Surah al-Ma’arij 70 ~ Tafsir al-Munir – az-Zuhaili (5/7)

Dari Buku:
Tafsir al-Munir
(Jilid 15 Juz 29-30)
Oleh: Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili

Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk.
Penerbit: GEMA INSANI

Rangkaian Pos: Surah al-Ma'arij 70 ~ Tafsir al-Munir - az-Zuhaili

3. Membayarkan zakat yang dan kewajiban-kewajiban māl (harta).

Dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta” (al-Ma‘ārij [70]: 24-25).

Orang-orang yang pada harta mereka ada bagian yang ditentukan untuk orang-orang yang membutuhkan dan orang-orang yang kesusahan, baik mereka meminta-minta pada orang lain atau menjaga diri. Ini mencakup zakat-zakat yang difardhukan dan semua yang diwajibkan oleh manusia untuk diri mereka sendiri, seperti nazar, sedekah terus-menerus atau pemberian bantuan secara kontinu. Ini dalil mengenai kewajiban ibadah māl yang mempunyai tujuan-tujuan sosial setelah kewajiban ibadah fisik yang mempunyai tujuan akhlak yang mendidik diri dan target agama yang luhur. Yang dimaksudkan dengan kebenaran adalah zakat yang diwajibkan, dengan dalil dia disifati dengan “tertentu” juga digabungkan dengan pelaksanaan shalat secara terus-menerus.

Ada yang berpendapat itu adalah sedekah-sedekah, selain zakat. Jadi hukumnya sunnah atau dianjurkan.

4. Membenarkan hari pembalasan.

Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan” (al-Ma‘ārij [70]: 26).

Orang-orang yang meyakini hari Kiamat atau tempat kembali, perhitungan dan pembalasan. Mereka tidak meragukan dan tidak pula mengingkarinya. Mereka melakukan perbuatan orang yang mengharapkan pahala dan takut siksa. Ini dalil yang menunjukkan bahwa amal perbuatan mempunyai tujuan yang mendorong pada pembenaran aqidah, ucapan dan perbuatan.

5. Takut pada ‘adzab Allah.

Dan orang-orang yang takut terhadap ‘adzab Tuhannya, sesungguhnya terhadap ‘adzab Tuhan mereka, tidak ada seseorang yang merasa aman (dari kedatangannya)” (al-Ma‘ārij [70]: 27-28).

Orang-orang yang takut akan ‘adzab Allah ketika mereka meninggalkan kewajiban-kewajiban dan melakukan larangan-larangan, maka ‘adzab akan jatuh secara pasti. Tak seorang pun merasa aman. Setiap orang harus takut kepadanya, kecuali dengan keamanan dari Allah s.w.t.

Mirip dengan ini adalah ayat:

Mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetar hati mereka.” (al-Anfāl [8]: 2).

Juga firman Allah s.w.t.:

Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya.” (al-Mu’minūn [23]: 60).

Ini dalil yang menunjukkan bahwa takut akan siksa bisa membangkitkan ketaatan dan menjadi ancaman perbuatan maksiat, dan bahwasanya tidak seyogyanya seorang pun merasa aman dengan ‘adzab Allah meskipun dia berbuat maksimal dalam ketaatan.

6. Menjaga diri dan menjauhi perbuatan keji.

Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Maka barang siapa mencari di luar itu (seperti zina, homoseks, dan lesbian), mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (al-Ma‘ārij [70]: 29-31).

Artinya: orang-orang yang menahan kemaluan mereka dari perbuatan haram, mencegahnya untuk ditempatkan pada tempat yang tidak diidzinkan oleh Allah. Kepada istri dan budak (hamba sahaya) perempuan tidak ada celaan melakukan keni‘matan yang disyariatkan selain itu, mereka telah melampaui batas yang bisa mendatangkan bahaya pada diri mereka dan umat mereka.

Ini dalil yang menunjukkan keharaman berni‘mat-ni‘mat dengan selain istri dan budak ketika perbudakan masih eksis di dunia.

7-8. Menjalankan amanah dan memenuhi janji.

Dan orang-orang yang memelihara amanah dan janjinya” (al-Ma‘ārij [70]: 32).

Orang-orang yang menjalankan amanah-amanah yang mana mereka diberi amanah oleh pemiliknya dan menjaga perjanjian-perjanjian. Mereka sama sekali tidak membatalkan perjanjian yang mereka buat untuk diri mereka. Ketika mereka diberi amanah, mereka tidak berkhianat. Ketika mereka berjanji mereka tidak mengingkari. Ini adalah sifat-sifat orang Mu’min. Sebaliknya adalah sifat-sifat orang munafiq sebagaimana tersebut dalam hadits shaḥīḥ ini:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَ إِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَ إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ. وَ فِيْ رِوَايَةٍ إِذَا حَدَثَ كَذَبَ، وَ إِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَ إِذَا خَاصَمَ فَجَرَ.

Tanda-tanda orang munafiq ada tiga. Apabila dia berbicara maka dia berdusta, apabila dia berjanji maka dia mengingkari, apabila diberi amanah maka dia berkhianat. Dalam satu riwayat: Apabila dia berbicara maka dia berdusta, apabila dia berjanji maka dia mengingkari, apabila dia bertengkar maka dia mencaci maki.

9. Memberikan kesaksian dengan benar.

Dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya.” (al-Ma‘ārij [70]: 33).

Artinya: orang-orang yang memberikan kesaksian pada para hakim dengan benar, menjaganya tanpa menambahi atau mengurangi, tanpa berbasa-basi pada kerabat atau orang jauh, orang berkedudukan tinggi atau rendah. Mereka tidak menyembunyikannya tidak pula mengubahnya.

10. Menjaga kesempurnaan shalat.

Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.” (al-Ma‘ārij [70]: 34).

Orang-orang yang menjaga waktu-waktu shalat, rukun-rukun, kewajiban-kewajiban, dan hal-hal yang disukai dalam shalat. Mereka tidak meninggalkan sama sekali bagian-bagian shalat. Mereka tidak disibukkan oleh apa pun. Setelah shalat, mereka tidak melakukan apa yang membatalkan atau bertentangan dengan shalat sehingga pahala shalat batal dan terhapus ganjarannya. Mereka masuk dalam shalat mereka dengan penuh semangat dan keinginan. Mereka mengosongkan hati mereka dari kesibukan-kesibukan dunia, memikirkan apa yang mereka baca atau mengulang-ulang dzikir, menghadirkan hati mereka bersama Allah dan memahami ayat-ayat al-Qur’ān.

Mereka itu dimuliakan di dalam surga.” (al-Ma‘ārij [70]: 35).

Orang-orang yang disifati dengan sifat-sifat di atas bertempat tinggal di surga keabadian, diberi keni‘matan dengan berbagai macam kemuliaan, macam-macam kelezatan dan kesenangan. Sebagaimana tersebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bazzār, ath-Thabrānī dalam al-Ausath dari Abū Sa‘īd:

الْجَنَّةُ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ وَ لَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَ لَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ.

Di surga ada hal yang tidak pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, terlintas dalam hati manusia.

Fiqh Kehidupan atau Hukum-hukum.

Dari ayat-ayat di atas bisa diambil hal-hal sebagai berikut:

1. Semua manusia tercipta dengan tabiat-tabiat tertentu, dasarnya adalah semangat dan keluh-kesah. Itu semua terkumpul dalam sifat (الهَلع) yang menurut bahasa adalah semangat yang paling besar, keluh-kesah yang paling buruk dan paling jelek. Orang tidak sabar mendapatkan kebaikan atau keburukan sehingga dia melakukan hal-hal yang tidak seyogyanya ketika dalam keadaan baik atau buruk. Apabila dia mendapatkan kebaikan, dia tidak mensyukuri. Apabila dia mendapatkan kesulitan, dia tidak bersabar.

2. Keadaan orang-orang Mu’min yang shalat adalah jauh dari sifat-sifat tercela yang didasarkan pada keluh-kesah. Shalat mereka yang sah lagi sempurna bisa mendidik mereka pada akhlak yang mulia dan mencegah mereka dari sifat-sifat yang jelek.

Mereka akan tampak menjalankan shalat wajib sesuai dengan caranya yang benar dan pada waktu-waktunya yang dituntut oleh syara‘. Mereka terus melaksanakannya tanpa terputus atau menyia-nyiakan. Mereka memberikan zakat yang ditentukan pada orang-orang fakir dan orang-orang miskin. Mereka mengimani hari pembalasan, yaitu hari Kiamat. Mereka takut pada ‘adzab Tuhan mereka. Itu adalah ‘adzab besar yang mana tak seorang pun bisa merasa aman. Yang wajib bagi setiap orang adalah takut dan merasa khawatir.

Mereka menjaga kemaluan mereka dari zina atau perbuatan keji. Mereka tidak meni‘mati perempuan, kecuali melalui dua cara saja, yaitu perkawinan dan perbudakan. Barang siapa yang bermaksud pada selain itu, dia termasuk orang-orang yang melampaui batas-batas Allah s.w.t.

Mereka menjaga amanah-amanah, memenuhi perjanjian-perjanjian, dan memberikan kesaksian di depan hakim dengan benar dan jujur terhadap orang yang terkena perkara, baik orang dekat atau jauh. Mereka tidak menutupinya tidak pula mengubahnya.

Mereka juga menjaga tata cara shalat yang telah ditetapkan menurut syara‘, yakni wudhu’, menyempurnakan ruku‘ dan sujud, tenang dan khusyu‘, tidak disibukkan dengan kesibukan apa pun, baik sebelum shalat, di tengah-tengah shalat, atau setelah selesai shalat dengan cara menjaga shalat dan tidak jatuh pada maksiat. Balasan orang-orang yang disifati dengan sifat-sifat di atas dan yang telah dijanjikan oleh Allah adalah kemenangan mendapat surga-surga dan dimuliakan di dalamnya dengan berbagai macam ni‘mat.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *