Hati Senang

Suratu Nuh 71 ~ Tafsir ash-Shabuni (2/2)

Tafsir ash-Shabuni | Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni

Dari Buku: SHAFWATUT TAFASIR
(Tafsir-tafsir Pilihan)
Jilid 5 (al-Fath – an-Nas)
Oleh: Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni
Penerjemah: KH.Yasin
Penerbit: PUSTAKA AL-KAUTSAR.

Kemudian Allah menjelaskan apa yang dinasihatkan Nūḥ kepada mereka yang dilakukan diam-diam dan terang-terangan. “maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun”; berimanlah kalian kepada Allah. Bertaubatlah kalian dari kekufuran dan durhaka, sebab Tuhan kalian Maha menerima taubat dan Maha Penyayang. Dia mengampuni dosa dan menerima taubat: “niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat”; Dia akan menurunkan hujan kepada kalian dengan lebat dan deras. “dan membanyakkan harta dan anak-anakmu”; Allah membuat kalian banyak harta dan anak (keturunan). “dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”; dan Allah memberi kalian kebun luas, berpohon rindang dan berbuah. Allah juga akan menciptakan sungai yang mengalir di sela-selanya. Nūḥ a.s. memberikan harapan berkah-berkah langit dan bumi jika mereka beriman kepada Allah yang di tangan-Nya kunci perbendaharaan tersebut. Nūḥ berbicara dari hati ke hati kepada mereka. Ini untuk membangkitkan perasaan sekaligus ingin menjelaskan bahwa tidak turunnya hujan, kurangnya rezeki dan anak yang mereka alami adalah disebabkan mereka kafir kepada Allah. Sebab Dialah satu-satunya yang menurunkan hujan, melancarkan rezeki dan memberi banyak anak serta harta. Karena itu, mereka tidak layak untuk kafir kepada Allah Yang Maha Kuasa. Mereka tak layak menyembah berhala yang mereka buat sendiri. Sebab berhala itu tidak memberi manfaat dan tidak memberi mudharat.

Kemudian Nūḥ menggerakkan dan mendorong hati mereka agar mau beriman dengan metode lain. “Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?”; hai kaumku, kenapa kalian tidak takut akan kebesaran dan kekuasaan Allah? Ibnu ‘Abbās berkata: “Yakni, kenapa kalian tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya?” (7841) “Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian”; padahal Allah sudah menciptakan kalian dalam beberapa fase-fase yang berbeda? Dari fase sperma, segumpal darah, segumpal daging dan babak-babak mengagumkan selanjutnya. Maha Suci Allah, Pencipta terbaik.

Kemudian Nūḥ mengingatkan bukti-bukti kekuasaan dan keesaan Allah yang tersebar luas di alam ini: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?”; hai kaumku, tidakkah kalian melihat kebesaran dan kekuasaan Allah? Tidakkah kalian melihat dengan penuh kesadaran mengambil pelajaran, merenung dan berfikir, bagaimana Allah Yang Agung menciptakan tujuh langit, satu langit di atas langit yang lain, semuanya sangat kokoh dan kuat? “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya”; Allah menjadikan bulan di langit terdekat menyinari bumi dalam gelapnya malam. Imām ar-Rāzī berkata: ‘Bulan berada di langit terdekat dan tidak berada di seluruh langit. Ini sama dengan ucapan: Sulthan berada di ‘Irāq. Bukan maksudnya badan Sulthan ada di seluruh wilayah ‘Irāq. Namun raganya ada di sebagian wilayah ‘Irāq. Demikian juga ungkapan ini.” (7852). Dalam al-Baḥr-ul-Muḥīth disebutkan, bulan ada di langit terdekat. Sah-sah saja disebut bahwa langit sebagai tempat bulan. Sebab sesuatu yang bertempat tidak harus menempati seluruh tempat itu. Misalnya ucapan: Zaid di Madīnah. Padahal yang dimaksud dia di sebagian wilayah Madīnah.” (7863) “dan menjadikan matahari sebagai pelita?”; dan Allah menjadikan matahari sebagai lampu yang menerangi penduduk bumi, sebagaimana manusia mendapatkan cahaya terang dari lampu di rumah mereka. Karena cahaya matahari lebih sempurna dan lebih dimanfaatkan daripada cahaya bulan. Karenanya, Allah menyebut matahari sebagai lampu, sebab ia mengeluarkan cahaya sendiri. Sedangkan Allah menyebut bulan sebagai cahaya, sebab ia memperoleh cahaya dari benda lain. Hal tersebut didukung oleh ilmu astronomi bahwa cahaya matahari dihasilkan dari matahari sendiri dan cahaya bulan diperoleh dari matahari. Maha Suci Allah yang tahu segala sesuatu.

Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya”; setelah menuturkan bukti-bukti kekuasaan dan keesaan Allah di ufuk langit, Nūḥ di sini menyebutkan bukti lainnya yang ada pada diri manusia. Bukti ini lebih jelas atas kebesaran Allah dan kekuasaan-Nya. Allah menciptakan kalian berasal dari tanah sebagaimana Dia mengeluarkan tanaman berasal dari tanah. Allah menciptakan kalian dari tanah sebagaimana Dia menumbuhkan tanaman dari tanah. Ulama tafsir berkata: “Karena penciptaan dan pertumbuhan mereka hanya bisa terjadi dengan mengkomsumsi unsur-unsur dzat tumbuhan dan hewan yang terserap dari tanah, maka dari sisi ini mereka menyerupai tumbuh-tumbuhan yang berkembang biak dengan menyerap sari tanah. Itulah sebabnya redaksi menciptakan mereka disebut menumbuhkan. Atau hal itu isyarat penciptaan Ādam yang berasal dari tanah. Jika demikian, benar bila dikatakan bahwa anak cucu Ādam ditumbuhkan dari tanah.” (7874) “kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya”; Allah akan mengembalikan kalian ke tanah setelah kalian mati. Kalian dimakamkan di dalamnya. Lalu Allah mengeluarkan kalian dari tanah pada hari kebangkitan, hisab dan pembalasan. Dalam ayat ini fi‘il dikuatkan dengan mashdar untuk menjelaskan bahwa hal tersebut pasti terjadi. Ayat ini semakna dengan ayat: “Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” (al-Ḥajj: 55).

Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan”; Allah menjadikan bumi luas membentang untuk kalian agar kalian bisa berkeliling leluasa di atasnya, sebagaimana halnya seseorang bolak-balik di atas tikarnya. Dalam at-Tasḥīl disebutkan, Allah menyerupakan tanah dengan hamparan dalam memanjangnya dan tetapnya manusia di atasnya. Sebagian ulama berpendapat, bahwa bumi tidak bulat. Namun pendapat ini perlu ditinjau kembali. (7885). Al-Alūsī berkata: “Kesimpulan ayat ini bukan berarti bumi itu hamparan dan tidak bulat. Sebab jika benda bulat yang besar, orang di atasnya akan melihat benda tesebut terdekatnya terhampar: Namun masalah bulat tidaknya bumi bukan hal penting dalam pandangan syariat Islam. Sebab kenyataan bulatnya bumi seperti sudah menjadi hal yang pasti. Sedangkan makna menjadikan bumi hamparan adalah kalian mampu bergerak ke sana kemari di atasnya bagaikan di atas hamparan. (7896) “supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu”; supaya kalian melewati jalan-jalan luas di atas bumi ketika bepergian dan supaya mampu berpindah-pindah di setiap penjurunya.

Karena mereka tetap durhaka dengan merespon dakwah Nabi Nūḥ dengan ucapan dan perlakuan yang sangat buruk, maka Allah mengisahkan mereka di dalam al-Qur’ān. “Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakai-ku”; mereka sangat mendustakanku dan mendurhakai perintahku. “dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka”; mereka mengikuti orang-orang kaya dan pimpinan. Pada kelompok ini sombong karena harta dan anak. Akibatnya, mereka binasa dan tidak meraih kebahagiaan dunia akhirat. Orang-orang kaya dan pimpinan itu menjadi panutan dalam kerugian bagi kaum Nūḥ. “dan melakukan tipu-daya yang amat besar”; para pimpinan itu membuat makar besar dan fatal. Al-Alūsī berkata: “Besar maksudnya sangat besar, yaitu menghalangi umat manusia dari Nūḥ dan mendorong mereka untuk menyakitinya.” (7907) “Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu”; (para pembuat makar itu menyerukan): janganlah kalian berhenti menyembah berhala dan janganlah menyembah Tuhan Nūḥ. “dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwā‘, yaghūts, ya‘ūq dan nasr”; dan janganlah kalian berhenti menyembah kelima berhala ini: Wadd, Suwā‘, Yaghūts, Ya‘ūq dan Nasr. Ash-Shāwī berkata: “Kelimanya adalah nama berhala yang mereka sembah. Kelimanya merupakan berhala terbesar mereka. Karenanya, mereka secara khususnya menyebutkannya.” (7918) Ini termasuk kerasnya kekufuran dan makar mereka. Mereka melakukan segala macam usaha agar orang-orang awam tetap menyembah berhala. “Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia)”; para pembesar itu menyesatkan banyak orang karena kesesatan itu mereka hiasi dan poles.

Kemudian Nūḥ mendoakan mereka agar kesesatan mereka bertambah. Nūḥ berkata: “dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang lalim itu selain kesesatan”; ya Tuhanku, jangan Engkau menambahkan kepada mereka atas kedurhakaan dan permusuhan mereka, kecuali kesesatan. Ulama tafsir berkata: “Nūḥ mendoakan buruk atas mereka saat dia putus asa terhadap iman mereka. Sebab Allah memberitahukan kepada Nūḥ tentang itu dalam ayat: “Bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman.” (Hūd: 36). Allah mengabulkan doa Nūḥ dan menenggelamkan kaumnya. Itulah sebabnya Allah berfirman: “Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka”; karena dosa dan kejahatan yang terus-menerus dalam kekafiran dan kedurhakaan, maka Allah menenggelamkan mereka dengan banjir bandang. Lebih dari itu mereka dimasukkan ke neraka. Dalam at-Tasḥīl disebutkan, ini termasuk firman Allah untuk memberitahu masalah mereka. Jarr majrūr “mimmā khathī’atihim” didahulukan untuk menguatkan penegasan dan untuk menjelaskan bahwa penenggelaman dan masuknya mereka ke neraka hanya karena kesalahan mereka, yaitu kekufuran dan dosa lainnya. (7929). “maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah”; mereka tidak mendapatkan orang yang menolong mereka atau menghalangi siksa kepada mereka. Abū Su‘ūd berkata: “Ayat ini menyindir mereka yang menyembah selain Allah dan bahwa sesembahan mereka tidak mampu menolong mereka. Di samping itu juga mengandung penertawaan terhadap mereka.” (79310).

Nūḥ berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi”; jangan Engkau biarkan seorang kafirpun di atas bumi dari yang tidak engkau binasakan. Dalam at-Tasḥīl disebutkan, kata (دَيَّارًا) termasuk kata yang digunakan dengan makna penafian secara umum.” (79411) Kemudian Nūḥ menjelaskan alasan doa tersebut dengan berkata: “Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu”; jika Engkau biarkan satu orang dari mereka, maka mereka menyesatkan hamba-hambaku dari jalan petunjuk. “dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir”; dan tidak lahir dari mereka, kecuali orang kafir yang durhaka. Imām ar-Rāzī berkata: “Jika ada pertanyaan: Bagaimana Nūḥ tahu hal itu? Jawabnya: dengan penyelidikan, sebab Nūḥ hidup bersama mereka selama sembilan ratus lima puluh tahun. Itulah sebabnya, beliau tahu watak lewat pengalamannya. Seorang lelaki membawa anaknya kepada Nūḥ dan berkata: “Anakku, hati-hatilah terhadap orang ini, sebab dia pendusta. Ayahku dulu berpesan kepadaku seperti pesanku tadi kepada anakku. Yang tua mati dan yang muda tumbuh sesuai pesan yang tua. Itulah sebabnya Nūḥ berkata: “dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir”.

Setelah mendoakan buruk atas orang kafir, Nūḥ mendoakan yang baik bagi orang mu’min: “Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan”; Nūḥ mengawali doa untuk dirinya, lalu kedua orang tuanya, lalu seluruh mu’min lelaki dan perempuan agar lebih sempurna dan lebih mencakup semua. “Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang lalim itu selain kebinasaan”; hai Tuhanku, janganlah Engkau tambahkan kepada orang yang menentang ayat-ayatMu dan mendustakan rasūl-rasūlMu, kecuali kebinasaan dan kerugian di dunia akhirat.

Aspek Balāghah.

Dalam surat Nūḥ a.s. mengandung sejumlah keindahan bahasa sebagaimana berikut ini:

Pertama, thibāq antara (أَعْلَنْتُ) “saya terangkan” dan (أَسْرَرْتُ) “saya rahasiakan”, antara (جِهَارًا) “terang-terangan” dan (إِسْرَارًا) “rahasia”, antara (لَيْلاً) “malam hari” dan (نَهَارًا) “siang hari”, antara (يُعِيْدُكُمْ) “mengembalikan” dan (يُخْرِجُكُمْ) “mengeluarkan”.

Kedua, majaz mursal (kiasan umum):

جَعَلُوْا أَصَابِعَهُمْ فِيْ آذَانِهِمْ

mereka memasukkan jari-jari mereka di telinga.

Yang dimaksudkan bukan jari-jari utuh tapi ujung jari-jari. Ini termasuk jenis majaz “mengucapkan seluruhnya namun maksudnya sebagiannya.”

Ketiga, isti‘ārah tabaiyyah (pengumpamaan):

وَ اللهُ أَنْبَتَكُمْ مِّنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا

Dan Allah menumbuhkan dari bumi tanaman-tanaman,

Menciptakan mereka dalam beberapa babak diserupakan dengan tumbuh-tumbuhan yang dikeluarkan bumi.

Keempat, menuturkan mashdar (asal kata) setelah disebutkan fi‘il-nya untuk taukīd (penegasan dan penekanan). Misalnya:

وَ يُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا، وَ أَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا، وَ اسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا

Kelima, menuturkan yang khusus setelah yang umum.

وَ قَالُوْا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَ لَا سُوَاعًا

Dan mereka berkata: “Jangan kalian tinggalkan tuhan-tuhan kalian, jangan kalian tinggalkan Wadd, Suwā‘….

Dan sebaliknya, yaitu menuturkan yang umum setelah yang khusus.

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَ لِوَالِدَيَّ وَ لِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ

Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan

Keduanya termasuk ithnāb dan termasuk keindahan dalam bahasa.

Keenam, sajak yang tersusun untuk memperindah akhir-akhir ayat.

Misalnya:

مِدْرَارًا، أَنْهَارًا، أَطْوَارًا.

Faedah.

Ulama menetapkan keyakinan akan siksa kubur dengan dasar ayat, “Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka”. Mereka berkata: “Yang dimaksudkan neraka adalah api di alam kubur dan siksa di dalamnya. Sebab Allah meng-‘athaf-kan (menyambungkan) dengan fā’ yang menunjukkan berurutan dan tidak berselang lama. Sedangkan neraka akhirat belum mereka rasakan sampai sekarang. Hal itu menunjukkan bahwa yang dimaksudkan Allah adalah siksa kubur. Ini istidlāl (pengambilan argumen) yang halus.

Catatan:

  1. 784). Tafsīr-uth-Thabarī, 29/59.
  2. 785). At-Tafsīr-ul-Kabīr, 3/140.
  3. 786). Al-Baḥr-ul-Muḥīth, 8/340. Kami berkata: “Tidak ada nash yang jelas, bahwa bulan masuk langit, kecuali nash ini dan anda sudah tahu ta’wilnya. Jika bulan adalah bintang terdekat ke bumi dan nash yang akurat menyatakan bahwa Allah menjadikan bintang sebagai hiasan langit dan menjadikannya ada di langit terdekat: “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang.” (al-Mulk: 5), maka tidak mustahil jika manusia sampai ke rembulan, sebab rembulan di bawah langit Pertama, sebagaimana pesawat ulang-alik bisa sampai ke rembulan. Sains modern menyatakan bahwa hal itu mungkin saja. Jadi, istilah perang bintang tidak mustahil menurut agama Islam. Adapun mencapai langit dan menembus langit, hal itu mustahil, sebab Allah berfirman: “Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara.” (al-Anbiyā’: 32).
  4. 787). Lihat tulisan Abū Ḥayyān dalam Al-Baḥr-ul-Muḥīth, 8/340 dan Tafsīr Juz Tabārak oleh Syaikh ‘Abd-ul-Qādir al-Maghribī, hal. 131.
  5. 788). At-Tasḥīl, 4/151.
  6. 789). Rūḥ-ul-Ma‘ānī, 29/76 dan lihat tulisan kami mengenai bundarnya bumi pada surat Luqmān.
  7. 790). Rūḥ-ul-Ma‘ānī, 29/76.
  8. 791). Ash-Shāwī, 4/251.
  9. 792). Ḥasyiyat-ush-Shāwī, 4/251.
  10. 793). Tafsīr Abī Su‘ūd, 5/199.
  11. 794). At-Tasḥīl, 4/151.
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.