Surah asy-Syams 91 ~ Tafsir Ibni Katsir (2/2)

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah asy-Syams 91 ~ Tafsir Ibni Katsir

Asy-Syams, ayat: 11-15

كَذَّبَتْ ثَمُوْدُ بِطَغْوَاهَا، إِذِ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا، فَقَالَ لَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ نَاقَةَ اللهِ وَ سُقْيَاهَا، فَكَذَّبُوْهُ فَعَقَرُوْهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ فَسَوَّاهَا، وَ لَا يَخَافُ عُقْبَاهَا.

091:11. (Kaum) Tsamūd telah mendustakan (rasulnya) karena mereka melampaui batas,
091:12. ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka,
091:13. lalu Rasul Allah (Shāliḥ) berkata kepada mereka: “(Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya”.
091:14. Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu, maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyama-ratakan mereka (dengan tanah).
091:15. dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu.

 

Allah s.w.t. menceritakan tentang kaum Tsamūd, bahwa mereka mendustakan Rasul Allah yang diutus kepada mereka, karena sudah menjadi watak mereka perbuatan sewenang-wenang dan melampaui batas. Muḥammad ibnu Ka‘b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

بِطَغْوَاهَا

karena mereka melampaui batas (asy-Syams: 11)

Bahwa lafaz taghwāhā artinya semuanya, yakni kaum Tsamūd semuanya. Tetapi pendapat yang paling utama adalah pendapat yang pertama, yang mengartikan “melampaui batas”. Demikianlah menurut pendatap Mujāhid dan Qatādah serta selain keduanya. Maka sebagai akibat dari sikap dan watak mereka yang demikian itu akhirnya mereka mendustakan hidayah dan keyakinan yang disampaikan oleh rasul mereka.

إِذِ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا

ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka (asy-Syams: 12)

Yakni orang yang paling jahat di antara kabilah, dia adalah Qaddār ibnu Sālif si penyembelih unta betina, dia dijuluki dengan sebutan Uḥaimir Tsamūd, dan dialah yang disebutkan oleh Allah s.w.t. dalam firman-Nya:

فَنَادَوْا صَاحِبُهُمْ فَتَعَاطَى فَعَقَرَ.

Maka mereka memanggil kawannya, lalu kawannya menangkap (unta itu) dan membunuhnya. (al-Qamar: 29).

Lelaki itu adalah seorang yang perkasa lagi dimuliakan di kalangan kaumnya, mempunyai kedudukan nasab yang terhormat, dan pemimpin yang ditaati. Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namīr, telah menceritakan kepada kami Hisyām, dari ayahnya, dari ‘Abdullāh ibnu Zam‘ah yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. dalam suatu khutbahnya menceritakan perihal unta betina ini dan menyebutkan orang yang menyembelihnya. Maka beliau s.a.w. bersabda:

إِذِ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا اِنْبَعَثَ لَهَا رَجُلٌ عَارِمٌ عَزِيْزٌ مَنِيْعٌ فِيْ رَهْطِهِ مِثْلُ أَبِيْ زَمْعَةَ

Ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka menuju ke unta itu (untuk menyembelihnya), dia adalah seorang lelaki yang kuat, dimuliakan, dan paling dipengaruhi di kalangan kaumnya, seperti halnya Abu Zam‘ah.

Imām Bukhārī meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dan Imām Muslim di dalam Shifat-un-Nār, juga Imām Tirmidzī dan Imām Nasā’ī di dalam kitab Sunan masing-masing. Demikian pula Ibnu Jarīr dan Ibnu Abī Ḥātim, dari jalur (من طرق) Hisyām ibnu ‘Urwah dengan sanad yang sama.

Ibnu Abī Ḥātim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abū Zar‘ah, telah menceritkan kepada kami Ibrāhīm ibnu Mūsā, telah menceritakan kepada kami ‘Īsā ibnu Yūnus, telah menceritakan kepada kami Muḥammad ibnu Isḥāq, telah menceritakan kepada Yazīd ibnu Muḥammad ibnu Khaitsam, dari Muḥammad ibnu Ka‘b al-Qurazī, dari Muḥammad ibnu Khaitsam Abī Yazīd, dari ‘Ammār ibnu Yāsir yang mengatakan bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda kepada ‘Alī: “Maukah aku ceritakan kepadamu tentang orang yang paling celaka?” ‘Alī menjawab: “Tentu saja mau.” Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

رَجُلَانِ أُحَيْمِرُ ثَمُوْدَ الَّذِيْ عَقَرَ النَّاقَةَ وَ الَّذِيْ يَضْرِبُكَ يَا عَلِيُّ عَلَى هذَا حَتَّى تَبْتَلَّ مِنْهُ هذِهِ.

Dua orang lelaki – yaitu Uhaimir Tsamūd – yang telah menyembelih unta betina dan lelaki yang telah memukulmu, hai ‘Alī, pada bagian inimu, hingga kamu bersimbah darah karenanya.

Yang dimaksud ialah bagian dagunya.

Firman Allah s.w.t.:

فَقَالَ لَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ

lalu Rasul Allah (Nabi Shāliḥ) berkata kepada mereka (asy-Syams: 13).

Rasul Allah yang diutus kepada mereka adalah Nabi Shāliḥ a.s.

نَاقَةَ اللهِ

Inilah unta Allah. (asy-Syams: 13).

Yaitu hati-hatilah kalian terhadap unta Allah ini, jangan sampai kalian mengganggunya dengan menimpakan keburukan terhadapnya.

وَ سُقْيَاهَا

dan minumannya. (asy-Syams: 13).

Maksudnya, janganlah kalian melampaui batas atau bersikap zalim terhadap giliran minumnya, karena sesungguhnya dia mempunyai hari giliran tertentu bagi minumnya, juga bagi kalian ada hari giliran tertentu lainnya yang telah dimaklumi.

Allah s.w.t. berfirman:

فَكَذَّبُوْهُ فَعَقَرُوْهَا

Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu (asy-Syams: 14)

Yakni mereka mendustakan apa yang diperintahkan oleh nabi mereka, dan akibat dari sikap itu mereka berani menyembelih unta betina yang dikeluarkan oleh Allah s.w.t. dari sebuah batu besar, sebagai mukjizat Nabi Shāliḥ terhadap mereka dan sekaligus sebagai ḥujjah (alasan) terhadap mereka (bilamana mereka mendustakannya).

فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ

maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, (asy-Syams: 14).

Allah murka terhadap mereka, maka Dia membinasakan mereka hingga semuanya hancur dan mati.

فَسَوَّاهَا

lalu Allah menyamaratakan mereka (dengan tanah) (asy-Syams: 14)

Yaitu Allah menjadikan hukuman yang ditimpakan kepada mereka berakibat mereka disamaratakan dengan tanah. Qatādah mengatakan bahwa telah sampai kepada kami suatu berita yang menyebutkan bahwa Uḥaimir Tsamūd (أحيمر ثمود) masih belum menyembelih unta betina itu hingga ia diikuti oleh semua kaumnya yang kecil, yang dewasa, yang laki-laki dan yang wanitanya semuanya ikut andil. Ketika mereka bersekutu menyembelih unta betina itu, maka Allah membinasakan mereka semuanya disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyamaratakan mereka dengan tanah.

Firman Allah s.w.t.:

وَ لَا يَخَافُ.

dan Allah tidak takut. (asy-Syams: 15)

Qiraat lain ada yang membacanya yukhāfu.

عُقْبَاهَا

terhadap akibat tindakan-Nya itu. (asy-Syams: 15)

Ibnu ‘Abbās mengatakan bahwa Allah tidak takut terhadap siapa pun tentang apa yang telah dilakukan-Nya, tiada seorang pun yang akan meminta pertanggungjawaban terhadap-Nya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujāhid, al-Ḥasan, Bakr ibnu ‘Abdullāh al-Muzanī, dan selain mereka.

Adh-Dhaḥḥāk dan as-Suddī mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah s.w.t.:

وَ لَا يَخَافُ عُقْبَاهَا.

dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu. (asy-Syams: 15)

demikianlah makna ayat menurut keduanya, yakni orang yang menyembelih unta betina Allah itu tidak takut kepada akibat dari perbuatannya itu. Tetapi pendapat pertamalah yang lebih kuat, mengingat konteks kalimat menunjukkan kepada pengertian tersebut; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Demikianlah akhir tafsir sūrat-usy-Syams, segala puji bagi Allah atas segala karunia-Nya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *