Hati Senang

Suratu Nuh 71 ~ Tafsir asy-Syaukani (3/5)

Tafsir Fathul Qadir - Imam asy-Syaukani

Dari Buku:
TAFSIR FATHUL-QADIR
(Jilid 12, Juz ‘Amma)
Oleh: Imam asy-Syaukani

Penerjemah: Amir Hamzah, Besus Hidayat Amin
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

(وَ جَعَلَ الْقَمَرَ فِيْهِنَّ نُوْرًا) “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya.” Yakni menerangi muka bumi. Menciptakan bulan pada langit-langit (سَمَاوَاتٍ) padahal ia berada di langit terdekat (langit dunia), karena jika bulan itu berada di salah satu dari langit-langit yang ada, maka ia berada di dalamnya. Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu Kaisān dan al-Akhfasy, sebagaimana engkau mengatakan: “Aku kedatangan suku Tamīm”, padahal yang dimaksud sebagian dari mereka. Quthrub berkata: (فِيْهِنَّ) “padanya” berarti (مَعَهُنَّ) “bersamanya”, yakni Allah menciptakan bulan dan matahari bersama penciptaan langit dan bumi, seperti dalam kata-kata Imru’-ul-Qais:

وَ هَلْ يَنْعَمْنَ مَنْ كَانَ آخر عَهْدِهِ ثَلَاثِيْنَ شَهْرًا فِيْ ثَلَاثَةِ أَحْوَالِ

Akankah merasa bahagia orang yang akhir hidupnya (dalam kemewahan)

Tersisa tiga puluh bulan dengan tiga kondisi.”

(وَ جَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا.) “dan menjadikan matahari sebagai pelita” yakni seperti lampu bagi penghuni bumi supaya mereka dapat melakukan berbagai aktivitas dan kebutuhan hidupnya.

(وَ اللهُ أَنْبَتَكُمْ مِّنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا.) “Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya.” Yakni Ādam diciptakan oleh Allah dari kerak tanah, dan maknanya Allah menciptakan kamu. Ini adalah pola peminjaman kata “tumbuh” untuk “penciptaan” karena kata itu lebih mengena untuk menjelaskan penciptaan, penyempurnaan, dan pertumbuhan. Dan lafazh (نَبَاتًا), baik sebagai mashdar dari (أَنْبَتَ) dengan menghilangkan tambahan-tambahan yang ada, atau mashdar dari fi‘il (kata kerja) yang dibuang, yakni (أَنْبَتَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ فَنَبَتُّمْ نَبَاتًا) “Menumbuhkan kamu dari tanah, maka kamu pun tumbuh”. Al-Khalīl dan az-Zajjāj berkata: Itu adalah mashdar yang dibawa pada makna, karena makna dari (أَنْبَتَكُمْ) “menumbuhkanmu” adalah (جَعَلَكُمْ تَنْبِتُوْنَ نَبَاتًا) “membuat kamu tumbuh”. Suatu pendapat menyebutkan maknanya: “Allah menumbuhkan tanaman untuk kalian dari bumi.” Dengan demikian (نَبَاتًا) di sini berkedudukan sebagai maf‘ūl bih (objek). Ibnu Baḥr berkata: Menumbuhkan mereka di dalam bumi dengan kondisi besar setelah sebelumnya kecil dan panjang setelah sebelumnya pendek.

(ثُمَّ يُعِيْدُكُمْ فِيْهَا) “kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah.” Yakni di dalam tanah. (وَ يُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا.) “dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.” Yakni mengeluarkan kamu dari tanah melalui pembangkitan pada hari kiamat kelak.

(وَ اللهُ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ بِسَاطًا.) “Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan.” Yakni Allah meratakan dan menghamparkannya untukmu dan kamu dapat berjalan berlalu-lalang karena hamparannya itu sebagaimana yang kamu lakukan di rumahmu.

(لِتَسْلُكُوْا مِنْهَا سُبُلًا فِجَاجًا.) “supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu.” Yakni jalan-jalan yang lebar. (الْفِجَاج) adalah bentuk jama‘ dari (فجّ) yaitu (الطَّرِيْقُ الْوَاسِعُ) “jalan yang luas”, demikian yang dikatakan oleh al-Farrā’ dan yang lainnya. Pendapat lain mengatakan, (الْفَجُّ) berarti jalan di antara dua gunung. Analisis permasalahan ini telah dijelaskan dalam surah al-Anbiyā’ dan al-Ḥajj secara panjang lebar.

Atsar-atsar yang berkaitan dengan penafsiran ayat-ayat di atas:

Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās mengenai firman Allah: (جَعَلُوْا أَصَابِعَهُمْ فِيْ آذَانِهِمْ) “mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya” ia mengatakan: “Supaya mereka tidak mendengar apa yang beliau (Nūḥ a.s.) katakan.” Mengenai: (وَ اسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ) “dan menutupkan bajunya (ke mukanya)” ia (Ibnu ‘Abbās) berkata: “Untuk menyamarkan diri mereka supaya tidak dikenali.” Mengenai: (وَ اسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا.) “dan menyombongkan diri dengan sangat.” ia berkata: “Tidak bertobat.”

Sa‘īd bin Manshūr dan Ibnu Mundzir meriwayatkan darinya (Ibnu ‘Abbās) mengenai firman Allah: (وَ اسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ) “dan menutupkan bajunya (ke mukanya)” ia (Ibnu ‘Abbās) berkata: “Mereka menutupi wajah mereka agar tidak melihat Nūḥ dan mendengar kata-katanya.” Sa‘īd bin Manshūr, ‘Abd bin Ḥumaid, dan al-Baihaqī dalam asy-Syu‘ab meriwayatkan pula dari Ibnu ‘Abbās mengenai firman Allah: (مَّا لَكُمْ لَا تَرْجُوْنَ للهِ وَقَارًا.) “Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” ia berkata: “Kalian tidak mengetahui kebesaran Allah.” Ibnu Jarīr dan al-Baihaqī meriwayatkan darinya juga tentang (وَقَارًا) “kebesaran”, ia berkata: (عَظَمَة) “keagungan”. Dan tentang firman Allah: (وَ قَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا.) “Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian.” Ia mengatakan: “Sperma, kemudian embrio, kemudian segumpal daging.” Juga diriwayatkan oleh Ibnu Abī Syaibah, Ibnu Jarīr, Ibnu Abī Ḥātim dari Ibnu ‘Abbās juga mengenai ayat di atas: Ibnu ‘Abbās berkata: “Kalian tidak takut akan kebesaran Allah.” Dan Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan darinya juga, ia berkata: “Kalian tidak takut akan hukuman-Nya dan tidak mengharapkan pahala di sisi-Nya.

‘Abd-ur-Razzāq meriwayatkan di dalam al-Mushannaf dari ‘Alī bin Abī Thālib bahwa Nabi s.a.w. melihat manusia mandi dengan telanjang, tidak ada kain penutup pada mereka, maka belian pun berhenti dan berteriak (مَّا لَكُمْ لَا تَرْجُوْنَ للهِ وَقَارًا.) “Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” (1481).

Diriwayatkan oleh ‘Abd-ur-Razzāq, ‘Abd bin Ḥumaid, Ibnu Mundzir, dan Abusy-Syaikh di dalam al-‘Azhamah dari ‘Abdullāh bin ‘Amr, ia berkata: “Matahari dan bulan, wajah keduanya sebelum langit dan bagian belakang keduanya sebelum bumi, aku bacakan hal itu kepada kalian dari kitab Allah: (وَ جَعَلَ الْقَمَرَ فِيْهِنَّ نُوْرًا وَ جَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا.) “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita?

‘Abd bin Ḥumaid, Ibnu Mundzir, dan Abusy-Syaikh di dalam al-‘Azhamah dari ‘Abdullāh bin ‘Amr, ia berkata: “Matahari menerangi penghuni langit sebagaimana ia menerangi penghuni bumi.”

‘Abd bin Ḥumaid meriwayatkan dari Syahr bin Ḥausyab, ia berkata: ‘Abdullāh bin ‘Amr bin ‘Āsh dan Ka‘b-ul-Aḥbār bertemu dan di antara keduanya terdapat silang pendapat hingga saling menyalahkan satu sama lain, hal itu sudah berlangsung sebelumnya. Saat itu ‘Abdullāh bin ‘Amr berkata kepada Ka‘b: “Tanyakanlah kepadaku sesuka hatimu, kau tidak akan menanyakan tentang sesuatu melainkan aku akan memberitahu pembenaran ucapanku itu dari al-Qur’ān.” Ka‘b pun bertanya kepadanya: Apakah kau berpendapat ada cahaya matahari dan bulan di langit yang tujuh sebagaimana yang ada di bumi? ‘Amr pun menjawab: “Ya, tidakkah kau memperhatikan firman Allah: (خَلَقَ اللهُ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا. وَ جَعَلَ الْقَمَرَ فِيْهِنَّ نُوْرًا وَ جَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا.) “Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita?

Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Ḥumaid, Abusy-Syaikh di dalam al-‘Azhamah, al-Ḥākim dan ia menilai riwayat ini shahih, dari Ibnu ‘Abbās tentang firman Allah: (وَ جَعَلَ الْقَمَرَ فِيْهِنَّ نُوْرًا.) “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya.” Ia berkata: “Mukanya (bagian depannya) di langit ke arah ‘Arsy dan bagian belakangnya ke bumi.” ‘Abd bin Ḥumaid dari jalur al-Kalbī, dari Abū Shāliḥ, darinya tentang ayat: (وَ جَعَلَ الْقَمَرَ فِيْهِنَّ نُوْرًا.) “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya.” Ia berkata: Menciptakan padanya (langit) saat Allah menciptakannya sebagai cahaya untuk penghuni bumi, dan tidak ada cahayanya sama sekali di langit.

Ibnu Jarīr dan Ibnu Mundzir meriwayatkan darinya (Ibnu ‘Abbās) juga tentang: (سُبُلًا فِجَاجًا.) “Jalan-jalan yang luas di bumi itu.” Ia berkata: “Jalan-jalan yang bermacam-macam.”

Catatan:

  1. 148). Rangkaian sanadnya dha‘īf jiddan (sangat lemah); dirilis oleh ‘Abd-ur-Razzāq di dalam al-Mushannaf (1, hlm. 286, hadits no.: 1102) dan dalam sanadnya terdapat Ismā‘īl bin ‘Ayyāsy dan Abū Bakar bin ‘Abdillāh bin Abī Maryam al-Ghassānī, keduanya lemah, dan di dalam sanadnya juga terdapat seseorang yang tidak disebutkan namanya.
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.