Hati Senang

021 Rahasia Penampakan Tuhan Bagi Nabi – Pancaran Spiritual – al-Qunawi (1/3)

PANCARAN SPIRITUAL
TELAAH 40 HADITS SUFISTIK

(Diterjemahkan dari: Syarḥ-ul-Arba‘īna Ḥadītsan)
Oleh: SHADR-UD-DĪN Al-QUNĀWĪ

Penerjemah: Irwan Kurniawan
Penerbit: PT LENTERA BASRITAMA

HADITS KEDUAPULUHSATU

(Rahasia Penampakan Tuhan Bagi Nabi)

 

Dari Ibn ‘Abbās, (11) dia berkata, “Rasulullah s.a.w. bersabda, ‘Pada suatu malam, utusan dari Tuhanku datang kepadaku.’” (22)

Di dalam riwayat lain disebutkan, “Aku melihat Tuhanku dalam rupa yang paling bagus. Dia berkata, ‘Wahai Muhammad.’ Aku jawab, ‘Aku memenuhi seruan-Mu, wahai Tuhanku.’ Dia bertanya, ‘Apakah engkau tahu apa yang dipertengkarkan oleh para penghuni alam arwah (al-mala’-ul-a‘lā)?’ Aku jawab, ‘Aku tidak tahu.’” Nabi berkata selanjutnya, “Dia meletakkan tangan-Nya di antara dua bahuku hingga aku rasakan dingin di antara dua payudaraku. Maka aku tahu apa yang ada di langit dan yang ada di bumi. (Atau beliau berkata, “… yang ada di antara tempat terbit dan tempat terbenam matahari.”) Dia bertanya lagi, ‘Apakah engkau tahu apa yang dipertengkarkan oleh para penghuni alam arwah?’ Aku jawab, ‘Ya, mengenai kifarat, derajat, langkah kaki menuju salat berjamaah, membaguskan wudu di pagi yang dingin yang tidak disukai, dan menunggu salat lain setelah menunaikan satu salat. Barangsiapa yang menjaga semua itu niscaya dia hidup dalam kebaikan dan mati pun dalam kebaikan, dan dihapus dosa-dosanya seperti saat dia dilahirkan ibunya.’ Dia berkata, ‘Wahai Muhammad.’ Aku jawab, ‘Aku memenuhi seruan-Mu.’ Dia berkata, ‘Jika engkau telah menunaikan salat ucapkanlah, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu agar bisa memperbuat kebaikan, meninggalkan kemungkaran, dan mencintai orang-orang miskin. Apabila Engkau hendak menguji hamba-Mu, ambillah aku kepada-Mu tanpa diuji.” Selanjutnya Nabi berkata, “Derajat-derajat itu adalah menyebarkan salam, memberi makan, dan salat malam ketika manusia tertidur.” (33) Hadis ini diriwayatkan pula melalui sanad lain yang sahih juga. Yaitu, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda, “Pada suatu malam saya bermimpi melihat Tuhanku dalam rupa seorang anak muda yang belum tumbuh janggutnya. Dia duduk di atas sofa dari emas. Pada kepala-Nya terdapat mahkota dari emas. Pada kaki-Nya terdapat sandal dari emas. Dia berkata kepadaku, ‘Wahai Muhammad.’ Aku jawab, ‘Aku memenuhi seruan-Mu, wahai Tuhanku.’ Dia bertanya, ‘Apa yang dipertengkarkan para penghuni alam arwah?’ Aku jawab, ‘Aku tidak tahu.’ (Di dalam riwayat lain disebutkan, ‘Aku tahu, wahai Tuhanku’). Lalu Dia memukulkan tangan-Nya di antara kedua bahuku. Aku rasakan dingin ujung-ujung jari-Nya di antara dua payudaraku. Maka aku jadi tahu ilmu orang-orang terdahulu dan terkemudian. Kemudian Dia berkata kepadaku, ‘Wahai Muhammad, apa yang dipertengkarkan oleh para penghuni alam arwah?’” Maka Rasulullah s.a.w. menjawab (44) seperti yang disebutkan pada hadis pertama di atas.

Penyingkapan Rahasia dan Penjelasan Maknanya

Ketahuilah, bahwa hadits ini mencakup sejumlah ilmu Ilahi, rahasia-rahasia mulia rabbānī, dan masalah-masalah asing yang tidak diketahui kecuali oleh sedikit hamba Allah dan orang-orang yang didekatkan. Saya ingin sekali-dengan izin Allah-mengingatkan para pengkaji hadits ini mengenai sejumlah masalah utamanya agar orang-orang cerdas tahu bahwa mengetahui maknya dan kandungannya berupa ilmu dan rahasia adalah sulit selama belum mengetahui masalah-masalah tersebut. Saya katakana: Yang pertama adalah mengetahui apa makna penampakan-diri ini? Dari kehadiran yang mana di antara kehadiran nama-nama-Nya Dia muncul? Mengapa Dia muncul dalam rupa? Mengapa penampakan-diri ini terjadi di dalam mimpi? Mengapa ditanyakan tentang pertengkaran para penghuni alam arwah? Kelompok mana di antara kelompok-kelompok penghuni alam arwah yang dimaksudkan di sini? Mengapa mereka mempertengkarkan? Mengapa ada pukulan dengan tangan? Tangan mana yang dipukulkan? Mengapa pukulan itu di antara dua bahu? Mengapa Rasulullah s.a.w. merasakan dingin ujung-ujung jari-Nya di antara kedua payudaranya, lalu beliau tahu? Apakah ujung-ujung jari itu? Apa jenis ilmu orang-orang terdahulu dan terkemudian yang diperoleh dengan pukulan ini? Siapa orang-orang awal dan akhir yang dimaksud di dalam hadits ini? Mengapa penghuni alam arwah mempertengkarkan hal-hal tersebut (kifarat, membaguskan wudu di pagi yang dingin, banyak Langkah menuju masjid untuk menunaikan shalat, dan derajat-derajat). Mengapa derajat-derajat itu di sini berarti menyebarkan salam, memberi makan, dan shalat malam ketika manusia sedang tidur? Apa hubungan perbuatan-perbuatan lain yang didekatkan? Ada berapa tingkatan perbuatan yang disebut sebagai ketaatan itu? Apakah perbuatan itu dan berapa bagian? Ada berapa mertabat perbuatan yang disebut kemaksiatan yang perlu diingkari? Apa hakikat kifarat dan pemberian kifarat? Apa rahasia doa lain yang diperintahkan, yaitu, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk memperbuat kebajikan dan meninggalkan kemungkaran…” (55) (dan seterusnya)? Saya akan jelaskan, in sya Allah, sebagian yang saya ketahui dari semua itu, yang saya rasakan di dalam dzawq, dan yang saya telah lihat melalui penyingkapan (kasyf) sebelum mengetahui hadis ini, dan juga ketika meneliti rahasia-rahasia hadis ini serta apa yang datang kepadaku tentang ihwalnya setelah itu. Saya awali dengan menyebutkan rahasia penampakkan-diri (tajallī) dan tema pokok hadis ini, mencakup pasal demi pasal, dengan pertolongan dan kehendak Allah.

Ketahuilah, penampakan-diri ini muncul dan tampak dari kehadiran nama ar-Rabb. Darinya muncul pensyariatan (tasyrī’) dan penugasan (taklīf). Maqām-nya adalah maqām pemisah antara langit ketujuh dan al-Kursiy. Maqām pemisah ini merupakan penengah antara maqām Jibrā’īlī a.s. dan maqām Mīkā‘īlī a.s. Dari maqām ini, Jibril mengambil hukum-hukum syariat yang disampaikan kepada para nabi. Sementara Mikail tidak turut campur di dalam pemberian pertolongan universal tersebut. Ini berbeda dengan yang diriwayatkan oleh Nabi s.a.w dari Jibril dari Mikail. Mikail a.s. dari Israfil a.s. Israfil dari Allah ‘Azza wa Jalla. Pengabaran-pengabaran tersebut berada di luar maqām tasyri‘ dan taklīf. Barang siapa mengikuti hadis-hadis tersebut dan meneliti kandungannya, dia akan mengetahui kebenaran dzawq ini dan apa yang saya tunjukkan. Adapun wahyu pensyariatan itu bersambung dari hadirat Tuhan kepada Jibril, dari Jibril kepada para nabi dan para pengemban syariat a.s. Rahasia pemisah kehadiran ini adalah bahwa pengabaran-pengabaran dari Tuhan dan dari Nabi sepakat tentang para nabi dan rasul. Di dalam kitab mereka yang diturunkan dari sisi Allah disebutkan bahwa langit tujuh adalah fisik yang bersifat unsur, Ia bisa tercipta dan juga bisa rusak, berbeda dengan ‘Arsy dan al-Kursī. Sebab, sifat fisik ‘Arsy dan al-Kursī adalah berdasarkan campuran yang lain. Para muhaqqiq terkemuka, yang merupakan pewaris para nabi dan rasul, sepakat bahwa hal itu melalui penyingkapan (kasyf) dan penyaksian (syuhūd) yang benar. Tidak ada keraguan di dalamnya. Maka martabat nama ar-Rabb dipahami berada pada pertengahan antara bentuk fisik yang bisa tercipta dan bisa rusak seperti tujuh langit dan segala yang berada di bawahnya dengan bentuk fisik yang tidak seperti itu karena ketinggiannya dari martabat fisik yang bersifat unsur, walaupun ia tidak luput dari hukum alami universal. Engkau tahu bahwa setiap pemisah ada di antara dua hal. Ia dapat diterima akal, tetapi tidak tampak wujudnya, sebagaimana hal itu telah ditegaskan berulang kali. Adapun tempat bergantung nama ar-Rabb itu dan cermin penampakan dirinya adalah al-Bayt al-Ma’mūr, sebagaimana disebutkan di dalam al-Fashsh al-Isma’īlī (66) ketika mengingatkan sebagian rahasia maqām Ibrahīmī. Maka ingatlah hal itu. Karena itu saya katakan bahwa sebab martabat nama ar-Rabb itu berada pada pertengahan dan disifati sebagai pemisah adalah karena martabat ini merupakan penghimpun—sebagaimana yang telah saya katakan—antara sesuatu yang bisa tercipta dan rusak, dengan sesuatu vang tidak memiliki potensi untuk itu. Maka pahamilah.

Rasulullah s.a.w. telah menyebutkan di dalam hadis-hadis tentang kiamat seperti yang kami sebutkan di dalam sebuah hadis panjang yang di dalamnya disebutkan, “Langit-langit dilipat. Setiap satu langit dilipat, para malaikat turun ke langit itu. Mereka berbaris dalam satu barisan. Maka penghuni mahsyar menemui mereka, dan bertanya kepada mereka. Mereka berkata, ‘Apakah ada Tuhan kami di tengah-tengah kalian?’ Para malaikat menjawab, ‘Tidak ada. Itu Dia datang.’ Demikianlah hingga para malaikat turun lagi ke langit ketujuh. Sejumlah besar malaikat tinggal di langit. Maka penghuni mahsyar bertanya kepada mereka. Mereka berkata, ‘Apakah ada Tuhan kami di tengah-tengah kalian?’ Para malaikat menjawab, ‘Ya, ada. Mahasuci Tuhan kami.’” (77) (Hadis). Hadis ini disampaikan melalui berbagai riwayat. Semua riwayat itu dapat dipastikan. Riwayat ini merupakan salah satu saja dari riwayat-riwayat yang semakna. Saya tidak mengurangi sedikit pun kecuali beberapa kata pada awal hadis yang saya nukil maknanya. Adapun hadis lain yang menunjukkan ihwal nama ar-Rabb dan kehadiran kemunculannya, saya sampaikan menurut lafal dan maknanya. Hal itu dimaksudkan agar diketahui kebenaran pendapat beberapa muḥaqqiq bahwa ilmu kami ini didukung al-Kitab dan sunah. Jika engkau memahami penjelasan ini, niscaya engkau tahu rahasia pemisahan ini, dan tahu bahwa ia adalah tempat-tempat tinggi (al-a’rāf) dan pagar-pagar di antara surga dan neraka. Karena, apabila langit terbelah dan berwarna merah muda, ia menyatu dan sebagiannya tidak bisa dibedakan dari sebagian yang lain. Maka seluruhnya dan segala lapisan yang berada di bawahnya menjadi Jahanam. Karena surga berada pada tataran al-Kursī, atap surga itu ‘Arsy—sebagaimana dikabarkan Rasulullah s.a.w.—, dan batas Jahanam adalah dari bagian dalam al-Kursī hingga pusatnya, maka mesti tempat-tempat tinggi yang disebut pagar-pagar itu adalah al-Kursī itu sendiri. Ia adalah penampakan dari pemisahan yang saya katakan, “Ia adalah maqām nama ar-Rabb dan penampakannya.” Apabila engkau mengetahui pemisahan dan penengahan ini, niscaya engkau tahu bahwa itulah yang dimaksud melihat penampakan-diri ini di dalam mimpi. Alam mimpi adalah dari alam pemisahan, dan gambaran-gambaran yang terlihat di dalam mimpi adalah permisalan dari segala hakikat yang tersendiri, penampakan-penampakannya, dan hijab-hijab terhadapnya. Demikianlah Rasulullah s.a.w. mengabarkan tentang pengungkapan-diri yang dilihat penghuni surga. Beliau bersabda mengenai al-Ḥaqq dan tentang penghuni surga, “Tidak ada hijab di antara Dia dan mereka selain tirai kebesaran pada wajah-Nya di surga ‘Adn.” (88) Beliau menjelaskan bahwa bentuk-bentuk yang terlihat itu merupakan hijab terhadap hakikat dan mazhhar-nya. Maka pahamilah.

Berikutnya tentang rahasia pengungkapan-diri al-Ḥaqq dalam rupa manusia. Karena hakikat kemanusiaan merupakan hakikat yang paling sempurna, maka bentuknya merupakan lembaran yang dihasilkan dari kehadiran Ilahi yang mencakup seluruh asma dan sifat dan dari martabat mungkin (imkān) yang meliputi seluruh mumkināt, maka penampakan-diri al-Ḥaqq dalam rupa manusia adalah untuk mengenalkan kepada Nabi s.a.w. dan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba pilihan-Nya bahwa syariat setiap nabi merupakan satu bagian tertentu dari kemutlakan syariat yang dicakup oleh kehadiran Tuhan. Selain itu, mengenalkan bahwa syariat Muḥammad s.a.w. mencakup seluruh syariat dan meliputi seluruh dzawq-nya.. Maka al-Ḥaqq menampakkan diri kepadanya dalam bentuk rubūbiyyah secara sempurna. Hal itu merupakan salah satu tanda berakhirnya risalah dan pensyariatan.

Orang-orang terdahulu (al-awwalūn) dan orang-orang terkemudian (al-ākhirūn), yang ilmunya siperoleh Nabi s.a.w., adalah para rasul yang mengemban syariat dan orang-orang sempurna dari generasi berikutnya. Mereka mengambil dari Allah s.w.t. dengan perantaraan perbuatan-perbuatan yang yang didekatkan yang terkandung di dalam syariat Nabi s.a.w. Ini berbeda dengan yang mereka ambil dari Allah tanpa perantara, karena bagi siapa pun tidak ada jalan masuk ke dalamnya.

Sofa merupakan penampakan (gambaran) kehadiran dan martabatnya. Mahkota merupakan penampakan kemuliaan dan kekuasaan rubūbiyyah. Sedangkan dua sandal adalah penampakan perintah dan larangan-Nya.

Rahasia pukulan di antara dua bahu adalah karena punggung merupakan penampakan alam gaib. Di sini, ia merupakan isyarat bagi pemberian pengaruh al-Ḥaqq, di mana kegaiban zat-Nya di balik hijab merupakan penampakan bentuk yang telah saya jelaskan, bahwa tidak ada pengaruh bagi sesuatu yang muncul di dalam hal kemunculannya. Ketika disaksikan darinya pengaruh, maka hal itu semata-mata perkara batin yang ada padanya atau darinya. Pahamilah prinsip ini. Saya telah bentangkan kepada peng-kaji suatu ilmu yang agung.

Adapun rahasia ujung-ujung jari adalah bahwa itu merupakan penampakan induk nama-nama yang merupakan kunci-kunci gaib dan penetapan hukum-hukum syariat yang menjadi landasan rukun-rukun Islam, rukun-rukun iman, dan hukum-hukum lahir, yaitu halal, haram, makruh, sunah, dan salat lima waktu. Rujukan dan pangkalnya adalah lima kehadiran Ilahi yang merupakan prinsip dan induk bagi seluruh kehadiran. Di atasnya terdapat induk nama-nama yang oleh guruku (99) r.a. dinamakan “kunci-kunci sekunder”.

Mengenai lima kehadiran itu, maka kehadiran kegaiban Mencakup nama-nama, sifat-sifat, dan makna-makna serta maklumat-maklumat lain yang tercakup oleh ilmu al-Ḥaqq. Kebalikan dari kehadiran ini adalah kehadiran terindra yang dinamakan alam nyata (‘ālam asy-syahādah). Di antara dua tepi ini terdapat kehadiran pertengahan, yaitu sejumlah hal yang dikhususkan bagi manusia sempurna. Di antara pertengahan ini dan ilmu gaib terdapat kehadiran yang hubungannya dengan alam gaib lebih kuat dan lebih sempurna. Itu adalah yang disebut dengan alam arwah. Dan di antara pertengahan dan alam nyata atau alam terindera terdapat kehadiran yang hubungannya dengan alam nyata lebih kuat. Itu adalah kehadiran khayal.

Semua kehadiran dan martabat eksistensi itu yang dinisbahkan kepada al-Ḥaqq dan kepada alam melalui pengkhususan dan persekutuan, mengikuti lima kehadiran ini. Maka pahamilah.

(bersambung)

Catatan:

  1. 1). Ibn ‘Abbās, nama lengkapnya adalah ‘Abdullāh bin ‘Abbās, paman Rasulullāh s.a.w. Beliau menyertai Nabi selama kurang lebih tiga puluh bulan. Dia belajar kepada Ubay dan Zaid bin Tsābit, pena umat. Dia wafat pada tahun 68 H. Lihat Siyar A’lām an-Nubalā’, 111/331-359.
  2. 2).  Diriwayatkan oleh al-Bukhārī di dalam bab al-Ḥarts, hal. 16; an-Nasā’ī di dalam bab al-Qjyāmah, hal. 13; dan Ibn Mājah di dalam bab al-Manāsik, hal. 40.
  3. 3). Lihat Sunan ad-Dārimī dalam bab ar-Ru’yā’, hal. 12; Ibn Hanbal, I/367, IV/66, V/243 dan 278; dan at-Tirmīdzī di dalam bab Tafsīr Sūrah, hal. 38.
  4. 4). Saya tidak menemukannya di dalam sumber-sumber rujukan.
  5. 5). Diriwayatkan oleh Imām Mālik di dalam ­al-Muwaththa’ dalam bab Al-Qur’ān, hal. 40.
  6. 6). Al-Fashsh al-Isma’īlī dari kitab Fushush al-Hikam karya Ibn Al-‘Arabī, cet. Beirut: 1400/1980, jilid I, hal. 90-94 (dengan ta’liq oleh Doktor Abū al-‘Alī ‘Afīfī).
  7. 7). Saya tidak menemukannya di dalam sumber-sumber rujukan.
  8. 8). Diriwayatkan oleh al-Bukhārī di dalam bab at-Tawḥīd, hal. 24; Muslim di dalam bab al-Īmān, hal. 29; Abū Dāwūd di dalam bab az-Zakāh, hal 6; at-Turmīdzī di dalam bab az-Zakāh, hal. 6; an-Nasā’ī di dalam bab az-Zakāh hal. 46; Ibn Mājah di dalam bab az-Zakāh, hal. 1; dan Ibn Hanbal, I/233.
  9. 9). Dia adalah Syekh Muhyiddin bin al-‘Arabī.
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.