021 Rahasia Penampakan Tuhan Bagi Nabi – Pancaran Spiritual – al-Qunawi (2/3)

PANCARAN SPIRITUAL
TELAAH 40 HADITS SUFISTIK

(Diterjemahkan dari: Syarḥ-ul-Arba‘īna Ḥadītsan)
Oleh: SHADR-UD-DĪN Al-QUNĀWĪ

Penerjemah: Irwan Kurniawan
Penerbit: PT LENTERA BASRITAMA

Rangkaian Pos: 021 Rahasia Penampakan Tuhan Bagi Nabi - Pancaran Spiritual - al-Qunawi

Mengenai “kunci-kunci sekunder”, akan segera kami jelaskan, in sya Allah, pada saat saya membahas rahasia tangan yang menghasilkan pukulan. Saya katakan:

Tangan yang menghasilkan pukulan adalah tangan yang merupakan bagian dari tangan-tangan rabbānī. Ketahuilah, bahwa itu merupakan satu dari dua tangan yang dengannya diciptakan Adam. Ia disebut dengan genggaman dalam firman-Nya, “Dan bumi seluruhnya Engkau genggam dengan tangan kiri,” dalam hadis yang disepakati kesahihannya. Karena itu, Allah s.w.t. berfirman dalam ayat itu: Langit-langit dilipat dengan tangan kanan-Nya. Apa yang diriwayatkan bahwa kedua tangan-Nya adalah kanan yang mengandung berkah, maka itu sahih secara adab dan pembuktian. Namun hal itu adalah di dalam penisbahan kedua tangan itu kepada-Nya, bukan dalam hal pengaruh keduanya terhadap apa yang tercipta dari keduanya. Maka yang digenggam dengan genggaman yang dinamakan dengan tangan kiri itu adalah alam unsur serta segala yang tersusun dan dihasilkan darinya, termasuk rupa unsur Adam. Itu merupakan hasil genggaman tersebut dan muncul dengan sifatnya. Berbeda dengan rupa Adam dari sisi lainnya yang berada di luar penciptaannya yang bersifat unsur, yakni rohani dan mazhhar-nya di alam-alam yang lain. Maka hal itu dinisbahkan kepada tangan kanan al-Ḥaqq, sebagaimana dikabarkan oleh Nabi s.a.w. tentang hal itu, “Ketika al-Ḥaqq membaguskannya, sementara kedua tangan-Nya tergenggam. Dia berkata kepadanya, ‘Pilihlah mana di antara keduanya yang engkau sukai.’ Adam menjawab, Aku memilih tangan kanan Tuhanku, dan kedua tangan Tuhanku adalah kanan yang mengandung berkah.’ Maka Dia membukanya. (101) Ternyata Adam dan keturunannya ada di dalamnya, maka Adam keluar dari satu tangan. Dia dibaguskan dan memilih,”

Adam bersama keturunannya berada pada tangan itu ketika terbuka. Dia dalam hal keberadaannya di luar tangan memiliki satu hukum. Sementara dalam hal pilihan dan keberadaannya pada tangan kanan yang dipilih dia memiliki hukum yang lain. Maka perhatikanlah apa yang saya dengar menurut isyarat-isyarat yang ditampakkan kepadamu, niscaya engkau melihat ketakjuban itu.

Karena yang digenggam dengan genggaman tersebut adalah alam unsur, sebagaimana yang kami katakan, dan juga ada yang dikuasai oleh kekotoran, kegelapan, dan kepadatan, maka Allah SWT menisbahkan orang-orang sengsara dengan hal tersebut. Sebab, yang menguasai orang-orang sengsara adalah susunan khusus dan ketebalan, sebagaimana ditunjukkan oleh Rasulullah s.a.w. dengan sabdanya, “Tebalnya kulit orang kafir pada hari kiamat sejauh perjalanan tiga hari.” (112) Selain itu, al-Ḥaqq mengingatkan hal itu dengan firman-Nya, “Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan di dalam sijjīn.” (QS. al-Muthaffifin: 7) Itu adalah alam terendah yang dinisbahkan pada tangan yang disebut genggaman dan juga tangan kiri. Allah pun berfirman mengenai ashḥāb-ul-yamīn, “Sekali-kali tidak, sesungguhnya kitab orang-orang yang berbakti itu (tersimpan) di dalam ‘Illiyyīn.” (QS. al-Muthaffifīn: 18) Ini adalah seperti firman-Nya, “Dan langit-langit itu dilipat dengan tangan kanan-Nya.” Rahasia dalam hal orang-orang berbakti dan kitab mereka berada di ‘Illiyyīn adalah bahwa bagian-bagian penciptaan mereka yang tebal, dan kekuatan fisik mereka mengkristal, menjadi bersih, dan berubah dengan pengkudusan dan penyucian yang diperoleh dengan ilmu, amal, penghiasan dengan sifat-sifat terpuji, akhlak yang disunahkan dalam hal kekuatan dan sifat-sifat malaikat yang teguh dan suci bagi jiwa-jiwa mereka yang tenang. Sebagaimana hal itu dikabarkan oleh al-Ḥaqq dengan firman-Nya dalam menjelaskan ihwal jiwa, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu.” (QS. asy-Syams: 9)

Selain itu, Rasulullah s.a.w. pun mengisyaratkannya dengan ucapan dalam doanya, “Ya Allah, datangkan pada diriku ketaqwaannya dan sucikanlah ia. Engkau adalah sebaik-baik Yang menyucikannya.” (123) Keadaan orang-orang yang sengsara adalah sebaliknya. Kekuatan dan sifat-sifat rohani mereka hancur di dalam kekuatan fisiknya dan musnah substansinya. Seakan-akan semua itu berubah, lalu menjadi tebal. Tidak diragukan, ketika Allah menggabungkan bagian-bagian yang terpisah dari badan dan penciptaan fisik mereka serta yang tercelup dengan keyakinan, prasangka jelek, perbuatan yang buruk, dan akhlak mereka yang tercela ketika selama beberapa tahun mereka berada di dalam penciptaan dan dunia ini, lalu al-Ḥaqq menyusunnya dalam ciptaan kulit ari, maka darinya dihasilkan tuntutan agar tebalnya kulit salah seorang dari mereka adalah sejauh perjalanan tiga hari. Hal ini kebalikan dari apa yang saya jelaskan mengenai orang-orang yang berbakti.

Karena itu, disampaikan ihwal penciptaan surga, bahwa para penghuninya muncul pada satu waktu di beberapa istana dengan bersenang-senang dalam setiap kelompok dari keluarga mereka. Mereka berubah dalam rupa yang mereka inginkan. Tidaklah hal ini melainkan karena apa yang saya sebutkan, yaitu menggunakan bagian-bagian ciptaan mereka dalam jawhar-nya yang lembut, mencelupnya dengan sifat-sifatnya, dan unggulnya jiwa dan kekuatan rohani mereka atas kekuatan jasmani mereka. Maka mereka menjadi seperti malaikat yang muncul dalam rupa yang mereka kehendaki. Apabila engkau memahami apa yang saya jelaskan, niscaya engkau tahu, walau dari sebagian aspek, bahwa rupa dan gambaran yang dinisbahkan pada roh dan makna itu, merupakan tabir terhadap orang-orang yang memunculkannya, bukan esensi hakikat mereka, sebagaimana telah dijelaskan. Terutama tentang al-Ḥaqq yang dikabarkan di dalam hadis shaḥīh, “Dia tampak pada hari kiamat dalam berbagai rupa. Dia berubah dari bentuk yang paling rendah ke bentuk yang paling tinggi.” (134) Dan sebaliknya. Hal itu karena kemunculannya berdasarkan tanda-tanda yang ada antara Dia dan hamba-hamba-Nya yang merupakan ungkapan dari dugaan keyakinan mereka terhadap-Nya, sebagaimana Dia berfirman, “Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku.” (145) (Hadis). Karena, hal itu termasuk tuntutan sunah-Nya, ilmu-Nya, dan hikmah-Nya.

Di sini terdapat rahasia agung yang menentukan apa yang telah disebutkan. Yaitu, bahwa setiap yang ada pada zat-Nya, dalam hal zat-Nya adalah terlepas dari berbagai sifat pengikatan. Kemunculan dan penampakan-Nya dalam hakikat setiap yang tampak, martabat, dan alam, hanyalah terjadi karena dapat diterimanya hal yang tampak dan yang terlihat yang menuntut kemunculan-Nya padanya. Maka perhatikanlah prinsip ini dan hadirkanlah, niscaya engkau selamat dari jurang tasybīh dan tanzīh keraguan dan penyucian yang mengikat akal yang lemah. Dari kotoran penyerupaan seperti ini engkau lihat terdapat susu mumi yang disajikan kepada para peminum. Jika engkau minum darinya, maka engkau lihat bahwa al-Ḥaqq adalah “Dialah, Yang Mahaawal, Mahaakhir, Mahalahir dan Mahabatin, dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu”, (QS. al-Ḥadīd: 3) dengan ilmu-Nya, zat-Nya, dan keesaan-Nya. Dia pun tahu setiap sesuatu dengan sesuatu yang lain, di mana keberbilangan kaitan ilmu-Nya dengan ihwal segala sesuatu adalah berdasarkan segala sesuatu itu. Maka bagi-Nya awal dan akhir segala perkara, serta batinnya yang bersifat garis besar. Sedangkan lahir-Nya bukan selain-Nya. Saya telah jelaskan, dengan pertolongan Allah, bahwa tangan yang menghasilkan pukulan adalah tangan mana saja. Saya telah ingatkan hukum-hukumnya karena keberadaannya sebagai genggaman. Saya telah menunjukkan pengaruh-pengaruhnya, apa yang digenggam, dan apa yang dikhususkan dengan tangan yang lain. Saya pun telah mengingatkan perbedaan di antara pengaruh keduanya. Maka kini hendaklah kita ingat, dengan pertolongan dan kehendak Allah, apa yang saya mampu sebutkan dari rahasia-rahasia yang lain dari tangan ini, rahasia ujung-ujung jari, penampakan pemisahan dalam mimpi, dan hal lain yang terkandung di dalam hadis yang komprehensif ini dengan sejumlah induk ilmu, amal, dan sebagainya yang akan dijelaskan, in sya Allah.

Di atas saya telah jelaskan bahwa rupa dan penampakan adalah hijab atas hakikat yang dinisbahkan kepadanya, dan bahwa pengaruh-pengaruh hakikat itu tersembunyi di balik penampakan tersebut. Maka rupa tangan dan ujung jari merupakan hijab atas hakikat nama-nama Ilahi yang memberikan pengaruh. Tangan yang disucikan ini dan tangan yang lain memiliki pasal dan pokok. Pasalnya ada empat belas. Pokoknya ada lima yang lahir dan lima yang batin. Batin pasal-pasal ini adalah hakikat huruf yang dua puluh delapan jumlahnya. Huruf-huruf itu terdiri dari dua bagian yang sama. Empat belas huruf bertitik, sementara empat belas huruf lainnya tidak bertitik. Penampakannya termasuk induk bentuk-bentuk alam yang dikhususkan dengan tangan kanan al-Ḥaqq, yaitu dua puluh delapan tempat. Yang tampak darinya hanya empat belas. Sementara yang batin ada empat belas pula. Maka ingatlah apa yang saya jelaskan berupa rahasia penampakan dan ketertutupan, serta rahasia pengaruh hakikat dari baliknya dalam kegaiban. Pahamilah kesesuaian antara tangan yang dikhususkan dengan bentuk manusia yang tampak, dari sisi bentuknya dengan sifat genggaman dan dari segi batinnya dengan sifat-sifat tangan yang lain, yaitu tangan kanan. Perhatikanlah persendian yang engkau dapatkan tidak lebih dari 28 buah.

Prinsip-prinsip yang penampakannya adalah jari-jemari ada lima prinsip yang memiliki derajat berlainan. Yang paling tinggi dan paling mencakup adalah cakupan pengetahuan (al-ḥīthah), yaitu ilmu, dan itu merupakan prinsip pertengahan. Di sebelah kanannya terdapat dua prinsip, yaitu hidup (al-ayāh) dan kekuasaan (al-qudrah). Di sebelah kirinya terdapat dua prinsip juga, yaitu kehendak (al-irādah) dan kalam (al-qawl). Setiap prinsip memiliki tiga pasal, kecuali prinsip al-qudrah yang memiliki dua persendian khusus. Gugur darinya pasal ketiga karena dua rahasia yang agung. Salah satunya adalah bahwa masing-masing dari yang empat itu hubungannya umum, berbeda dengan al-qudrah. Sebab, merupakan sesuatu yang tercegah oleh hukum yang tidak mutlak. Karena, hukumnya tidak berkaitan kecuali dengan mumkin. Maka pelaksanaannya tidak umum dan termasuk pembuka pintu pemahaman terhadap sesuatu yang saya tunjukkan mengikuti huruf law. Hal itu disebutkan di dalam al-Kitab dan sunah. Ia adalah huruf penolakan yang menunjukkan pada kemustahilan terjadinya sesuatu yang sebutannya dihubungkan padanya. Jadi ia tempat pengilhaman. Rahasia lain adalah bahwa tatacara hubungan kekuasaan (al-qudrah) dan yang dikuasai tidaklah jelas. Keadaannya merupakan permulaan penciptaan yang sangat samar. Karena, penampakan-diri yang bersifat eksistensi yang membentangkan cahaya kepada segenap mumkināt (segala yang bersifat mungkin) yang meliputi dirinya di dalam kegelapan kemungkinan adalah terjadi dengan sendirinya. Dan mumkināt itu, dalam hal hakikatnya yang tampak pada ilmu al-Ḥaqq tidaklah disifati dengan penciptaan, sebagaimana saya telah jelaskan hal itu tidak pada satu tempat dalam pembahasanku. Maka tidak dipahami adanya pengaruh kekuasaan (al-qudrah) kecuali menyertakan eksistensi yang dilimpahkan dengan mumkināt. Pada selain orang-orang sempurna dari ahli Allah tergambar bahwa penyertaan itu adalah gerakan yang menyebabkan hubungan (al-ittishāl). Tidak ada gerakan yang dibayangkan pada makna dan hakikat yang sederhana. Selain itu, penyertaan itu adalah hubungan, bukan sesuatu yang bersifat eksistensi. Ketika itu yang diperoleh orang yang menujukan pandangan pada makna adalah pengaruh al-qudrah. Maka barang siapa yang menggunakan nalar dan memperhatikan, niscaya dia mengetahui aspek ini. Tidak diragukan lagi ini adalah maqām ibu jari.

Ibu jari yang merupakan penampakan kekuasaan (al-qudrah) memiliki dua persendian karena ketiadaan keumuman hukumnya dan karena kesamaran penegasan pengaruhnya. Maka penamaannya sesuai dengan nama ini Ini disertai sulitnya untuk dituturkan bahwa pengaruh al-qudrah bukanlah sesuatu yang bersifat eksistensi. Melainkan hal itu merlipakan hasil dari pemberian pengaruh-Nya sebagai suatu hubungan, tiada lain. Maka kajilah apa yang saya jelaskan kepadamu, niscaya engkau tahu bahwa tidak ada bagian dari bentuk-bentuk eksistensi, baik yang tinggi maupun yang rendah, kecuali berkaitan dengan al-Haqq dan bersandarkan kepada-Nya melalui pengungkapan dengan nama dan sifat. Jika engkau naik sedikit, maka engkau memahami rahasia peniruan bentuk-bentuk yang tampak bagi hakikat-hakikat yang gaib, kemunculannya dengan rupa yang sesuai, dan benarnya peniruan itu. Jika engkau naik lagi, niscaya engkau tahu rahasia al-Ḥaqq yang tampak pada berbagai penampakan serta rahasia tanzīh dan tasybīh. Diketahui mana yang benar dan mana yang tidak benar dari keduanya. Engkau telah memperhatikan pula makna sabdanya, “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam atas rupa-Nya” (156) dengan tetap berlakunya hukum: “Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya”. Maka pahamilah.

Saya telah bentangkan kepada pengkaji yang menelaah pembahasan ini, bahwa jika dia dibebaskan kebutaannya, maka dia memperoleh banyak ilmu, serta rahasia-rahasia rabbani dan rahasia alam yang tidak dapat didengar dan dirumuskan dalam tulisan-tulisan dalam lingkup keilmuan. Hanya Allah saja yang memberi petunjuk.

Kemudian, ketahuilah bahwa ketika saya merasa harus menyebutkan kandungan hadis ini, dan melihat ilmu dan rahasia, saya jelaskan rahasia pengungkapan-diri tersebut, serta prinsip dan martabat pemisahannya untuk mengetahui kehadiran mana yang muncul dan tampak. Mengapa muncul dalam rupa manusia dan di dalam mimpi. Saya tunjukkan rahasia pukulan di antara kedua bahu. Saya telah jelaskan bahwa tangan yang digunakan memukul adalah tangan mana saja. Saya juga telah menyebutkan rahasia dua tangan, karakteristik masing-masing, apa yang dimunculkannya, apa yang digenggam masing-masing, serta rahasia genggaman dan ujung jari. Saya jelaskan bahwa ujung jari merupakan penampakan sifat-sifat rabbani dan nama-nama yang mana saja. Saya munculkan kesesuaian antara hukum-hukum dan pengaruh hakikat dengan penampakannya. Saya tunjukkan bahwa apa yang dipahami orang cerdas membuka rahasia analogi hakikat manusia pada maqām wājib dan maqām mumkin serta cakupan keduanya. Bagaimana hal itu menunjukkan rahasia sabdanya, “Sesungguhnya Allah menciptakan Ādam dalam rupa-Nya.” Saya sebutkan pasal-pasal (persendian) serta tangan dan penyandarannya pada hakikat huruf-huruf Ilahi dan penampakannya dalam tangan kanan dan tangan kiri. Selain itu, saya sebutkan prinsip-prinsipnya yang merupakan induk asma Tuhan tempat bergantung penciptaan. Itu adalah kunci-kunci sekunder. Sementara kunci-kunci primer adalah kunci-kunci kegaiban adz-Dzāt. Itu adalah nama-nama adz-Dzāt. Itu adalah nama-nama al-Ḥaqq dalam hal zat-Nya yang tidak diketahui kecuali oleh orang-orang sempurna. Secara umum saya telah menyebutkannya ketika membahas rahasia-rahasia nama teragung. Karena itu, saya tidak akan mengulang menyebutkan hal itu di sini. Saya bentangkan di dalam penjelasan ilmu-ilmu yang lain dan rahasia-rahasia tambahan yang dikandung hadis ini. Maka sepantasnya saya menyempurnakan apa yang saya gariskan. Saya harus menjelaskan rahasia-rahasia mimpi ini.

Rahasia dirasakannya dingin ujung-ujung jari di antara kedua payudara itu menunjukkan salju keyakinan dengan diperolehnya ilmu yang nyata. Sementara rahasia kekhususannya dengan dada adalah karena dada merupakan tempat turunnya pensyariatan. Karena, qalbu Rasulullah s.a.w. adalah tempat kebenaran di mana tidak ada yang lain di dalamnya, dan memunculkan lembaran alam. Dada adalah tempat penampakan syariat dan risalah-Nya. Karena, rasul adalah perantara antara sumber risalah (al-mursil) dan umat yang menerima risalah. Sementara syariat adalah hukum yang memperantarai antara hakim, yaitu al-Ḥaqq dan yang di dihukumi. Karena itu, al-Ḥaqq menjadikan dada sebagai tempat ujian yang merupakan cobaan. Allah s.w.t. hanya menguji hamba-hamba-Nya dengan apa yang disyariatkan kepada mereka. Dengan hal tersebut, muncul orang yang tunduk dan taat dan orang yang berbuat maksiat. Maka dua genggaman itu menjadi berbeda. Hal itu ditunjukkan dengan firman-Nya, “Dan Allah [berbuat demikian] untuk menguji apa yang cula di dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada di dalam hatimu.” (QS. Āli ‘Imrān: 154) Membersihkan adalah menyucikan. Membersihkan emas adalah menyucikannya dari kotoran agar menjadi bening. Maka ia layak menjadi tempat kebenaran seperti difirmankan-Nya kepada Dāwūd a.s., “Wahai Dāwūd, kosongkanlah untuk-Ku sebuah rumah untuk Aku tinggali.” Jika penyucian hati itu tidak sempurna sehingga tidak pantas untuk menjadi tempat al-Ḥaqq, maka setidaknya harus bisa menjadi tempat bagi sesuatu yang bersumber dari-Nya berupa ilmu dan pengilhaman yang mendorong ketaatan, kedekatan, kecintaan, kehadiran, ketakutan, dan mencari keridaan Allah s.w.t. Maka dada yang dikhususkan menjadi perumpamaan, yang dipukul dengan tangan, adalah seperti bentuk pengungkapan-diri yang dinisbahkan kepada kehadiran nama ar-Rabb. Maka pahamilah.

Lalu mengenai rahasia mengapa muncul pertanyaan tentang pertengkaran para penghuni alam arwah dan sebabnya, dan kelompok mana dari penghuni alam arwah itu yang dimaksudkan di sini. Sesungguhnya, sudah jelas bagi orang berpikir (ūl-il-albāb) bahwa tidak semua penghuni alam arwah bertengkar dalam hal-hal seperti ini menurut apa yang akan engkau pahami, in syā Allah. Maka ketahuilah, bahwa sebab pertanyaan ini adalah bahwa kehadiran nama ar-Rabb tersebut, ketika terjadi pemisahan antara alam unsur yang batas tertingginya adalah Sidrah al-Muntahā dengan alam al-Kursī yang mulia dan ‘Arsy yang agung, merupakan penggabung dari segi sifat dan hukum di antara dua hal yang bertentangan itu. Sebagian muḥaqqiq menamai masing-masing ini dengan Manzil al-Mutasyābihāt.

Mutasyābih adalah pertengahan antara dua ujungnya. Ia mempunyai hubungan dengan masing-masing dari keduanya, dan bersamanya ada persekutuan secara relatif. Walaupun penisbahannya pada salah satu dari dua tepi ini lebih kuat, karena menurut pen-taḥqīq-an mustahil ada kesamaan yang sempurna pada mutasyābihāt seperti ini, namun mengetahui kecenderungan itu tercegah bagi kebanyakan manusia. Demikianlah ihwal perbuatan manusia. Karena itu, tidak pelak lagi, perbuatan-perbuatan itu bercampur dengan karakteristik kekuatan-kekuatan tubuh alami (jasmani) dan karakteristik kekuatan-kekuatan rohani mereka. Dan juga terwarnai dengan hukum-hukum ilmu atau keyakinan dan pandangan mereka, yang benar dan yang salah. Serta kaitan-kaitan keinginan mereka yang mengikuti tingkatan-tingkatan roh asal mereka yang merupakan tujuan mereka di mana saja di dua tempat yang mereka tinggali. Hal itu ditunjukkan dengan sabda Rasulullah s.a.w. di dalam hadis sahih, “Masing-masing kalian ditunjukkan ke tempat tinggalnya di surga. Dari situ ditunjukkan ke tempatnya di dunia.” (167) Itu terjadi karena esensi dan sifat-sifat penyempurna tertarik ke maqām tujuannya.

Kemudian, ketahuilah bahwa karena yang menguasai perbuatan kebanyakan orang adalah karakteristik tubuh alami (jasmani), maka disebutkan di dalam syariat mengenai Sidrah al-Muntahā bahwa padanya berakhir perbuatan-perbuatan anak Adam, karena penyingkapan para muḥaqqiq sesuai dengan kabar-kabar yang diberitakan oleh Tuhan dan Nabi bahwa Sidrah al-Muntahā adalah akhir alam unsur, sebagaimana saya tunjukkan sebelum ini. Sebagian muḥaqqiq menamainya dengan unsur anasir. Perbuatan-perbuatan fisik merupakan cabang dari susunan tubuh alami. Cabang itu tidak melewati asalnya, dan bagian tidak melampaui keseluruhannva, bahkan tertarik dengan sendirinya padanya agar berhubungan dengannya. Jika ini jelas bagimu, niscaya engkau tahu bahwa martabat perbuatan-perbuatan dan sidrah al-muntahā-nya adalah banyak. Maka rahasia sebab pertengkaran penghuni alam arwah sama dengan bentuk-bentuk perbuatan yang berhubungan dengan badan yang tersusun dari unsur-unsur. Ia memiliki hubungan dengan roh yang siap menerima percampuran dan tindakan. Penghuni alam arwah yang dimaksudkan di sini adalah mereka yang menegaskan bentuk-bentuk perbuatan di beberapa sidrah al-muntahā dan para malaikat di alam dunia yang mengawasi kita siang dan malam. Merekalah yang dikabarkan Nabi s.a.w. dengan sabdanya, “Para malaikat itu mengawasi kalian siang dan malam. Mereka berkumpul pada waktu salat Subuh dan salat Ashar.” (178) Mereka adalah para penulis yang mulia, yang mengangkat amalan-amalan hamba untuk dipersembahkan kepada Tuhan Yang Mahaagung dan Mahatinggi. Mereka mengangkat bentuk-bentuk amalan dari para pelakunya. Pada awal martabat penegasannya terdapat banyak pendahuluan yang diketahui ahli dzawq dan kasyf. Mereka, yakni para malaikat, juga bergabung dengan penghuni alam arwah dalam perdebatan untuk memastikan amalan-amalan yang diangkat ke Sidrah al-Muntahā, apakah dipastikan pada martabat amalan jasmani atau pada martabat amalan rohani. Kekeliruan itu terjadi akibat percampuran yang berkaitan dengan karakteristik susunan tubuh, kekuatan rohani, ilmu, kaitan-kaitan keinginan, dan semua yang telah dijelaskan di atas.

Karena itu, di dalam kisah ini disebutkan tentang membaguskan wudu di pagi yang dingin dan sebagainya. Karena, membaguskan wudu tersebut merupakan perbuatan fisik dalam hal bentuknya, padahal tidak sesuai bagi tubuh itu dan memberatkannya. Yang mendorong untuk melakukannya adalah roh. Maka dari segi otentisitas (ashālah) perbuatan itu adalah rohani, dan dari segi bentuk adalah perbuatan fisik (jasmani). Maka ia muncul sebagai kesamaran yang memiliki dua aspek. Haruslah diketahui yang lebih kuat dari dua hubungan itu dengan salah satu sisi, yakni sisi rohani dan sisi fisik (jasmani). Ketika itu tampaklah martabat perbuatan tersebut dan di mana dipastikannya. Karena percampuran-percampuran yang terdapat dalam bentuk perbuatan di antara kekuatan jasmani dan kekuatan rohani terjadi dalam berbagai bentuk yang memunculkan bentuk-bentuk di alam lebih tinggi. Perbuatan-perbuatan itu diangkat dan ditetapkan oleh para malaikat yang memelihara sidrah tempat berakhirnya perbuatan dari sidrah al-muntahā yang lain. Hal itu, seperti yang saya telah jelaskan, banyak jumlahnya. Yang hukumnya paling umum adalah sidrah al-muntahā yang merupakan sumber syariat dan tempat pertama dari tempat-tempat perbuatan yang disyariatkan.

Sebagian perbuatan melewati sidrah menuju surga. Sementara sebagian lainnya menuju ‘Arsy. Ibadah individual dan setiap perbuatan yang dikuasai sifat-sifat dan kekuatan rohani apabila dibarengi ilmu atau keyakinan, atau yang dihasilkan dari pandangan yang benar yang dilakukan dengan kehadiran qalbu dan ketulusan, maka perbuatan itu melewati ‘Arsy menuju alam arwah. Perbuatan itu tersimpan di situ untuk pemiliknya hingga hari berkumpul (Yawm al-Jam). Kadang-kadang melampaui alam arwah menuju al-Law. Kemudian dikembalikan kepada pemiliknya pada hari berkumpul. Ada yang perbuatannya melewati al-Law menuju maqām qalamī lalu ke al-‘imā’ Barangsiapa yang mengingat hadis, “Aku adalah pendengarannya, penglihatannya, lisannya, tangannya, dan kakinya. Maka dengan-Ku dia mendengar, melihat, berkata, berusaha, dan bertindak,” (189) dan mengingat makna sabda Rasulullah s.a.w., “Sesungguhnya Allah s.w.t. berfirman melalui lisan hambanya, ‘Allah mendengar orang yang memuji-Nya,’” (1910) maka dia memahami bahwa akhir perbuatan yang ditujukan kepada al-Ḥaqq dan akhir perbuatan al-Ḥaqq kepada hamba-Nya, adalah agar dengannya al-Ḥaqq berkata bahwa Ia tidak mungkin muncul pada tempat tertentu, karena al-Ḥaqq disucikan dari tempat. Maka ingatlah dan kajilah, niscaya engkau mendapat petunjuk, in syā Allah.

Catatan:

  1. 10). Hubungkan dengan al-Jāmi’ ash-Shaḥīḥ karya at-Tirmīdzī dalam Tafsīr Sūrah, hal. 113.
  2. 11). Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab al-Jannah, hal. 44 dan at-Tirmīdzī di dalam bab Jahannam, hal 3.
  3. 12). Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab adz-Dzikr, hal. 73; an-Nasā’ī di dalam bab al-Isti’ādzah, hal. 13 dan 65; dan Ibn Hanbal, IV/371 dan VI/209.
  4. 13). Lihat al-Jāmi’ ash-Shaghīr karya as-Suyūthī, cet. Kairo: 1321, jilid I, hal. 63, dari Ibn Ḥibbān dengan redaksi yang berbeda-beda.
  5. 14). Diriwayatkan oleh al-Bukhārī di dalam bab at-Tawḥīd, hal. 15 dan 35; Muslim di dalam bab at-Tawbah, hal. 1 dan bab adz-Dzikr, hal. 2 dan 19; at-Tirmīdzī di dalam bab az-Zuhd, hal 51 dan kitab ad-Da’wāt, hal. 131; Ibn Mājah di dalam bab al-Adab, hal. 58; ad-Dārimī di dalam bab ar-Riqāq, hal. 22; dan Ibn Hanbal, II/251.
  6. 15). Diriwayatkan oleh al-Bukhārī di dalam bab al-Isti‘dzān, hal. 1; Muslim di dalam bab al-Birr, hal. 115 dan bab al-Jannah, hal. 28; dan Ibn Hanbal, II/244.
  7. 16). Diriwayatkan oleh al-Bukhārī di dalam bab ar-Riqāq, hal. 48.
  8. 17). Diriwayatkan oleh al-Bukhārī di dalam bab al-Mawāqīt, hal. 16; Muslim di dalam bab al-Masājid, hal. 210; an-Nasā’ā di dalam bab ash-Shalāh. 231; al-Muwaththa‘ di dalam bab as-Safar, hal. 82; dan Ibn Hanbal. 11/257, 312 dan 486.
  9. 18). Diriwayatkan oleh al-Bukhārī di dalam bab ar-Riqāq, hal. 38.
  10. 19). Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab ash-Shalāh, hal. 62-63.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *