dari tanah yang mengeras dan membatu, seperti kacang namun lebih besar dari biji ‘Adas. Serangan batu-batu itu menimbulkan cacar atau campak hingga mereka semua binasa.

Allah s.w.t. menjadikan mereka sampah dan sisa-sisa, seperti dedaunan tanaman atau pohon saat dimakan binatang lalu menjadi kotoran. Akhirnya mereka semua binasa. Bebatuan dari sijjīl artinya terbuat dari campuran air dan tanah, seperti batu bata dan semacamnya yang diolah. Batu-batu itu telah diberi tanda di sisi Allah s.w.t. untuk orang-orang kafir dan zhalim. ‘Ashf adalah daun dan jerami gandum.

Makna; mereka menjadi seperti adonan yang lenyap laksana daun gandum yang dimakan oleh binatang lalu menjadi kotoran. Orang-orang Quraisy dari kalangan bangsa ‘Arab menyaksikan peristiwa ini pada tahun 571 M., tahun kelahiran Nabi Muḥammad s.a.w.

Kisah ini ajaib dan aneh, kisah yang memperlihatkan salah satu contoh kuasa Allah s.w.t. Mengingat manusia biasa melupakan contoh-contoh besar yang nyata dan serupa. Allah s.w.t. menjelaskan sebagian darinya dengan kuasa-Nya yang besar, Ia kuasa untuk menangkal keburukan yang diarahkan ke Bait-ul-Ḥarām dan membela apa pun yang hendak mempertahankannya kapan pun juga. Ia Maha Kuasa untuk menyiksa orang-orang zhalim dan semena-mena yang menyekutukan tuhan lain bersama Allah s.w.t., menghadang manusia dari Baitullāh untuk beribadah di sana, untuk beriman kepada risalah Rasūlullāh Muḥammad s.a.w.

Kisah ini cukup sebagai peringatan dan ancaman, penjagaan dan pemeliharaan, karunia dan nikmat, serta sebagai pemberitahuan bahwa kuasa Allah s.w.t. nampak, Ia menolong siapa pun yang Ia kehendaki, memuliakan siapa pun yang Ia kehendaki dan merendahkan siapa pun yang Ia inginkan. Inilah akidah kita: “Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Āli ‘Imrān: 126).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *