Setelah itu, Allah menjelaskan keagungan kedudukan al-Qur’an dengan berfirman: “di dalam kitab-kitab yang dimuliakan”; Al-Qur’an berada dalam lembaran-lembaran yang dimuliakan di sisi Allah “yang ditinggikan lagi disucikan”; tinggi kedudukannya dan suci dari tangan setan dan dari segala yang kotor serta kekurangan. “di tangan para penulis (malaikat)”; di tangan para malaikat yang dijadikan Allah sebagai perantara antara Dia dan para rasul, “yang mulia lagi berbakti”; dimuliakan dan diagungkan di sisi Allah, yang bertakwa dan shaleh. “Yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (at-Taḥrīm: 6).
Kemudian Allah memaparkan kejahatan orang kafir, bahkan sangat kafir serta ahli maksiat, padahal Allah begitu banyak berbuat baik kepadanya dengan melimpahkan karunia. “Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya?”; terlaknat orang kafir dan terusirlah ia dari rahmat Allah. Betapa sangat berat kekafirannya kepada Allah, padahal banyak kebaikan dan nikmat Allah kepadanya. Al-Alūsī berkata: “Ayat ini adalah doa atas kafir dengan hal yang paling menakutkan dan paling buruk. Selain itu sebagai perintah untuk heran terhadap sikap melampaui batas orang kafir dan durhaka.” (9281). “Dari apakah Allah menciptakannya?”; dari benda apa Allah menciptakan si kafir ini, sehingga dia takabbur kepada Tuhannya? Kemudian Allah menjelaskan hal tersebut. “Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya”; dari air hina yang sangat rendah, Allah memulai penciptaannya. Lalu Allah menentukannya di dalam perut ibunya dalam beberapa fase, dari sperma, kemudian segumpal darah, sampai penciptaannya sempurna. Ibnu Katsīr berkata: “Allah menentukan rezekinya, ajalnya, perbuatannya, celaka atau beruntung.” (9292).
“Kemudian Dia memudahkan jalannya”; kemudian Allah memudahkan baginya jalan keluar dari perut ibunya. Ḥasan al-Bashrī berkata: “Bagaimana manusia bisa menjadi kafir, padahal dia asalnya keluar dari jalan kencing sebanyak dua kali. (9303)? Yakni pertama dari zakar (sperma), kedua dari vagina (janin).” “kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur”; lalu Allah mematikannya dan menjadikan baginya kubur yang menutupinya untuk memuliakannya dan tidak menjadikannya terbuang dimakan binatang buas dan burung. Al-Khāzin berkata: “Ini kemuliaan bagi anak Adam di atas seluruh makhluk bernyawa.” “kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali”; kemudian ketika Allah berkehendak untuk menghidupkannya, maka dia menghidupkannya setelah matinya untuk dibangkitkan, dihitung amalannya, dan dibalas. (9314). Allah berfirman: “bila Dia menghendaki” karena waktu kebangkitan dari kubur tidak diketahui siapapun. Semuanya sesuai kehendak Allah. Kapan Dia berkehendak, maka Dia menghidupkan makhluk? “Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya”; hendaknya si kafir ini menghentikan sikap takabbur dan sombongnya, sebab dia belum menunaikan apa yang diperintahkan kepadanya, belum beriman dan taat menunaikan apa yang dibebankan kepadanya.
Setelah menuturkan penciptaan manusia, Allah menyebutkan rezekinya. Tujuannya, agar manusia mau mengambil pelajaran dari bermacam-macam nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya. Untuk selanjutnya dia bersyukur kepada Tuhannya dan taat kepada-Nya. “maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya”; hendaknya manusia kafir yang menentang ini memandang dengan memikirkan hidupnya, bagaimana Allah menciptakannya dengan kuasa-Nya, memudahkannya dengan rahmat-Nya? Bagaimana pula Allah menyediakan untuknya usaha-usaha ekonomi dan makanan yang menjadi penopang hidupnya? Kemudian Allah merinci hal tersebut dan berfirman: “Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit)”; dengan kekuasaan, Kami menurunkan air dari mendung ke bumi dengan cara yang mengagumkan. “kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya”; Kami belah bumi dengan keluarnya tumbuh-tumbuhan darinya dengan cara indah. “lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran”; dengan air itu, Kami keluarkan bermacam-macam biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan. Ada biji yang tumbuh menjadi makanan pokok bagi manusia dan dia simpan. Ada yang tumbuh menjadi anggur yang lezat dan sayuran yang dimakan dalam keadaan basah. “Zaitun dan pohon kurma”; dari biji-bijian itu Kami juga keluarkan pohon zaitun dan kurma yang menghasilkan minyak, kurma basah dan kurma kering. “kebun-kebun (yang) lebat”; beberapa kebun yang banyak pohonnya dan bertaut dahannya, “dan buah-buahan serta rumput-rumputan”; dan bermacam-macam buah-buahan sebagaimana Kami keluarkan apa yang dimakan oleh hewan. Al-Qurthubī berkata: “Yang dimaksudkan rumput adalah sesuatu yang dimakan oleh hewan.” (9325) “untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu”; Kami menumbuhkannya dan mengeluarkannya agar berguna bagi kalian dan menjadi ekonomi dan untuk kebutuhan ternak kalian, wahai umat manusia. Ibnu Katsīr berkata: “Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa Allah mengungkit-ungkit dan mengingatkan hamba atas nikmat-nikmatNya. Ayat ini, yang menegaskan Allah menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dari bumi yang tandus, menjadi dalil bahwa Dia menghidupkan jasad setelah menjadi tulang belulang yang rusak dan hancur.” (9336).
Setelah itu, Allah menyebutkan prahara-prahara kiamat, “Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua)”; ketika tiba teriakan kiamat yang memekakkan telinga, sehingga hampir saja tuli, “pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya”; pada hari yang menakutkan itu, manusia lari dari saudaranya, ibunya, ayahnya, istri dan anak-anaknya karena dia sibuk mengurus dirinya sendiri. Dalam at-Tasḥīl disebutkan, Allah menyebutkan bahwa manusia lari dari orang-orang yang dicintainya. Allah mengurutkan mereka sesuai urusan tingkat kecintaan dan sayang. Allah memulai dengan yang paling rendah tingkat kecintaannya dan menutup dengan yang paling tinggi. Sebab manusia lebih sayang kepada anak-anaknya daripada orang-orang yang disebutkan sebelumnya.” (9347). “Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya”; tiap manusia pada yang sulit itu memiliki kesibukannya sendiri tanpa bisa mengurusi orang lain. Sampai seorang nabi pada saat itu berkata: “Diriku, diriku.” (9358).
Setelah menjelaskan hari kiamat dan petakanya, Allah menjelaskan keadaan umat manusia dan pembagian mereka pada hari itu. Manusia pada hari itu terbagi menjadi dua; orang yang beruntung dan orang yang celaka. Allah berfirman mengenai orang yang beruntung: “Banyak muka pada hari itu berseri-seri”; beberapa wajah pada hari itu bersinar karena bahagia dan suka cita, “tertawa dan gembira ria”; bahagia karena kemuliaan Allah dan ridha-Nya yang mereka lihat. Bahagia karena nikmat yang abadi itu, “dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu”; dan beberapa wajah para hari itu berdebu dan berasap. “dan ditutup lagi oleh kegelapan”; diselimuti oleh kegelapan dan kehitaman. “Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka”; orang-orang yang hitam wajahnya adalah orang-orang kafir lagi durhaka, Ash-Shāwī berkata: “Allah membuat wajah mereka berdebu di samping hitam, sebagaimana Allah membuat mereka durhaka di samping kafir.” (9369).
Dari sisi bahasa, Sūratu-‘Abasa mengandung sejumlah keindahan.
Pertama; iltifāt (mengalihkan pembicaraan) dari “ghā’ib” (kata ganti ketiga) ke “mukhāthab” agar lebih mengena dalam mengritik.
عَبَسَ و َتَوَلَّى.
Kemudian Allah berfirman:
وَ مَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى.
Iltifāt di sini agar Nabi Muḥammad s.a.w. memperhatikan sahabatnya yang buta itu.
Kedua; jinās isytiqāq (mengulang dua kata sejenis dari satu turunan kata dalam satu kalimat) antara (يَذَّكَّرُ) dan (الذِّكْرَى).
Ketiga; kināyah (kiasan) yang lembut (ثُمَّ السَّبِيْلَ يَسَّرَهُ.). Yang dimaksud jalan adalah keluarnya anak dari vagina ibunya.
Keempat; gaya bahasa takjub (قُتِلَ الْإِنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ.). Ayat ini menunjukkan mengherankan kekafirannya yang melampaui batas, padahal Allah banyak berbuat baik kepada dia.
Kelima; thibāq (dua kata mirip dari susunan huruf dan atau irama namun berlawanan maknanya) antara (تَصَدَّى) dan (تَلَهَّى) sebab yang dimaksudkan dengan keduanya adalah memperhatikan dan mengabaikan.
Keenam; menjelaskan rinci setelah mengglobalkan (مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ.). Kemudian Allah merinci hal itu dengan ayat:
مِنْ نُّطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ. ثُمَّ السَّبِيْلَ يَسَّرَهُ. ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ.
Ketujuh; perbandingan yang lembut antara orang yang beruntung dan orang yang celaka dengan cara menggambarkan wajah mereka. (وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ مُّسْفِرَةٌ. ضَاحِكَةٌ مُّسْتَبْشِرَةٌ.). Allah membandinginya dengan firman: (وَ وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌ. تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌ.).
Kedelapan; keserasian irama kata di akhir-akhir ayat dan ini termasuk keindahan bahasa yang disebut sajak. Misalnya (عَبَسَ و َتَوَلَّى. أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَى. وَ مَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى.). Dan (فِيْ صُحُفٍ مُّكَرَّمَةٍ. مَّرْفُوْعَةٍ مُّطَهَّرَةٍ. بِأَيْدِيْ سَفَرَةٍ. كِرَامٍ بَرَرَةٍ.).
Dari ayat (قُتِلَ الْإِنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ.) seorang pujangga ‘Arab menciptakan sepenggal syair sebagian baitnya mengutip salah satu ayat di atas:
Seseorang ketika kemarau mengharap musim penghujan
Jika musim penghujan tiba, dia membencinya
Dia tidak puas dengan satu keadaan
“Terkutuklah manusia, betapa dia kafir.”
Bait terakhir mengutip ayat di surat ini.