Surah al-Muthaffifin 83 ~ Tafsir Ibni Katsir (3/3)

Dari Buku:
Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30
(An-Nabā’ s.d. An-Nās)
Oleh: Al-Imam Abu Fida’ Isma‘il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah al-Muthaffifin 83 ~ Tafsir Ibni Katsir

Al-Muthaffifīn, ayat 18-28.

كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْأَبْرَارِ لَفِيْ عِلِّيِّيْنَ. وَ مَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيُّوْنَ. كِتَابٌ مَّرْقُوْمٌ. يَشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُوْنَ. إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِيْ نَعِيْمٍ. عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُوْنَ. تَعْرِفُ فِيْ وُجُوْهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيْمِ. يُسْقَوْنَ مِنْ رَّحِيْقٍ مَّخْتُوْمٍ. خِتَامُهُ مِسْكٌ وَ فِيْ ذلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُوْنَ. وَ مِزَاجُهُ مِنْ تَسْنِيْمٍ. عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُوْنَ.

083: 18. Sekali-kali tidak, sesungguhnya kitab orang-orang berbakti itu, benar-benar (tersimpan) dalam “‘Iliyyīn”.
083: 19. Tahukah kamu apakah “‘Iliyyīn” itu?
083: 20. (yaitu) kitab yang bertulis,
083: 21. yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan (kepada Allah).
083: 22. Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (surga),
083: 23. mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.
083: 24. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan.
083: 25. Mereka diberi minum dari khamr murni yang dilak (tempatnya),
083: 26. laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.
083: 27. Dan campuran khamr murni itu adalah tasnīm.
083: 28. (yaitu) mata air yang minum darinya orang-orang yang didekatkan kepada Allah.

 

Allah s.w.t. berfirman dengan sebenar-benarnya, bahwa sesungguhnya buku catatan amal orang-orang yang berbakti itu berbeda dengan buku catatan orang-orang yang durhaka; buku catatan amal mereka,

لَفِيْ عِلِّيِّيْنَ

benar-benar (tersimpan) dalam “‘Iliyyīn”” (al-Muthaffifīn: 18).

Yaitu tempat kembali mereka adalah ‘Iliyyīn, dan ini berbeda dengan Sijjīn, keduanya bertolak belakang. Al-A‘masy telah meriwayatkan dari Syamīr ibnu ‘Athiyyah, dari Hilāl ibnu Yūsuf yang mengatakan, bahwa Ibnu ‘Abbās pernah bertanya kepada Ka‘b yang saat itu aku (Hilāl ibnu Yūsuf) hadir, tentang makna Sijjīn. Maka Ka‘b menjawab bahwa Sijjīn terletak di bumi lapis ketujuh, di dalamnya tersimpan arwah orang-orang kafir. Ibnu ‘Abbās pun bertanya lagi kepada Ka‘b tentang ‘Iliyyīn, maka Ka‘b pun menjawab bahwa ‘Iliyyīn terletak di langit yang ketujuh, di dalamnya tersimpan arwah orang-orang mu’min. Hal yang sama dikatakan pula bukan hanya oleh seorang ulama, bahwa sesungguhnya ‘Iliyyīn itu terletak di langit yang ketujuh.

‘Alī ibnu Abī Thalḥah telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās sehubungan dengan makna firman-Nya:

كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْأَبْرَارِ لَفِيْ عِلِّيِّيْنَ

Sekali-kali tidak, sesungguhnya kitab orang-orang berbakti itu, benar-benar (tersimpan) dalam “‘Iliyyīn””. (al-Muthaffifīn: 18).

Yakni di dalam surga. Menurut riwayat lain dari Ibnu ‘Abbās yang dikemukakan oleh al-‘Aufī, catatan amal perbuatan mereka berada di langit di sisi Allah. Hal yang sama dikatakan oleh adh-Dhaḥḥāk. Qatādah mengatakan bahwa ‘Iliyyīn adalah kaki ‘Arasy yang sebelah kanan. Selain Qatādah mengatakan bahwa ‘Iliyyīn berada di dekat Sidrat-ul-Muntahā.

Maka lahiriah ayat menunjukkan bahwa ‘Iliyyīn diambil dari kata al-‘uluwwu yang artinya tinggi. Dan sesuatu itu menakala meninggi, maka ia bertambah besar dan luas, karena itulah Allah s.w.t. membesarkan perihalnya dan menggambarkannya dengan gambaran yang agung. Untuk itu Allah s.w.t. berfirman:

وَ مَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيُّوْنَ

Tahukah kamu apakah “‘Iliyyīn” itu?” (al-Muthaffifīn: 19).

Kemudian Allah s.w.t. mengukuhkan apa yang telah dicatatkan bagi mereka.

كِتَابٌ مَّرْقُوْمٌ. يَشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُوْنَ

(yaitu) kitab yang bertulis, yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan (kepada Allah).” (al-Muthaffifīn: 20-21).

Mereka adalah para malaikat menurut Qatādah. Al-‘Aufī telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, bahwa kitab itu di tiap langit hanya disaksikan oleh para malaikat yang terdekatanya.

Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:

إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِيْ نَعِيْمٍ.

Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (surga),” (al-Muthaffifīn: 22)

Artinya, kelak di hari Kiamat mereka berada dalam kenikmatan yang abadi dan surga-surga yang di dalamnya terdapat karunia yang berlimpah.

عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُوْنَ.

mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.” (al-Muthaffifīn: 23).

Yang dimaksud dengan arā’ik ialah dipan-dipan yang beralaskan permadani. Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah mereka memandangi kerajaan mereka dan segala sesuatu yang diberikan Allah kepada mereka berupa kebaikan dan karunia yang tidak pernah habis dan tidak pernah rusak selamanya. Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud dari firman-Nya:

عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُوْنَ.

mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.” (al-Muthaffifīn: 23).

Yakni memandang kepada Allah s.w.t. Dan hal ini bertentangan dengan apa yang digambarkan oleh Allah s.w.t. tentang keadaan orang-orang yang durhaka melalui firman-Nya:

كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّمَحْجُوْبُوْنَ

Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka.” (al-Muthaffifīn: 15).

Maka disebutkan perihal orang-orang yang berbakti, bahwa mereka diperbolehkan melihat kepada Allah s.w.t., sedangkan mereka berada di atas dipan-dipan dan hamparan-hamparannya, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis Ibnu ‘Umar:

إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً لَمَنْ يَنْظُرُ فِيْ مُلْكِهِ مَسِيْرَةَ أَلْفَيْ سَنَةٍ يَرَى أَقْصَاهُ كَمَا يَرَى أَدْنَاهُ، وَ إِنَّ أَعْلَاهُمْ لَمَنْ يَنْظُرُ إِلَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ فِي الْيَوْمِ مَرَّتَيْنِ.

Sesungguhnya ahli surga yang paling rendah kedudukannya ialah seperti seseorang yang memerlukan waktu dua ribu tahun untuk melihat semua bagian kerajaannya; dan dia dapat menyaksikan bagian yang terdekatnya sama dengan melihat ke bagian yang terdekatny. Dan sesungguhnya ahli surga yang paling tinggi (kedudukannya) adalah bagi orang yang dapat memandang kepada Allah s.w.t. sebanyak dua kali dalam seharinya.

Firman Allah s.w.t.:

تَعْرِفُ فِيْ وُجُوْهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيْمِ

Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan.” (al-Muthaffifīn: 24).

Yakni apabila engkau lihat wajah mereka, kamu akan dapat mengetahui kesenangan hidup mereka yang penuh dengan kenikmatan; yakni tampak berseri-seri, cerah, gembira ria, dan senang dengan kenikmatan besar yang menggelimangi kehidupan mereka.

Firman Allah s.w.t.:

يُسْقَوْنَ مِنْ رَّحِيْقٍ مَّخْتُوْمٍ.

Mereka diberi minum dari khamr murni yang dilak (tempatnya),” (al-Muthaffifīn: 25).

Mereka diberi minum dari khamr surga, dan raḥīq adalah nama lain dari khamr surga; demikianlah menurut Ibnu Mas‘ūd, Ibnu ‘Abbās, Mujāhid, al-Ḥasan, dan Qatādah serta Ibnu Zaid.

Imām Aḥmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ḥasan, telah menceritakan kepada kami Zuhair, dari Sa‘d Abul-Mujāhid ath-Thā’ī, dari ‘Athiyyah ibnu Sa‘d al-‘Aufī, dari Abū Sa‘īd al-Khudrī, yang menurut pandangan perawi Abū Sa‘īd me-rafa‘-kannya sampai kepada Nabi s.a.w. Bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda:

أَيُّمَا مُؤْمِنٍ سَقَى مُؤْمِنًا شَرْبَةَ مَاءٍ عَلَى ظَمْءٍ سَقَاهُ اللهُ تَعَالَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الرَّحِيْقِ الْمَخْتُوْمِ، وَ أَيُّمَا مُؤْمِنٍ أَطْعَمَ مُؤْمِنًا عَلَى جُوْعٍ أَطْعَمَهُ اللهُ مِنْ ثِمَارِ الْجَنَّةِ، وَ أَيُّمَا مُؤْمِنٍ كَسَا مُؤْمِنًا ثَوْبًا عَلَى عُرْيٍ كَسَاهُ اللهُ مِنْ خُضْرِ الْجَنَّةِ.

Siapa pun orangnya yang mu’min memberi minum orang mu’min lainnya yang sedang kehausan, maka kelak Allah akan memberinya minuman di hari Kiamat nanti dari khamr murni yang dilak tempatnya. Dan siapa pun orangnya yang mu’min memberi makan orang mu’min lain yang sedang kelaparan, maka Allah memberinya makan dari buah-buahan surga. Dan siapa pun orangnya yang mu’min memberi pakaian kepada orang mu’min lainnya yang tidak punya pakaian (telanjang), maka Allah akan memberinya pakaian dari kain sutra surga yang berwarna hijau.

Ibnu Mas‘ūd mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

خِتَامُهُ مِسْكٌ

Laknya adalah kesturi.” (al-Muthaffifīn: 26).

Bahwa makna yang dimaksud ialah campurannya adalah minyak kesturi. Al-‘Aufī telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, bahwa Allah mewangikan bagi mereka khamr surga, dan sesuatu yang dicampurkan kepada khamr surga adalah kesturi, kemudian dilak dengan kesturi. Hal yang sama dikatakan oleh Qatādah dan adh-Dhaḥḥāk. Ibrāhīm dan al-Ḥasan mengatakan bahwa laknya memakai minyak kesturi, yakni kesudahannya ialah minyak kesturi.

Ibnu Jarīr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ḥumaid, telah menceritakan kepada kami Yaḥyā ibnu Wādhiḥ, telah menceritakan kepada kami Abū Hamzah, dari Jābir, dari ‘Abd-ur-Raḥmān ibnu Tsābit, dari Abū Dardā’ sehubungan dengan makna firman-Nya:

خِتَامُهُ مِسْكٌ

Laknya adalah kesturi.” (al-Muthaffifīn: 26).

Yakni minuman yang putih seperti warna perak yang mereka gunakan untuk menutup minuman khamrnya. Seandainya seseorang dari penduduk dunia memasukkan jarinya ke dalam minuman itu, lalu ia mengeluarkannya, maka tiada suatu makhluk pun yang bernyawa melainkan dapat mencium bau wanginya.

Ibnu Abī Najīḥ telah meriwayatkan dari Mujāhid sehubungan dengan makna firman-Nya:

خِتَامُهُ مِسْكٌ

Laknya adalah kesturi.” (al-Muthaffifīn: 26).

Maksudnya, diharumkan dengan minyak kesturi.

Firman Allah s.w.t.:

وَ فِيْ ذلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُوْنَ.

dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (al-Muthaffifīn: 26).

Yaitu terhadap keadaan seperti ini hendaklah orang-orang berlomba-lomba untuk meraihnya dan berbangga diri karena berhasil meraihnya.

Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain melalui firman-Nya:

لِمِثْلِ هذَا فَلْيَعْمَلِ الْعَامِلُوْنَ.

Untuk kesenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja.” (ash-Shaffāt: 61).

Adapun firman Allah s.w.t.:

وَ مِزَاجُهُ مِنْ تَسْنِيْمٍ.

Dan campuran khamr murni itu adalah tasnim.” (al-Muthaffifīn: 27).

Yakni campuran khamr ini adalah sesuatu minuman yang disebut tasnīm, yang merupakan minuman ahli surga yang paling afdhal dan paling terhormat. Demikianlah menurut Abū Shāliḥ dan adh-Dhaḥḥāk. Karena itulah Allah s.w.t. berfirman dalam ayat berikutnya:

عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُوْنَ.

(yaitu) mata air yang minum darinya orang-orang yang didekatkan kepada Allah.” (al-Muthaffifīn: 28)

Maksudnya, minuman yang hanya diminum oleh orang-orang yang didekatkan dengan Allah. Minuman tersebut menjadi campuran bagi minuman ashḥāb-ul-yamīn atau golongan kanan. Demikianlah menurut Ibnu Mas‘ūd, Ibnu ‘Abbās, Masrūq, Qatādah, serta selain mereka.

 

Al-Muthaffifīn, ayat: 29-36:

إِنَّ الَّذِيْنَ أَجْرَمُوْا كَانُوْا مِنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا يَضْحَكُوْنَ. وَ إِذَا مَرُّوْا بِهِمْ يَتَغَامَزُوْنَ. وَ إِذَا انْقَلَبُوْا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوْا فَكِهِيْنَ. وَ إِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوْا إِنَّ هؤُلآءِ لَضَالُّوْنَ. وَ مَا أُرْسِلُوْا عَلَيْهِمْ حَافِظِيْنَ. فَالْيَوْمَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُوْنَ. عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُوْنَ. هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ

083: 29. Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman.
083: 30. Dan apabila orang-orang yang beriman lewat di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya.
083: 31. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira.
083: 32. Dan apabila mereka melihat orang-orang mu’min, mereka mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat,”
083: 33. padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk menjaga bagi orang-orang mu’min.
083: 34. Maka pada hari ini orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir,
083: 35. mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.
083: 36. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”

 

Allah s.w.t. menceritakan perihal orang-orang yang berdosa, bahwa mereka sewaktu di dunia menertawakan orang-orang mu’min, yakni mengejek dan menghina mereka. Dan apabila mereka melewati orang-orang mu’min, maka mereka saling berkedip di antara sesamanya sebagai penghinaan dan merendahkan orang-orang mu’min.

وَ إِذَا انْقَلَبُوْا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوْا فَكِهِيْنَ.

Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira.” (al-Muthaffifīn: 31).

Yakni bilamana orang-orang yang berdosa itu kembali ke tempat tinggal mereka, maka mereka kembali kepada kehidupan yang gembira dan menyenangkan. Dengan kata lain, apa pun yang mereka inginkan, mereka dapat memperolehnya, yakni mereka hidup senang dan kaya. Tetapi sekalipun demikian keadaan mereka, mereka tidak mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikan kepada mereka, bahkan sebaliknya mereka sibuk dengan menghina dan mencemoohkan kaum mu’min serta dengki terhadapnya.

وَ إِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوْا إِنَّ هؤُلآءِ لَضَالُّوْنَ.

Dan apabila mereka melihat orang-orang mu’min, mereka mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat,”” (al-Muthaffifīn: 32).

Karena orang-orang mu’min tidak seagama dengan mereka. Maka Allah s.w.t. berfirman dalam ayat berikutnya:

وَ مَا أُرْسِلُوْا عَلَيْهِمْ حَافِظِيْنَ.

padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk menjaga bagi orang-orang mumin.” (al-Muthaffifīn: 33)

Artinya, orang-orang yang berdosa itu bukanlah sebagai penjaga orang-orang mu’min untuk mengawasi semua perbuatan dan ucapan mereka, dan mereka tidak pula ditugaskan untuk melakukan hal itu terhadap orang-orang mu’min. Lalu mengapa mereka menyibukkan dirinya dengan orang-orang mu’min dan menjadikan orang-orang mu’min sebagai sasaran yang ada di hadapan mata mereka? Tungau di seberang jalan kelihatan, tetapi gajah di pelupuk mata tidak kelihatan. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

اخْسَؤُوْا فِيْهَا وَ لَا تُكَلِّمُوْنِ، إِنَّهُ كَانَ فَرِيْقٌ مِّنْ عِبَادِيْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَ ارْحَمْنَا وَ أَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ، فَاتَّخَذْتُمُوْهُمْ سِخْرِيًّا حَتَّى أَنْسَوْكُمْ ذِكْرِيْ وَ كُنْتُمْ مِّنْهُمْ تَضْحَكُوْنَ، إِنِّيْ جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِمَا صَبَرُوْا أَنَّهُمْ هُمُ الْفَائِزُوْنَ.

Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kalian berbicara dengan-Ku. Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hambaKu berdoa (di dunia): “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang paling baik.” Lalu kalian menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kalian mengejek mereka, menjadikan kalian lupa mengingat Aku dan adalah kalian selalu menertawakan mereka. Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang.” (al-Mu’minūn: 108-111).

Karena itulah maka dalam surat ini disebutkan:

فَالْيَوْمَ

Maka pada hari ini.” (al-Muthaffifīn: 34).

Maksudnya, di hari Kiamat.

الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُوْنَ.

orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir,” (al-Muthaffifīn: 34)

Sebagai pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa karena mereka sewaktu di dunia menertawakannya.

عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُوْنَ.

mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.” (al-Muthaffifīn: 35).

Yaitu memandang kepada Allah s.w.t. untuk menyanggah dugaan orang-orang berdosa yang menuduh mereka sebagai orang-orang yang sesat. Di hari itu terbukti bahwa orang-orang mu’min yang mereka tertawakan tidak sesat, bahkan mereka adalah kekasih-kekasih Allah yang didekatkan kepada-Nya, dan dapat melihat kepada Tuhan mereka di negeri kehormatan-Nya, yaitu surga.

Firman Allah s.w.t.:

هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (al-Muthaffifin: 36).

Yakni apakah orang-orang kafir itu telah mendapat balasan dari apa yang pernah mereka lakukan terhadap orang-orang mu’min sewaktu di dunia, yaitu penghinaan dan cemoohan, ataukah tidak? Sebagai jawabannya ialah mereka telah mendapat pembalasan dari amal perbuatan mereka dengan balasan yang lengkap, setimpal, lagi sempurna.

Demikianlah akhir tafsir sūrat-ul-Muthaffifīn, segala puji bagi Allah atas semua karunia-Nya.