أَلَمْ تَرَوْا كَيْفَ خَلَقَ اللهُ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا. وَ جَعَلَ الْقَمَرَ فِيْهِنَّ نُوْرًا وَ جَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا.
A lam tarau kaifa khalaqallāhu sab‘a samāwātin thibāqā. Waja‘al-al-qamara fīhinna nūraw wa ja‘al-asy-syamsa sirājā.
“Tidakkah kamu memperhatikan, bagaimana Allah menciptakan tujuh langit yang berlapis-lapis. Dan Dia menciptakan bulan bercahaya terang, dan Dia menciptakan cahaya matahari bagaikan pelita.” (41) (Nūḥ [71]: 15-16).
Apakah kamu tidak melihat, bagaimana Allah telah menjadikan matahari sebagai pelita (penerang) yang terang-benderang, beredarnya bulan dan matahari yang membuat kita mengetahui bilangan (hitungan) bulan dan tahun.
وَ اللهُ أَنْبَتَكُمْ مِّنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا.
Wallāhu ambatakum min-al-ardhi nabātā.
“Dia menjadikan kamu dari bumi.” (Nūḥ [71]: 17).
Allah menjadikan orang tuamu, Ādam, dari tanah. Dengan lain perkataan, Allah telah menjadikan seluruh manusia dari tanah. Mereka dijadikan dari nuthfah yang merupakan olahan makanan yang berupa tumbuh-tumbuhan yang dihasilkan oleh bumi.
ثُمَّ يُعِيْدُكُمْ فِيْهَا وَ يُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا.
Tsumma yu‘īdukum fīhā wa yukhrijukum ikhrājā.
“Kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam bumi dan mengeluarkan kamu seperti keadaan semula.” (Nūḥ [71]: 18).
Kemudian Allah mengembalikan kamu ke dalam tanah, tempat asalmu. Pada suatu ketika kelak kamu akan dikeluarkan kembali dalam keadaan hidup.
وَ اللهُ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ بِسَاطًا.
Wallāhu ja‘ala lakum-ul-ardha bisāthā.
“Allah menjadikan bumi untukmu bagaikan hamparan.” (Nūḥ [71]: 19).
Allah menjadikan bumi itu sebagai hamparan bagimu untuk tempat menjalani kehidupan.
لِتَسْلُكُوْا مِنْهَا سُبُلًا فِجَاجًا.
Li taslukū minhā subulan fijājā.
“Supaya kamu dapat melewati jalan-jalan yang luas.” (Nūḥ [71]: 20).
Allah menjadikan bumi sebagai tempat tinggalmu dan memudahkan kamu untuk mencapai tujuanmu.
قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِيْ وَ اتَّبَعُوْا مَنْ لَّمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَ وَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا.
Qāla nūḥur-rabbi innahum ‘ashaunī wat-taba‘ū mal lam yazidhu māluhū wa waladuhū illā khasārā.
“Nūḥ bermohon: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya mereka mendurhakai aku dan mengikuti orang yang hanya menimbulkan kerugian bagi harta dan anak-anaknya.” (Nūḥ [71]: 21).
Nūḥ berkata: “Mereka menolak perintahku, mengingkari seruanku, dan terus-menerus mengikuti pemimpin-pemimpin mereka yang membanggakan harta dan anak-anak mereka, karena mereka memang orang yang kaya dan banyak keturunan.”
وَ مَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا.
Wa makarū makran kubbārā.
“Dan mereka membuat tipu-daya yang besar.” (Nūḥ [71]: 22).
Mereka melakukan berbagai upaya makar dalam urusan agama, yang menghambat manusia mengikuti agama. Mereka justru mengajak orang-orang lain untuk menyakiti Nūḥ a.s.
وَ قَالُوْا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَ لَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَ لَا سُوَاعًا وَ لَا يَغُوْثَ وَ يَعُوْقَ وَ نَسْرًا.
Wa qālū lā tadzarunna ālihatakum wa lā tadzarunna waddaw wa lā suwā‘aw wa lā yaghūtsa wa ya‘ūqa wa nasra.
“Mereka berkata: “Jangan kamu tinggalkan tuhan-tuhanmu dan jangan kamu tinggalkan Wadd, dan jangan pula Suwā‘, jangan pula Yaghūts, Ya‘ūq dan Nasr”.” (52) (Nūḥ [71]: 23).
Pemimpin mereka mengatakan: “Janganlah kamu meninggalkan tuhan-tuhanmu (sesembahanmu) ini dan janganlah kamu menyembah Tuhan Nūḥ. Lebih-lebih, janganlah kamu meninggalkan berhala-berhala yang menjadi sesembahan tertinggi kamu.” Berhala-berhala itu kemudian pindah kepada orang ‘Arab.
Diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Ibnu Mundzir dari Ibnu ‘Abbās bahwa berhala-berhala zaman Nūḥ tersebut kemudian berpindah kepada bangsa ‘Arab. Berhala Wadd, misalnya, dipuja oleh golongan Kalb, berhala Suwā‘ dipuja oleh golongan Hudzail, berhala Yaghūts dipuja oleh Ghathaif di dekat Kerajaan Saba’, berhala Ya‘ūq oleh golongan Hamdān, dan berhala Nasr oleh golongan Ḥimyar. Berhala-berhala lain yang juga bisa disebut di sini adalah al-Lāta oleh kaum Tsaqīf di Thā’if, al-‘Uzzā oleh golongan Sulaimān dan Ghathfān, Manāh oleh golongan Khuzā‘ah, Asaf, Hubal, dan Nā’ilah oleh penduduk Makkah. Hubal merupakan berhala terbesar, dan karenanya diletakkan di atas punggung Ka‘bah.
وَ قَدْ أَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا ضَلاَلًا.
Wa qad adhallū katsīran wa lā tazid-izh-zhālimīna illā dhalālā.
“Mereka sungguh telah menyesatkan kebanyakan orang, dan tiadalah Engkau tambahkan kepada orang-orang yang zhalim selain kesesatan.” (Nūḥ [71]: 24).
Mereka (kaum Nūḥ) telah menyesatkan banyak orang, dengan jalan menarik mereka untuk mau menyembah berhala yang dibuat dalam bentuk mirip manusia.
Wahai Tuhanku, pinta Nūḥ, janganlah Engkau tambahkan nikmat untuk orang-orang yang zhalim itu, mengingat kekafiran mereka terhadap ayat-ayatMu, kecuali bertambah kesesatannya.
مِمَّا خَطِيْئَاتِهِمْ أُغْرِقُوْا فَأُدْخِلُوْا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوْا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِ اللهِ أَنْصَارًا.
Mimmā khathī’ātihim Ughriqū fa udkhilū nāran fa lam yajidū lahum min dūnillāhi anshārā.
“Dari kesalahan-kesalahan mereka, maka mereka ditenggelamkan, kemudian dimasukkan ke dalam neraka; mereka sama sekali tidak mendapatkan penolong selain Allah.” (Nūḥ [71]: 25).
Disebabkan oleh kedurhakaan dan dosa-dosa kaum Nūḥ, maka Allah mengaramkan (karam = tenggelam) mereka dengan banjir besar dan topan, serta mengadzabnya di dalam kubur. Sedangkan dewa-dewa dan berhala mereka tidak dapat memberikan suatu pertolongan kepadanya dan tidak dapat menghindarkan mereka dari malapetaka.
وَ قَالَ نُوْحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِيْنَ دَيَّارًا.
Wa qāla nūḥur rabbi lā tadzar ‘alal-ardhi min-al-kāfirīna dayyārā.
“Nūḥ berdoa: “Wahai Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan orang-orang kafir berkelana di muka bumi.” (Nūḥ [71]: 26).
Nūḥ memohon kepada Allah agar seluruh orang kafir dimusnahkan, dan mereka jangan dibiarkan hidup. Permohonan ini akhirnya dikabulkan oleh Allah.
إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوْا عِبَادَكَ وَ لَا يَلِدُوْا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا.
Innaka in tadzarhum yudhillū ‘ibādaka wa lā yalidū illā fājiran kaffārā.
“Sesungguhnya jika mereka Engkau biarkan tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hambaMu. Mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu berterima kasih.” (Nūḥ [71]: 27).
Nūḥ memohon agar mereka semua dimusnahkan. Sebab, jika di antara mereka ada yang dibiarkan hidup, tentulah yang masih hidup itu nantinya akan berusaha menyesatkan hamba-hamba Allah lain yang beriman.
Selain itu, mereka yang Engkau biarkan hidup akan melahirkan anak-anak yang kafir. Sesudah Nūḥ berdoa untuk kebinasaannya orang-orang kafir, maka beliau pun berdoa untuk keselamatan dirinya, kedua orang tuanya, dan seluruh mu’min, katanya:
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَ لِوَالِدَيَّ وَ لِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ وَ لَا تَزِدِ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا تَبَارًا.
Rabb-ighfir lī wa li wālidayya wa li man dakhala baitiya mu’minan wa lil-mu’minīna wal-mu’mināti wa lā tazid-izh-zhālimīna illā tabārā.
“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan ibu bapakku, dan orang-orang yang masuk ke rumahku dengan beriman serta orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan; dan janganlah Engkau berikan tambahan kepada orang yang zhalim, melainkan kebinasaan.” (Nūḥ [71]: 28).
Tuhanku, ampunilah dosaku, hapuskanlah kesalahanku seandainya aku berdosa, ampunilah dosa kedua orang tuaku, ampunilah semua orang yang masuk ke dalam masjidku (termasuk orang yang masuk ke dalam perahuku, mengikuti syariatku), dan ampunilah dosa orang-orang mu’min, lelaki dan perempuan pada setiap masa.
Janganlah Engkau menambah sesuatu kepada orang-orang yang zhalim, yang menyangkal kebenaran selain kerugian dan dijauhkan dari rahmat-Mu.
Dalam ayat-ayat ini Allah memperingatkan kita dengan kebesaran kekuasaan-Nya dan memalingkan pandangan kita untuk memperhatikan asal-usul penciptaan kita, penciptaan langit, bulan, matahari, dan bumi. Allah juga menjelaskan keadaan Nūḥ yang menyampaikan keluh-kesahnya kepada-Nya sesudah mempergunakan semua jalan dan daya upaya untuk menarik kaumnya kepada agama Allah.
Nūḥ pun memohon kepada Allah agar menambah kesesatan kepada kaumnya itu. Sesudahnya Allah menjelaskan malapetaka yang menimpa kaum Nūḥ berdoa supaya Allah membinasakan seluruh kaumnya, tanpa ada yang tertinggal. Sebab, kata Nūḥ, apabila ada yang dibiarkan hidup, mereka hanyalah akan membuat kerusakan. Nūḥ juga bermohon agar Allah mengampuni orang-orang yang beriman.