080
Sūratu-‘Abasa termasuk kelompok surat Makkiyyah yang menitikberatkan hal-hal yang berkaitan dengan akidah Islam dan risalah kenabian. Surat ini juga membicarakan dalil-dalil kekuasaan Allah dan keesaan-Nya dalam menciptakan manusia, tumbuh-tumbuhan, dan makanan. Juga terdapat pembicaraan mengenai hari kiamat, praharanya dan beratnya hari yang sulit itu.
Surat ini dimulai dengan menuturkan kisah sahabat tuna netra, ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm r.a. yang menghadap Nabi s.a.w. Sahabat ini meminta kepada sang Nabi s.a.w. untuk mengajarkan sebagian dari apa yang diajarkan Allah kepada beliau. Pada saat itu beliau s.a.w. sedang disibukkan dengan beberapa orang petinggi Quraisy untuk mengajak mereka masuk Islam. Nabi s.a.w. bermuka masam dan berpaling dari ‘Abdullāh. Turunlah kritikan kepada Nabi s.a.w. “Dia (Muḥammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya”.
Kemudian sūratu ‘Abasa berbicara mengenai keingkaran manusia dan kekafirannya yang berlebihan kepada Tuhannya. Padahal Allah memberikan kenikmatan yang melimpah ruah kepadanya: “Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya? Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya. Kemudian Dia memudahkan jalannya”.
Setelah itu, surat ini membicarakan bukti-bukti kekuasaan Allah yang ada di alam ini. Allah memberikan kemudahan jalan hidup bagi manusia di atas bumi yang makmur ini. “maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan pohon kurma”.
Surat ini ditutup dengan menjelaskan prahara-prahara hari kiamat dan larinya manusia dari orang-orang yang dicintainya karena dahsyatnya ketakutan dan histeria hari itu. Allah menjelaskan keadaan orang mu’min dan keadaan orang kafir pada hari yang menakutkan itu. “Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira ria, dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan. Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka”.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
عَبَسَ وَ تَوَلَّى. أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَى. وَ مَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى. أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَى. أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَى. فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّى. وَ مَا عَلَيْكَ أَلَّا يَزَّكَّى. وَ أَمَّا مَنْ جَاءَكَ يَسْعَى. وَ هُوَ يَخْشَى. فَأَنْتَ عَنْهُ تَلَهَّى. كَلَّا إِنَّهَا تَذْكِرَةٌ. فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ. فِيْ صُحُفٍ مُّكَرَّمَةٍ. مَّرْفُوْعَةٍ مُّطَهَّرَةٍ. بِأَيْدِيْ سَفَرَةٍ. كِرَامٍ بَرَرَةٍ. قُتِلَ الْإِنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ. مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ. مِنْ نُّطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ. ثُمَّ السَّبِيْلَ يَسَّرَهُ. ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ. ثُمَّ إِذَا شَاءَ أَنْشَرَهُ. كَلَّا لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ. فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ إِلَى طَعَامِهِ. أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا. ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ شَقًّا. فَأَنْبَتْنَا فِيْهَا حَبًّا. وَ عِنَبًا وَ قَضْبًا. وَ زَيْتُوْنًا وَ نَخْلًا. وَ حَدَائِقَ غُلْبًا. وَ فَاكِهَةً وَ أَبًّا. مَّتَاعًا لَّكُمْ وَ لِأَنْعَامِكُمْ. فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ. يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيْهِ. وَ أُمِّهِ وَ أَبِيْهِ. وَ صَاحِبَتِهِ وَ بَنِيْهِ. لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيْهِ. وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ مُّسْفِرَةٌ. ضَاحِكَةٌ مُّسْتَبْشِرَةٌ. وَ وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌ. تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌ. أُولئِكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُ.
80:1. Dia (Muḥammad) bermuka masam dan berpaling,
80:2. karena telah datang seorang buta kepadanya.
80:3. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)
80:4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
80:5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
80:6. maka kamu melayaninya.
80:7. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).
80:8. Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),
80:9. sedang ia takut kepada (Allah),
80:10. maka kamu mengabaikannya.
80:11. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan,
80:12. maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya,
80:13. di dalam kitab-kitab yang dimuliakan,
80:14. yang ditinggikan lagi disucikan,
80:15. di tangan para penulis (malaikat),
80:16. yang mulia lagi berbakti.
80:17. Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya?
80:18. Dari apakah Allah menciptakannya?
80:19. Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya.
80:20. Kemudian Dia memudahkan jalannya,
80:21. kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur,
80:22. kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali.
80:23. Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya,
80:24. maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.
80:25. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit),
80:26. kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya,
80:27. lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu,
80:28. anggur dan sayur-sayuran,
80:29. Zaitun dan pohon kurma,
80:30. kebun-kebun (yang) lebat,
80:31. dan buah-buahan serta rumput-rumputan,
80:32. untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.
80:33. Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua),
80:34. pada hari ketika manusia lari dari saudaranya,
80:35. dari ibu dan bapaknya,
80:36. dari istri dan anak-anaknya.
80:37. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.
80:38. Banyak muka pada hari itu berseri-seri,
80:39. tertawa dan gembira ria,
80:40. dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu,
80:41. dan ditutup lagi oleh kegelapan,
80:42. Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka.
(عَبَسَ): cemberut dan muram wajahnya.
(تَصَدَّى): mendengarkan ucapannya dan memperhatikannya.
(سَفَرَةٍ): para malaikat yang menulis amal perbuatan hamba, berbentuk jama‘.
(أَقْبَرَهُ): membuat kuburan untuknya dan memerintah agar dia dikubur.
(قَضْبًا): sayuran yang dipotong, lalu akarnya tumbuh lagi, ketimun dan lainnya.
(غُلْبًا): banyaknya pohon yang bertaut dahannya, berbentuk jama‘.
(أَبًّا): makanan hewan dan segala sesuatu yang ditumbuhkan bumi yang dimakan hewan, misalnya; rumput.
(الصَّاخَّةُ): teriakan yang memekakkan dan membuat telinga tuli karena hebatnya.
(مُّسْفِرَةٌ): terang dan benderang.
(غَبَرَةٌ): debu dan asap.
(قَتَرَةٌ): hitam dan gelap.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits, bahwa Nabi s.a.w. sedang sibuk berbicara dengan para pemimpin Quraisy untuk mengajak mereka masuk Islam. Beliau memang sangat ingin agar mereka masuk Islam, sehingga para pengikut mereka juga masuk Islam. Ketika Nabi s.a.w. dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm yang buta, lalu berkata: “Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku sebagian dari apa yang diajarkan Allah kepadamu.” ‘Abdullāh berkali-kali berkata demikian karena tidak tahu Nabi s.a.w. sedang berbicara dengan para petinggi tersebut. Nabi s.a.w. enggan memutuskan pembicaraan dengan mereka dan muram serta berpaling. Dalam hati Nabi s.a.w. berkata: “Orang-orang elit-elit kaum Quraisy akan berkata: “Pengikut Muḥammad hanyalah orang buta, rakyat jelata dan budak.” Maka wajah beliau muram dan memilih berbicara kepada para pembesar Quraisy itu. Lalu turunlah ayat: “Dia (Muḥammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya”.
“Dia (Muḥammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya”; wajahnya muram dan cemberut serta berpaling darinya karena tidak suka, sebab dia didatangi orang buta yang bertanya mengenai masalah agama. Ash-Shāwī berkata: “Kata “dia” dalam ayat menunjukkan lemah-lembut Allah kepada Nabi Muḥammad s.a.w. Naman orang buta yang datang itu adalah ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm. Sejak ayat kritikan ini turun, jika ‘Abdullāh menghadap, Nabi s.a.w. bersabda: “Selamat datang orang yang karenanya Allah mengritik kami.” Dan beliau membentangkan surban beliau untuk ‘Abdullāh. (9261). “Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)”; hai Muḥammad, apa yang kamu ketahui tentang dia, mungkin sang buta yang kamu cemberut di hadapannya ingin membersihkan diri dari dosa dengan ilmu dan ma‘rifah yang dia terima darimu. “atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?”; atau dia mengambil pelajaran dan nasihat dari apa yang dia dengar, lalu nasihatmu berguna bagi dia.
“Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup”; adapun orang yang tidak membutuhkan Allah dan keimanan karena mempunyai banyak harta dan hidup serba mewah, “maka kamu melayaninya”; kamu mendengarkan ucapannya dan menyampaikan dakwah kepadanya dengan seksama. “Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman)”; padahal tidak ada apa-apa atau kamu jika dia tidak membersihkan diri dari dosa kekafiran dan durhaka. Kamu tidak dituntut untuk memberikan petunjuk kepadanya. Kamu hanya bertugas menyampaikan saja. Al-Alūsī berkata: “Ayat ini mengandung anjuran lebih agar Nabi Muḥammad s.a.w. tidak berteman dekat dengan para petinggi Quraisy itu, sebab menyambut orang yang membelakangi adalah tindakan merusak harga diri. Seseorang dari kalangan ‘Arab berkata:
“Demi Allah, jika telapak tanganku tidak mau berteman dengaku
Maka katakan: Menjauhlah dan jangan bersamaku.” (9272).
“Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran)”; adapun orang yang mendatangimu dengan bergegas-gegas dan berjalan untuk mencari ilmu karena Allah dan sangat ingin mencari kebaikan, “sedang ia takut kepada (Allah)”; dia datang kepadamu karena takut kepada Allah dan menjauhi yang diharamkan-Nya, “maka kamu mengabaikannya”; kamu hai Muḥammad, tidak memperhatikannya dan lebih memperhatikan para pemimpin kekafiran dan kesesatan. “Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan”; jangan lakukan hal seperti itu setelah hari ini. Sebab, ayat-ayat ini adalah nasihat dan pelajaran bagi makhluk yang harus dijadikan pegangan oleh orang-orang yang berakal. “maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya”; barang siapa di antara hamba Allah yang ingin kebaikan, maka dia mampu memperoleh manfaat dari al-Qur’ān, memperoleh pelajaran dan petunjuknya. Ulama tafsir berkata: “Setelah kritikan ini, Nabi s.a.w. tidak pernah bermuka masam kepada orang fakir sama sekali dan tidak melayani orang kaya sama selamanya.” Orang-orang fakir di majlis beliau adalah pemimpin. Jika ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm menghadap, beliau membentangkan surban beliau dan bersabda: “Selamat datang orang yang karenanya Tuhanku mengritik kami.”