Suratu Nuh 71 ~ Tafsir asy-Syaukani (4/5)

Dari Buku:
TAFSIR FATHUL-QADIR
(Jilid 12, Juz ‘Amma)
Oleh: Imam asy-Syaukani

Penerjemah: Amir Hamzah, Besus Hidayat Amin
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: Suratu Nuh 71 ~ Tafsir asy-Syaukani

قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِيْ وَ اتَّبَعُوْا مَنْ لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَ وَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا. وَ مَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا. وَ قَالُوْا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَ لَا سُوَاعًا وَ لَا يَغُوْثَ وَ يَعُوْقَ وَ نَسْرًا. وَ قَدْ أَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا ضَلاَلًا. مِمَّا خَطِيْئَاتِهِمْ أُغْرِقُوْا فَأُدْخِلُوْا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوْا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِ اللهِ أَنْصَارًا. وَ قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِيْنَ دَيَّارًا. إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوْا عِبَادَكَ وَ لَا يَلِدُوْا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا. رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَ لِوَالِدَيَّ وَ لِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا تَبَارًا.

71: 21. Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka,

71: 22. dan melakukan tipu-daya yang amat besar”.

71: 23. Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwā‘, yaghūts, ya‘ūq dan nasr”.

71: 24. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kesesatan.

71: 25. Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah.

71: 26. Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.

71: 27. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hambaMu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.

71: 28. Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan”.

(Qs. Nūḥ [71]: 21-28).

Firman Allah: (قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِيْ) “Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku.” Yakni mereka terus-menerus mendurhakaiku, dan tidak pernah menyambut seruanku. Nūḥ a.s. mengadu kepada Allah s.w.t. dan memberitahu-Nya bahwa mereka telah mendurhakai beliau dan tidak mengikuti beliau, dan Allah Maha Mengetahui dan lebih mengetahui tentang hal itu.

(وَ اتَّبَعُوْا مَنْ لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَ وَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا.) “dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka” yakni kalangan masyarakat biasa mengikuti para pemimpin mereka dan orang-orang kaya di antara mereka, yang banyaknya harta dan anak itu tidak menambah apa-apa bagi mereka melainkan kesesatan di dunia ini (dan) siksaan diakhirat kelak. Ulama Madīnah, ulama Syām, dan ‘Āshim membaca (وَ وَلَدُهُ) dengan harakat fatḥah pada wāwu dan lām, sementara yang lain membaca dengan sukūn pada lām. Ini merupakan salah satu bahasa yang biasa digunakan untuk menyebut (الْوَلَدُ) “anak”. Dan boleh juga kata (ولده) sebagai bentuk jama‘. Analisis pembahasan mengenai hal ini telah dijelaskan sebelumnya. Makna (وَ اتَّبَعُوْا) “mengikuti” di sini berarti terus-menerus mengikuti mereka, bukan baru saja mengikuti mereka.

(وَ مَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا.) “dan melakukan tipu-daya yang amat besar.” Yakni tipu-daya yang besar dan agung. Untuk kata ini boleh dikatakan: ( كَبِيْر, كِبَار, dan كُبَّار), seperti (عَجِيْب, عِجَاب, dan عُجَّاب), dan (جَمِيْل, جَمَال, dan جُمَّال). Al-Mubarrad berkata: kata (كُبَّارًا) dengan tasydīd untuk mubālaghah (hiperbola), kata yang sama dengan (كُبَّارًا) adalah (قُرَّاءً) karena banyak membaca. Ibnu as-Sikkīt bersenandung:

بَيْضَاءُ تَصْطَادُ الْقُلُوْبَ وَ تَسْتَبِيْ بِالْحُسْنِ قَلْبَ الْمُسْلِمِ الْقُرَّاءِ

Putih, memburu dan menahan hati….

Dengan kebaikan hati seorang muslim yang banyak membaca (al-Qur’ān).

Jumhur ulama membaca (كُبَّارًا) dengan tasydīd, sementara Muḥaishin, Ḥumaid, dan Mujāhid membaca dengan takhfīf. Abū Bakar berkata: Itu adalah bentuk jama‘ dari (كَبِيْر), seakan-akan (مَكْرًا) di sini diposisikan sebagai dosa-dosa atau beberapa perbuatan sehingga disifati dengan jama‘. ‘Īsā bin ‘Umar berkata: “Ini adalah bahasa Yaman.” Kemudian ada perbedaan pendapat mengenai tipu-daya mereka, apakah itu? Suatu pendapat mengatakan: “Perintah mereka terhadap orang-orang yang bodoh di antara mereka untuk membunuh Nūḥ a.s.” Ada pula yang mengatakan itu adalah pencitraan yang diberikan kepada orang-orang dengan apa yang mereka dapat, hingga orang-orang yang lemah di antara mereka mengatakan: “Jika tidak karena mereka berpegang kepada kebenaran, tentu mereka tidak akan mendapatkan berbagai kenikmatan itu.” Al-Kalbī berkata: “Itu adalah apa yang mereka nisbatkan kepada Allah, di antaranya istri dan anaknya.” Muqātil berkata: “Itu adalah pernyataan para pembesar kepada para pengikut mereka: “Janganlah kalian biarkan tuhan-tuhan kalian.” Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa yang dimksud tipu-daya mereka adalah kekufuran mereka.

(وَ قَالُوْا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ) “Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu.” Yakni janganlah kalian meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kalian, yaitu berhala-berhala dan gambar-gambar yang ada pada mereka, kemudian orang-orang ‘Arab menyembahnya setelah mereka, demikianlah yang dinyatakan oleh jumhur ulama.

(وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَ لَا سُوَاعًا وَ لَا يَغُوْثَ وَ يَعُوْقَ وَ نَسْرًا.) “dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwā‘, yaghūts, ya‘ūq dan nasr.” Yakni janganlah kalian meninggalkan penyembahan terhadap itu semua. Muḥammad bin Ka‘b berkata: Ini adalah nama orang-orang yang baik dari semenjak masa Ādam a.s. hingga Nūḥ a.s., kemudian sepeninggal mereka terdapat beberapa kaum yang mengikuti mereka dalam penyembahan mereka. Maka Iblīs berkata kepada mereka: “Kalau saja kalian membuat gambar-gambar, dan patung mereka niscaya kalian akan lebih semangat dalam beribadah.” Maka mereka pun melakukannya.

Kemudian muncullah suatu kaum setelah mereka dan Iblīs mengatakan kepada kaum yang baru itu: “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menyembah mereka (gambar dan patung), maka sembahlah mereka oleh kalian.” Maka permulaan penyembahan berhala adalah sejak saat itu, dan gambar-gambar dan patung-patung itu dinamakan demikian karena mereka menggambarnya dalam bentuk orang-orang yang baik itu.

‘Urwah bin Zubair dan yang lain berkata: “Sesungguhnya itu adalah nama-nama anak-anak Ādam a.s., dan Wadd adalah yang tertua di antara mereka. Al-Māwardī mengtakan: Wadd adalah berhala pertama yang disembah, dinamakan Wadd karena mereka sangat menyayanginya, setelah kaum Nūḥ, ia beralih ke suku al-Kalb di Daumah al-Jundal, menurut Ibnu ‘Abbās, ‘Athā’, dan Muqātil. Dalam hal ini seorang penyair bersenandung:

حَيَّاكَ وَدٌّ فَإِنَّا لَا يَحِلْ لَنَا لَهْهُ النِّسَاءِ وَ إِنَّ الدِّيْنَ قَدْ غَرَبَا.

Wadd telah menghidupkanmu, dan kami tidak boleh mempermainkan wanita, sementara agama telah menjadi asing.”

Adapun Suwā‘ adalah berhala suku Hudzail di pesisir pantai. Yaghūts adalah berhala suku Ghuthaif dari Murād dari kaum Saba’, menurut Qatādah. Dan al-Māwardī mengatakan bahwa Murād, kemudian Ghathafān. Adapun Ya‘ūq adalah berhala suku Hamdān menurut Qatādah, ‘Ikrimah, dan ‘Athā’. Ats-Tsa‘labī mengatakan: Kahlān adalah putra kaum Saba’, kemudian turun-temurun hingga pada Hamdān. Dalam hal ini Mālik bin Nimth al-Hamdānī bersenandung:

يَرِيْشُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَ يَبْرِيْ وَ لَا يَبْرِيْ يَعُوْقُ وَ لَا يَرِيْشْ

Manfaat Allah ada di dunia dan bahaya ….. sementara Ya‘ūq tidak bermanfaat dan tidak berbahaya.”

Adapun Nasr adalah berhala milik suku Kalā’ dari Ḥimyar menurut Qatādah dan Muqātil.

Jumhur ulama membaca (وَدًّا) “Wadd” dengan fatḥah pada wāu, sementara Nāfi‘ dengan dhammah. Al-Laits berkata: (وُدًّا) dengan harakat dhammah pada wāu adalah berhala milik kaum Nabi Nūḥ a.s., dengan ini pula dinamakan ‘Amr bin Wadd.

Di dalam ash-Shiḥāḥ dikatakan: (الْوَدُّ) dengan harakat fatḥah berarti (الْوَتْدُ) “baji/pasak” menurut bahasa Najd, seakan-akan mereka men-sukūn-kan tā’ dan memasukkannya pada dāl.

Jumhur membaca (وَ لَا يَغُوْثَ) dan (وَ يَعُوْقَ) tanpa tanwīn, jika kedua kata itu adalah kata ‘Arab, maka (المنعق) termasuk kata yang tidak dapat di-tashrīf karena sebagai isim ‘alam, dan fi‘il-nya boleh di-tashrīf dengan wazan (timbangan kata). Jika keduanya adalah kata-kata ‘ajam (asing) maka tidak dapat di-tashrīf karena keasingannya dan kedudukannya sebagai isim ‘alam.

Al-A‘masy membaca (وَ لَا يَغُوْثًا) dan (وَ يَعُوْقًا) dengan tashrīf. Ibnu ‘Athiyyah berkomentar: Itu semua masih dalam bayang-bayang ketidakjelasan, adapun sisi pengkhususan penyebutan berhala-berhala itu, padahal semuanya termasuk dalam kategori tuhan-tuhan mereka, karena yang disebutkan itu merupakan berhala-berhala mereka yang terbesar dan teragung.

Unduh Rujukan:

  • [download id="16590"]

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *