018 Pengaruh Doa Dalam Kaitan Dengan Qadha’ dan Qadar – Pancaran Spiritual – al-Qunawi

PANCARAN SPIRITUAL
TELAAH 40 HADITS SUFISTIK

(Diterjemahkan dari: Syarḥ-ul-Arba‘īna Ḥadītsan)
Oleh: SHADR-UD-DĪN Al-QUNĀWĪ

Penerjemah: Irwan Kurniawan
Penerbit: PT LENTERA BASRITAMA

HADITS KEDELAPAN BELAS

(Pengaruh Doa Dalam Kaitan Dengan Qadha’ dan Qadar)

 

Ditegaskan di dalam ash-Shaḥīḥ dari Umm Ḥabībah (11) bahwa Rasūlullāh s.a.w. mendengarnya sedang berdoa. Dia mengucapkan: “Ya Allah, senangkanlah aku dengan suamiku, Rasūlullāh; dengan saudaraku, Mu‘āwiyah; dan dengan bapakku, Abū Sufyān.” Maka Rasūlullāh s.a.w. berkata kepadanya: “Engkau memohon kepada Allah tentang rezeki yang telah dibagi dan ajal yang telah ditetapkan. Tidak akan disegerakan sedikit pun darinya sesudah tiba waktunya. Kalau engkau memohon kepada Allah agar Dia menyelamatkanmu dari siksaan di dalam kubur dan siksaan di dalam neraka, maka Allah adalah pemberi pertolongan.” (22)

Penyingkapan Rahasia dan Penjelasan Maknanya.

Hadits ini adalah hadits yang musykil. Telah ditegaskan dari Rasūlullāh s.a.w. bahwa beliau bersabda: “Setiap sesuatu memiliki qadha’ dan qadar hingga orang lemah dan orang cerdas.” (33) Tidak ada seorang pun dari para ulama yang berbeda pendapat dalam hal bahwa ketentuan qadha’ dan qadar adalah mencakup setiap sesuatu dan meliputi seluruh maujūd (segala yang ada) dan aspek-aspeknya berupa sifat, perbuatan, keadaan, dan sebagainya. Jadi, apa perbedaan antara sesuatu yang dilarang Nabi s.a.w. untuk didoakan dan anjuran untuk mencari keselamatan dari siksaan neraka dan siksaan kubur?

Ketahuilah bahwa hal-hal yang ditakdirkan itu mencakup dua aspek, yaitu: aspek yang khusus mengenai hal-hal parsial. Hal-hal universal yang dikhususkan bagi manusia telah dikabarkan oleh Nabi s.a.w. bahwa hal itu terbatas pada empat hal saja, yaitu umur, rezeki, ajal, serta kesengsaraan dan kebahagiaan. Di dalam hadits tentang penciptaan janin, beliau bersabda: “Pada bulan keempat malaikat datang kepadanya, lalu meniupkan padanya roh. Dia bertanya: “Wahai Tuhanku, apakah dia laki-laki atau perempuan? Sengsara atau bahagia? Apa rezekinya? Apa amalannya? Apa ajalnya?” Maka al-Ḥaqq mendiktekan dan malaikat itu menuliskan.” (44) Beliau pun bersabda: “Tuhanmu mengisi penciptaan, akhlak, rezeki, ajal, dan kesengsaraan atau kebahagiaan.” (55) Di dalam hal-hal parsial, Allah s.w.t. berfirman: “Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu wahai manusia dan jinn.” (QS. ar-Raḥmān: 31). Maka pahamilah. Aspek-aspek parsial itu, karena tidak terbatas, maka tidak tertentu sebutannya.

Kemunculan sebagiannya dan perolehannya oleh manusia kadang-kadang bergantung pada sebab dan syarat. Barangkali doa, usaha, dan mu‘āmalah adalah termasuk bagian darinya. Artinya, hal itu tidak ditentukan perolehannya tanpa adanya syarat itu, berbeda dengan empat hal pertama. Bagi manusia dan makhluk lain yang biasa bekerja keras, di dalam empat hal itu tidak ada tujuan, kerja keras, dan usaha. Melainkan hal itu merupakan akibat qadha’ dan qadar dari Allah berdasarkan ilmu-Nya yang terdahulu dan telah tertentu secara azali dan abadi menurut keterkaitan dengan objeknya.

Inilah perbedaan antara apa yang dilarang Nabi s.a.w. untuk didoakan dan yang dianjurkannya. Maka kajilah hal ini. Saya telah menjelaskan kepadamu bahwa di dalam hal itu terdapat ilmu dan rahasia. Jika engkau perhatikan, niscaya engkau tahu sejumlah rahasia dari perintah, larangan, nasihat, anjuran, ancaman, dan sebagainya. Allah mengatakan yang benar dan menunjuki siapa saja yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.

Catatan:

  1. 1). Ummu Ḥabībah adalah seorang janda, anak perempuan Abū Sufyān, salah seorang Ummahāt-ul-Mu’minīn, saudara perempuan Mu‘āwiyah. Dia meriwayatkan beberapa hadits. Dia wafat pada tahun 44 H. Lihat Siyaru A‘lam-in-Nubalā’ II/218-223.
  2. 2). Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab al-Qadr, hal. 3 dan 33; dan Ibn Ḥanbal, I/39, 403, 433, 445 dan 466.
  3. 3). Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab al-Qadr, hal. 18.
  4. 4). Diriwayatkan oleh al-Bukhārī di dalam bab Bad’-ul-Khalq, hal. 6 dan Ibn Ḥanbal, V/96, 103 dan 106.
  5. 5). Lihat Ibn Ḥanbal, V/197.