Suratu Nuh 71 ~ Tafsir as-Sa’di (2/2)

TAFSĪR AL-QUR’ĀN
(Judul Asli: TAISĪR-UL-KARĪM-IR-RAḤMĀNI FĪ TAFSĪRI KALĀM-IL-MANNĀN)

Penyusun: Syaikh ‘Abd-ur-Raḥmān bin Nāshir as-Sa‘dī

(Jilid ke 7 dari Surah adz-Dzāriyāt s.d. an-Nās)

Penerjemah: Muhammad Iqbal, Lc.
Izzudin Karimi, Lc.
Muhammad Ashim, Lc.
Mustofa Aini, Lc.
Zuhdi Amin, Lc.

Penerbit: DARUL HAQ

Rangkaian Pos: Suratu Nuh 71 ~ Tafsir as-Sa'di

(10-12). (فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ) “Maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Rabbmu.” Yakni, tinggalkan dosa kalian dan memintalah ampunan pada Allah s.w.t. atas dosa-dosa kalian itu, (إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا.) “sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,” Yang banyak ampunan-Nya bagi orang yang bertaubat dan meminta ampun.

Nabi Nūḥ a.s. mendorong kaumnya untuk meminta ampunan atas segala dosa serta melakukan apa-apa yang mendatangkan pahala dan terhindar dari siksa. Nabi Nūḥ a.s. juga mendorong mereka pada kebaikan dunia yang disegerakan seraya berkata: (يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَارًا.) “Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,” yakni, hujan lebat yang menghidupkan negeri dan manusia, (وَ يُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَ بَنِيْنَ) “dan membanyakkan harta dan anak-anakmu,” yakni memperbanyak harta yang dengan harta itu kalian bisa mendapatkan apa saja yang kalian inginkan dan juga anak-anak kalian, (وَ يَجْعَلْ لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَ يَجْعَلْ لَّكُمْ أَنْهَارًا.) “dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai,” inilah di antara puncak kenikmatan dan tuntutan dunia.

(13-14). (مَّا لَكُمْ لَا تَرْجُوْنَ للهِ وَقَارًا.) “Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?,” yakni, kalian tidak takut pada keagungan Allah s.w.t. dan kalian tidak memuliakan-Nya, (وَ قَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا.) “Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian,” yakni ciptaan demi ciptaan di dalam perut ibu, kemudian dalam masa susuan, selanjutnya masa kecil, baligh, remaja hingga batas akhir ciptaan. Dzāt yang sendiri dalam menciptakan dan mengatur secara sempurna harus disembah dan diesakan. Dalam sebutan permulaan penciptaan manusia terdapat (adanya) peringatan akan adanya Hari Kebangkitan dan sesungguhnya Dzāt yang menciptakan manusia setelah sebelumnya tidak ada Maha Mampu untuk mengembalikan mereka setelah kematian.

(15-16). Allah s.w.t. juga berdalil dengan penciptaan langit dan bumi yang lebih agung dari penciptaan manusia seraya berfirman: (أَلَمْ تَرَوْا كَيْفَ خَلَقَ اللهُ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا.) “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat,” yakni, masing-masing langit di atas yang lain, (وَ جَعَلَ الْقَمَرَ فِيْهِنَّ نُوْرًا) “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya” bagi penduduk bumi, (وَ جَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا.) “dan menjadikan matahari sebagai pelita.” Di dalam ayat ini terdapat peringatan akan agungnya penciptaan berbagai hal ini serta banyaknya manfaat pada matahari dan bulan sebagai petunjuk atas rahmat Allah s.w.t. dan kebaikan-Nya yang amat luas. Dzāt Yang Maha Agung lagi Maha Penyayang berhak untuk diagungkan, dicintai, ditakuti, dan diharap.

(17-18). (وَ اللهُ أَنْبَتَكُمْ مِّنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا.) “Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya,” ketika Allah s.w.t. menciptakan ayah kalian, Ādam, saat kalian masih berada di dalam tulang rusuknya, (ثُمَّ يُعِيْدُكُمْ فِيْهَا) “kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah,” pada saat meninggal dunia, (وَ يُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا.) “dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya,” pada hari kebangkitan dan pengumpulan kembali. Dia-lah Yang berkuasa untuk menghidupkan, mematikan, dan membangkitkan kembali.

(19-20). (وَ اللهُ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ بِسَاطًا.) “Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan,” yakni, terbentang dan siap untuk dimanfaatkan, (لِتَسْلُكُوْا مِنْهَا سُبُلًا فِجَاجًا.) “supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu,” andai Allah s.w.t. tidak membentangkannya, niscaya tidak dapat dimanfaatkan, bahkan tidak mungkin bisa ditanami, didirikan bangunan dan ditempati di atasnya.

(21-24). (قَالَ نُوْحٌ) “Nabi Nūḥ berkata: ” seraya mengadu pada Rabb-nya bahwa perkataan, nasihat, dan peringatan ini tidak berguna bagi mereka, (رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِيْ) ““Ya Rabbku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku” dalam perintahku, (وَ اتَّبَعُوْا مَنْ لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَ وَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا.) “dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka.” Yakni, mereka mendurhakai seorang rasūl yang memberi nasihat dan petunjuk pada kebaikan, tapi mereka justru mengikuti golongan besar dan para pembesar yang hanya semakin membuat harta dan anak-anak mereka rugi (binasa dan tidak mendapat keuntungan), lantas bagaimana dengan orang yang mereka patuhi dan taati itu sendiri? (وَ مَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا.) “Dan melakukan tipu-daya yang amat besar,” yaitu tipu-daya besar dan hebat dalam menentang kebenaran. Para pembesar kaum berkata menyeru pada kesyirikan dan menghiasinya, (لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ) “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) sesembahan-sesembahan kamu.” Mereka menyeru sesama mereka untuk bersikap fanatis di atas kesyirikan dan agar mereka tidak meninggalkan kebiasaan nenek-moyang mereka terdahulu, mereka menentukan tuhan-tuhan mereka seraya berkata: (وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَ لَا سُوَاعًا وَ لَا يَغُوْثَ وَ يَعُوْقَ وَ نَسْرًا.) “Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwā‘, yaghūts, ya‘ūq dan nasr.” Ini sebenarnya adalah nama-nama orang shalih, dan ketika mereka meninggal dunia, syaithan menghiasi kaum mereka agar membuat patung mereka demi menyulut semangat mereka untuk beribadah ketika melihat patung-patung itu sesuai anggapan mereka. Masa pun berlalu dan datanglah generasi lain, syaithan berkata kepada mereka: “Para pendahulu kalian menyembah mereka dan menjadikan mereka sebagai perantara, dengan mereka para pendahulu kalian meminta hujan, mereka menyembah patung-patung itu.” Karena itulah, para pemimpin mereka berpesan untuk tidak meninggalkan penyembahan berhala-berhala ini, (وَ قَدْ أَضَلُّوْا كَثِيْرًا) “Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia),” yakni para pembesar dan pemimpin menyesatkan dengan seruan mereka pada kebanyakan orang. (وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا ضَلاَلًا.) “dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kesesatan,” yakni, andaikan kesesatan mereka pada saat aku menyeru mereka pada kebenaran ada kebaikannya, tapi seruan para pembesar itu hanya semakin menyesatkan. Tidak tersisa satu tempat pun untuk keselamatan dan kebaikan mereka.

(25). Karena itu Allah s.w.t. mengingatkan pembangkangan dan hukuman dunia serta akhirat mereka seraya berfirman: (مِمَّا خَطِيْئَاتِهِمْ أُغْرِقُوْا) “Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan,” dalam lautan yang mengitari mereka, (فَأُدْخِلُوْا نَارًا) “lalu dimasukkan ke neraka,” artinya jasad mereka lenyap dalam lautan sedangkan ruh mereka berada dalam neraka. Semua itu disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang telah diperingatkan oleh nabi mereka dan telah diberitahukan akan keburukannya, tapi mereka menolak apa yang disampaikan hingga datanglah siksaan yang menimpa mereka. (فَلَمْ يَجِدُوْا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِ اللهِ أَنْصَارًا.) “maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah,” yang dapat menolong mereka pada saat hal pedih menimpa mereka dan tidak ada seorang pun yang bisa menentang Qadhā’ dan Qadar.

(26-27). (وَ قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِيْنَ دَيَّارًا.) “Nūḥ berkata: “Ya Rabbku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi,” dengan bebas berjalan di muka bumi. Nabi Nūḥ a.s. menyebutkan sebabnya, (إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوْا عِبَادَكَ وَ لَا يَلِدُوْا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا.) “Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hambaMu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir,” yakni keberadaan mereka hanya membuat rusak bagi mereka sendiri dan bagi yang lain. Kenyataan bahwa Nabi Nūḥ a.s. berdoa demikian, meski Nabi Nūḥ a.s. sendiri berbaur dengan kaumnya dan berinteraksi dengan akhlak mereka, adalah karena resiko hal itu dapat diketahui. Karena itu Allah s.w.t. mengabulkan permintaan Nabi Nūḥ a.s. dan menenggelamkan mereka semua dan menyelamatkan Nabi Nūḥ a.s. serta orang-orang yang beriman bersamanya.

(28). (رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَ لِوَالِدَيَّ وَ لِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا) “Ya Rabbku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman,” Nabi Nūḥ a.s. menyebut mereka secara khusus untuk menegaskan hak mereka dan mengedepankan kebaikan mereka. Selanjutnya Nabi Nūḥ a.s. berdoa secara umum seraya berkata: (وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا تَبَارًا.) “Dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan,” yakni kerugian, kehancuran, dan kebinasaan.

Selesai tafsir Surah Nūḥ. Segala puji hanya milik Allah s.w.t. semata.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *