020 Rahim dan Rahasia-rahasianya – Pancaran Spiritual – al-Qunawi

PANCARAN SPIRITUAL
TELAAH 40 HADITS SUFISTIK

(Diterjemahkan dari: Syarḥ-ul-Arba‘īna Ḥadītsan)
Oleh: SHADR-UD-DĪN Al-QUNĀWĪ

Penerjemah: Irwan Kurniawan
Penerbit: PT LENTERA BASRITAMA

HADITS KEDUAPULUH

(Rahim dan Rahasia-rahasianya)

 

Dari ‘Abdurraḥmān bin ‘Awf, (11) dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Aku adalah Allah. Aku adalah ar-Raḥmān. Aku ciptakan Rahim (sifat belas kasih) dan Aku berikan padanya nama dari nama-Ku. Barang siapa menyambungkannya, Aku sambungka padanya. Dan barang siapa memutuskannya, Aku putuskan darinya.”” (22)

Dari Abū Hurairah, (33) bahwa Nabi s.a.w. bersabda, “Rahim merupakan ranting dari ar-Raḥmān. Allah ‘Allah ‘Azza wa Jalla berfirman tentangnya, “Barang siapa yang menyambungkannya, maka Aku sambungkan padanya. Dan barang siapa yang memutuskannya, maka Aku putuskan darinya.” (44)

Dalam riwayat lain dari Abū Hurairah, dia berkata, “Rasulullah s.a.w. bersabda, “Allah menciptakan makhluk hingga ketika selesai tegaklah rahim. Makan rahim itu mengambil pinggang ar-Raḥmān. Lalu Dia bertanya, “Ada apa?” Rahim menjawab, “Inilah maqam yang berlindung dari pemutusan.” Allah berkata, “Benar, tidakkah engkau rida kalau Aku sambungkan orang yang menyambungkanmu dan memutuskan orang yang memutuskanmu?” Rahim menjawab, “Tentu.” Dia berkata, “Maka itu adalah bagimu (55) dan bagi kaum Muslim.””

Bukhārī meriwayatkan dari ‘Ā’isyah r.a., (66) dia berkata, “Rasulullah s.a.w. bersabda, “Rahim tergantung di ‘Arsy. Ia berkata, “Barang siapa menyambungkanku, maka Allah menyambungkannya. Dan barang siapa yang memutuskanku, maka Allah memutuskannya. (77) Allah-lah yang memberi pertolongan.”””

Penyingkapan Rahasia dan Penjelasan Maknanya

Ketahuilah bahwa walaupun hadis-hadis ini khusus berkenaan dengan rahim, tetapi di dalam setiap hadis tersebut terdapat rahasia-rahasia yang tidak terdapat pada hadis lain. Semua hadis itu mengandung rahasia-rahasia agung, ilmu-ilmu yang tinggi, dan masalah-masalah universal. Mengetahuinya adalah penting. Yang pertama adalah mengetahui hakikat rahim. Mengetahui keberadaannya sebagai bagian dari ar-Raḥmān. Mengetahui nama ar-Raḥmān. Mengetahui mengapa rahim tergantung di ‘Arsy. Mengetahui keberhubungannya. Mengetahui keterputusannya. Mengetahui pinggang ar-Raḥmān. Mengetahui pegangannya pada pinggang ar-Raḥmān. Mengetahui tegaknya. Mengetahui maqamnya yang ditunjukkan dengan ucapannya, “Inilah maqam yang berlindung dari pemutusan.” Mengetahui perlindungannya. Mengetahui jawaban al-Ḥaqq kepadanya terhadap sesuatu yang ia minta dari-Nya s.w.t. Mengetahui seruannya karena keberadaannya tergantung pada ‘Arsy. Mengetahui hukum-hukumnya. Semua ini adalah rahasia-rahasia yang tidak tercantum sedikit pun di dalam semua buku. Belum pernah sampai kabar kepadaku bahwa seseorang berusaha menjelaskan hadis-hadis seperti ini yang mengandung penegasan rahasia-rahasia Ilahi dan hadis-hadis Nabi yang menjelaskan tentang hakikat eksistensi dari ahli ilmu lahir atau ahli ilmu batin di antara orang-orang yang mengaku memperoleh mukasyafah yang tinggi, ilmu-ilmu laduni, dan warisan Nabi. Saya akan menjelaskannya, in sya Allah, dengan pembahasan yang komprehensif, tidak secara garis besar, dan tidak pula terperinci, untuk mengungkapkan nikmat dari Allah dan sebagai rasa syukur kepada-Nya atas nikmat yang telah dikaruniakan kepadaku. Dia telah menampakkannya kepadaku, memberiku dapat bersama dengan makhluk-Nya yang paling sempurna dalam menampakkan rahasia-rahasia ini, dan menampakkan ilmu-ilmu yang tersembunyi ini dari yang lain. Maka dengan pertolongan Allah, saya katakan:

Rahim merupakan nama bagi hakikat alami. Alami adalah hakikat yang menggabungkan antara panas, dingin, basah, dan kering. Artinya, masing-masing dari empat hal itu tidak bertentangan. Masing-masing dari empat hal itu bukan dari semua sisi rahim, melainkan dari beberapa sisi-nya. Adapun rahim itu tergantung pada ‘Arsy dalam hal bahwa semua jisim maujud, menurut para muḥaqqiq, adalah bersifat alami. ‘Arsy adalah yang pertama. Berkenaan dengan ini, datang pengabaran-pengabaran syariat tentang masalah surga dan lainnya. Semua penyingkapan (mukāsyafah) orang-orang yang sempurna menyaksikan kebenaran hal itu. Adapun rahim sebagai bagian dari ar-Raḥmān adalah karena rahmat merupakan wujūd itu sendiri. Yaitu, yang meliputi setiap sesuatu. Padahal tidak ada sesuatu yang meliputi setiap sesuatu kecuali wujūd. Wujūd meliputi setiap sesuatu hingga yang namanya ketiadaan (‘adam). Dalam segi bahwa hal itu ada di dalam pikiran dan adanya ketetapan bahwa ketiadaan adalah lawan dari wujūd yang dapat dipastikan. Hanya saja, ada perbedaan di antara dua ketetapan ini. Ketetapan wujud memiliki kepastian di dalam dirinya tanpa melihat ketetapannya di dalam pikiran setiap yang berpikir, sedangkan ketetapan ketiadaan (‘adam) tidak memiliki kepastian dalam dirinya, selain dalam pemikiran orang-orang yang berpikir.

Kemudian ketahuilah, bahwa karena rahmat merupakan suatu nama bagi wujud maka ar-Raḥmān merupakan nama bagi al-Ḥaqq karena keberadaan-Nya sebagai wujud itu sendiri.

Rahim sebagai dahan dari ar-Raḥmān adalah karena segala maujūd terbagi ke dalam aspek lahir dan aspek batin. Jisim-jisim merupakan bentuk lahir dari wujud. Sementara roh dan makna adalah pandangan batin dari wujud. Adapun ‘Arsy adalah maqam keterbagian. Maka pahamilah.

Rahim mengambil pinggang ar-Raḥmān adalah karena ar-Raḥmān yang merupakan manifestasi wujud Rabbani mencakup alam arwah, makna, dan jisim. Alam arwah muncul di dalam wujud dan menempati tempat di atas alam jisim. Dari satu sisi, ia memiliki derajat kausalitas (sababiyyah) dalam kaitannya dengan rahim. Ia memiliki ketinggian. Ia berada di atas paruh pertama bentuk hadirat Ilahiyyah. Karena itu, rahim tergantung pada ‘Arsy, karena ‘Arsy merupakan yang pertama dari alam jisim dan yang meliputi seluruh bentuk lahir. Dengannya dibedakan antara yang lahir dan yang batin. Sementara pinggang yang menjadi tempat ikatan kain sarung merupakan permulaan paruh kedua yang rendah dan ditutup kain sarung, yaitu alam tabiat, tempat penutupan al-Ḥaqq dalam penampakan yang dikhususkan dengan tabiat, yaitu aurat. Karena itu, para malaikat yang diperintahkan bersujud kepada Adam tidak mengetahuinya. Maka mereka lari dari penciptaan alami Adam. Mereka mencacinya. Mereka memuji dirinya sendiri.

Berlindungnya rahim dari pemutusan adalah karena ia merasakan pembedaan yang mengancamnya dari alam arwah dan hadirat nafas Raḥmāni yang merupakan maqam kedekatan rabbani yang sempurna. Maka ia merasa sakit karena menjadi jauh setelah sebelumnya dekat. Ia takut pertolongan Tuhan akan terputus disebabkan keterpisahan yang dirasakannya. Maka al-Ḥaqq mengingatkan dalam jawaban-Nya terhadap doanya untuk melanjutkan bentangan dan mengekalkan hubungan dalam hal kesertaan dan cakupan zat Ilahi. Dengan demikian ia menjadi senang, tenang, dan bersuka hati dengan jawaban al-Ḥaqq kepadanya atas apa yang dimintanya. Maka teruslah ia mendoakan kebaikan bagi orang yang menghubungkannya dan mendoakan kejelekan bagi orang yang memutuskannya.

Menghubungkannya adalah dengan mengetahui kedudukannya dan mengagungkan kekuatannya. Karena, kalau tiada campuran yang dihasilkan dari tonggak-tonggaknya. Maka tidak akan muncul roh manusia dan tidak akan mampu ia menggabungkan antara ilmu universal dan ilmu parsial. Bahkan, alam roh insani membinasakan keuniversalan sebagaimana al-Ḥaqq mengabarkan hal itu dengan firman-Nya, “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apa pun.” (QS. an-Nahl: 78) Maka dengan penciptaan alami dan apa yang dititipkan al-Ḥaqq di dalamnya berupa kekhususan, kekuatan, dan alat-alat, datang untuk manusia gabungan antara kekhususan hukum-hukum, serta kesempurnaan rohani dan tabiat. Dengan gabungan ini dia memohon untuk beroleh martabat pemisahan (barzākhiyyah) yang mencakup hukum-hukum Wājib al-Wujūd (Allah) dan imkān (makhluk). Maka sempurnalah baginya persamaan dan benarlah baginya penghadapan. Maka dia muncul dalam bentuk hadirat Ilahiyyah dan yang benar-benar mengetahui segala yang lahir dan yang batin. Maka pahamilah.

Ini adalah sebagian dari karakteristik hubungannya yang dapat disebutkan.

Adapun pemutusannya dikabarkan oleh al-Ḥaqq. Allah memutuskan orang yang memutuskan rahim. Yaitu orang yang meremehkan rahim dan tidak mengetahui kedudukannya serta merendahkan haknya. Barang siapa yang merendahkan hak Allah dan tidak mengetahui apa yang disimpan al-Ḥaqq di dalamnya berupa kekhususan nama-nama di mana rahim disandarkan dan diikatkan pada al-Ḥaqq. Sehingga, jika tidak karena kedudukannya yang tinggi di sisi al-Ḥaqq, maka al-Ḥaqq tidak akan mengabarkannya ketika memberikan jawaban dengan firman-Nya, “Barang siapa yang menghubungkanmu, niscaya Aku menghubungkannya. Dan barang-siapa yang memutuskanmu, niscaya Aku memutuskannya.” Di antara penghinaan dan pemutusan adalah celaan para hakim mutaakhir terhadapnya. Mereka menyifatinya dengan kegelapan dan kotor. Mereka berusaha untuk bebas dari hukum-hukumnya dan terbebas dari sifat-sifatnya. Kalau saja mereka mengetahui bahwa itu dilarang dan bahwa setiap kesempurnaan didapat oleh manusia setelah berpisah dengan penciptaan alami, maka itu termasuk hasil dan buah dari persahabatan roh terhadap percampuran alami.

Setelah perpisahan itu, manusia hanya beralih dari bentuk-bentuk jasmani (fisik) ke alam-alam yang merupakan manifestasi kelembutannya. Di dalam alam-alam tersebut semua orang yang berbahagia dapat melihat al-Ḥaqq sebagaimana dijanjikan di dalam syariat. Dan dikabarkan bahwa hal itu merupakan nikmat Allah yang paling besar bagi penghuni surga. Hakikat bergantungnya kesaksian al-Ḥaqq padanya adalah bagaimana hal itu boleh direndahkan. Hal khusus dari ahli Allah adalah seperti orang-orang yang sempurna dan orang-orang yang mendekati mereka. Jika mereka memperoleh kesaksian al-Ḥaqq dan mengetahui-Nya secara benar, maka mereka diberi kemudahan dengan bantuan penciptaan alami ini hingga termanifestasi zat yang abadi dan tidak ada hijab sesudahnya. Tidak ada lagi yang kekal bagi orang-orang sempurna selain-Nya. Karena itu orang-orang yang sempurna sepakat bahwa barang siapa yang tidak memperoleh hal itu di dalam penciptaan alami ini, maka dia belum memperoleh pemisahan. Hal itu ditunjukkan dengan sabda Rasulullah s.a.w., “Apabila anak Adam mati, terputuslah amalannya,” (88) dan sabdanya, “Bagi sekelompok penghuni surga, Tuhan tidak tertutup dan tidak terhijab mereka.” (99)

Adapun tegak dan permohonannya adalah penghadapan dirinya dengan sifat pengharapan kepada al-Ḥaqq. Al-Ḥaqq menamai penghadapan-Nya kepada makhluk dengan bentangan yang tegak. Dia berfirman, “Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya.” (QS. ar-Ra’d: 33) Maka ketahuilah hal itu dan kajilah apa yang telah saya jelaskan kepadamu di dalam penjelasan hadis ini yang mencakup ilmu-ilmu yang tinggi dan rahasia-rahasia yang tersembunya. Engkau beruntung, in sya Allah.

Catatan:

  1. 1). ‘Abdurraḥmān bin ‘Awf adalah salah seorang dari sepuluh sahabat yang mendapat kabar gembira (dijamin masuk surga). Banyak hadis yang diriwayatkan darinya oleh Ibnu ‘Abbās, Ibn ‘Umar, dan Anas bin Mālik. Dia wafat pada tahun 32 H. Lihat Siyar A’lām an-Nubalā’, jilid I, hal. 69-92.
  2. 2). Diriwayatkan oleh Ibn Hanbal, I/11 dan 194.
  3. 3). Abū Hurairah adalah seorang sahabat Rasulullah s.a.w. yang menyertai beliau selama empat tahun. Dia wafat pada tahun 57 H. Disandarkan padanya 5374 hadis. Lihat Siyar A’lām an-Nubalā, II/578-632.
  4. 4). Diriwayatkan oleh al-Bukhārī di dalam bab al-Adab, hal. 13; at-Turmudzī di dalam bab al-Birr, hal. 16; dan Ibn Hanbal, I/190, 321 dan II/295.
  5. 5). Diriwayatkan oleh al-Bukhārī di dalam bab Tafsīr Sūrah, hal. 47 dan at-Tauḥīd, hal. 35; Muslim di dalam bab al-Birr, hal. 16; dan Ibn Hanbal, II/330, 383, dan 406.
  6. 6). ‘Ā’isyah bint al-Imām ash-Shiddīq. Dia adalah Umm al-Mu’minīn. Dia wafat pada tahun 57 H. Lihat Siyar A’lām an-Nubalā’, II/135-201.
  7. 7). Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab al-Birr, hal. 17 dan Ibn Hanbal, II/163 dan 190.
  8. 8). Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab al-Washiyyah, hal. 14; Abū Dāwūd di dalam bab al-Washāyā, hal. 13; dan an-Nasā’ī di dalam bab al-Whashāyā, hal. 8.
  9. 9). Saya tidak menemukannya di dalam rujukan.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *