Surah an-Naba’ 78 ~ Tafsir al-Jailani

Dari Buku: TAFSIR al-Jaelani
Oleh: Syekh ‘Abdul-Qadir Jaelani
Penerjemah: Abdul Hamid

Penerbit: PT. SAHARA intisains

Surah ke 78; 40 ayat
an-Naba’
(berita besar).

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Pembuka Surah an-Naba’

Orang yang mampu menyingkap (mukāsyafah) berbagai rahasia taklif Ilahi dan hikmah-hikmah hukum yang berasal dari-Nya serta kemaslahatan yang terkandung dalam perintah dan larangan yang berasal dari kesucian Dzat-Nya; pasti mengetahui bahwa kehendak ulūhiyyah dan rubūbiyyah adalah mendidik dan mengajari manusia dengan cara membebaninya dengan berbagai kesulitan dan kesusahan yang dapat mencegahnya dari mengikuti kehendak hawa nafsu dan angan-angan setan serta khayalan palsu, di mana semua itu termasuk tentara setan yang memerintahkan keburukan. Setelah manusia tidak lagi dapat dicegah dan diperingatkan untuk tidak memenuhi kehendak tabiat yang begitu kuat, tidak lagi menjalankan berbagai ketaatan dan ibadah yang dibebankan dan diperintahkan kepadanya, tidak lagi berada di tengah jalan keadilan Ilahi, dan tidak lagi berdiri di jalan lurus yang dapat mengantarkannya ke surga Na‘im; hikmah ilahiyah menghendaki agar ia disiksa dengan siksaan yang sangat pedih dan memasukkannya ke dalam neraka Jahim selamanya.

Karena itulah Allah s.w.t. – sesuai dengan hikmah yang dikehendaki-Nya – menetapkan dua kehidupan bagi manusia:

Kehidupan pertama berupa masa-masa ujian dan cobaan, kehidupan ini berada di dunia. Ia berfungsi sebagai tempat transit dan pemberian pelajaran.

Kehidupan kedua berupa masa-masa perpindahan dan pembalasan, kehidupan ini berada di akhirat. Ia berfungsi sebagai terminal terakhir dan tempat tinggal.

Orang yang berakal dan mengetahui, harus mengimani dan meyakini dua kehidupan ini serta mempersiapkan diri di kehidupan pertama untuk menyambut kehidupan kedua. Orang yang terpedaya oleh kehidupan yang pertama dan menyibukkan diri dengannya sehingga melupakan kehidupan yang kedua, berarti ia telah mengikuti jalan orang-orang yang mengalami kerugian dalam amalnya. Mereka sebenarnya telah menempuh jalan yang sesat dalam kehidupan dunia, namun mereka mengira telah melakukan perbuatan yang baik.

Secara garis besar, mereka adalah orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah s.w.t. dan menolak adanya pertemuan dengan-Nya sehingga semua amal mereka hilang sia-sia. Akibatnya, pada hari kiamat nanti amal mereka tidak lagi ditimbang. Sebab, adanya kehidupan yang kedua ini sudah begitu sempurna dan berbagai dalil yang menunjukkan keberadaannya sudah sangat jelas terlihat pada saat mereka saling mempertanyakan dan memperdebatkan berita tentang kehidupan yang kedua ini dan keberadaannya, serta pada saat mereka memperbincangkan kehidupan yang kedua ini dengan nada mencemooh dan meragukannya. Setelah memberi keberkahan, Allah s.w.t. berfirman: (بِسْمِ اللهِ) [Dengan menyebut nama Allah] yang menampakkan Diri pada segala sesuatu yang zhahir dan bathin, sesuai dengan dua kehidupan, (الرَّحْمنِ) [Yang Maha Pemurah] kepada semua makhluk yang berada di kehidupan pertama, juga (الرَّحِيْمِ) [lagi Maha Penyayang] kepada mereka yang berada di kehidupan kedua.

Ayat 1.

(عَمَّ) [Tentang apakah] maksudnya: dalam hal apa, atau dalam masalah apakah (يَتَسَاءَلُوْنَ) [mereka saling bertanya-tanya] dan berdebat di antara mereka sendiri dengan nada penuh keraguan dan berbantah-bantahan?

Ayat 2&3.

(عَنِ النَّبَإِ الْعَظِيْمِ، الَّذِيْ هُمْ فِيْهِ مُخْتَلِفُوْنَ) [Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini] maksudnya: mereka saling berbeda pendapat tentang terjadinya hari kiamat yang telah dijanjikan untuk mengoreksi amalan manusia dan memberi balasan kepada mereka sesuai dengan amalan tersebut. Padahal, masalah hari kiamat sudah sangat jelas sehingga tidak perlu lagi diragukan, dipertanyakan, dicemooh, dan diperselisihkan keberadaan dan kejadiannya.

Ayat 4.

(كَلَّا) [Sekali-kali tidak] maksudnya: apa yang menyebabkan mereka mengingkari dan mempertanyakan terjadinya hari kiamat dengan nada yang penuh cemoohan dan keraguan? Padahal (سَيَعْلَمُوْنَ) [mereka akan mengetahui] sebentar lagi. Bahkan akan mendekatinya dalam waktu sekejap mata, bahkan lebih cepat lagi.

Ayat 5.

(ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُوْنَ) [Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui] ketika hari kiamat ditimpakan kepada mereka secara tiba-tiba, dan mereka tidak merasakannya. Secara garis besar di sini dipertanyakan; apa yang menyebabkan mereka mengingkari hari kebangkitan dan pembalasan? Apakah mereka mengingkari kemampuan Kami (Allah s.w.t.) yang sempurna untuk membuat kejadian semacam itu?

Ayat 6.

(أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ مِهَادًا) [Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan] bagi mereka, di mana ketika bumi tersebut dihamparkan dan dibentangkan, mereka dapat menjelajahi dan beristirahat di atasnya?

Ayat 7.

(وَ) [Dan] bukankah Kami telah menjadikan (الْجِبَالَ أَوْتَادًا) [gunung-gunung sebagai pasak] bagi bumi untuk menguatkan dan mengokohkannya?

Ayat 8.

(وَ خَلَقْنَاكُمْ) [Dan Kami jadikan kamu] yakni: Kami ciptakan kalian, wahai orang-orang mukallaf, dalam keadaan (أَزْوَاجًا) [berpasang-pasangan] dan bergolong-golongan serta berjenis laki-laki dan perempuan supaya kalian saling mengasihi dan beranak-pinak.

Ayat 9.

(وَ جَعَلْنَا نَوْمَكُمْ) [Dan Kami jadikan tidurmu] di malam-malam yang kamu lalui (سُبَاتًا) [untuk istirahat] yakni: suatu kondisi yang mencegahmu dari ketersadaran dan dari melakukan gerakan demi untuk mengendurkan semua urat saraf dan ototmu sehingga kamu bisa beristirahat, dan menghilangkan keletihan dan kelemahan yang dialami urat saraf dan ototmu. Dengan istirahat yang cukup, kamu bisa kembali menyibukkan diri dengan berbagai perbuatan di siang harinya dengan keberanian dan kekuatan yang sempurna.

Ayat 10.

(وَ جَعَلْنَا اللَّيْلَ) [Dan Kami jadikan malam] bagimu (لِبَاسًا) [sebagai pakaian], penutup, dan selimut yang dapat kamu pergunakan untuk menutupi dan menyembunyikan dirimu, karena waktu malam mengandung sesuatu yang dapat menyembunyikan permintaanmu.

Ayat 11.

(وَ جَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا) [Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan], karena waktu siang adalah waktu yang kamu gunakan untuk mencari sesuatu yang menjadi kebutuhan, makanan, dan pakaianmu dalam kehidupan ini.

Ayat 12.

(وَ بَنَيْنَا) [Dan Kami bangun] dengan kemampuan Kami yang sempurna dan hikmah Kami yang kuat, (فَوْقَكُمْ سَبْعًا) [di atas kamu tujuh buah] langit yang berlapis-lapis (شِدَادًا) [yang kokoh], kuat, tertutup rapat, dan akurat; di mana ketujuh langit ini tidak akan terpengaruh oleh zaman yang terus berjalan dan waktu yang terus berputar, seperti halnya bangun-bangunan yang lain.

Ayat 13.

(وَ جَعَلْنَا) [Dan Kami jadikan] di sela-sela langit itu (سِرَاجًا) [pelita] yang memancarkan sinar dan cahaya (وَهَّاجًا) [yang amat terang] dan panas saat sinar itu terpantul, supaya sesuatu yang kamu butuhkan dalam urusan kehidupanmu menjadi matang.

Ayat 14.

(وَ أَنْزَلْنَا) [Dan Kami turunkan] pula, demi untuk menyempurnakan pendidikanmu dan mengatur kehidupanmu, (مِنَ الْمُعْصِرَاتِ) [dari awan] dengan menggunakan angin, (مَاءً ثَجَّاجًا) [air yang banyak tercurah] yakni: hujan dengan alirannya yang deras dan tetesan airnya yang terus-menerus.

Ayat 15.

(لِنُخْرِجَ بِهِ حَبًّا) [Supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian] yang dapat kamu gunakan sebagai bahan makananmu, (وَ نَبَاتًا) [dan tumbuh-tumbuhan] yang dapat kamu gunakan sebagai bahan makanan untuk binatang ternakmu.

Ayat 16.

(وَ جَنَّاتٍ) [Dan kebun-kebun] yang bisa menjadi tempat rekreasi bagimu, dan taman-taman (أَلْفَافًا) [yang lebat] dan rimbun karena dikelilingi oleh berbagai macam pepohonan dengan buahnya yang banyak dan berlimpah.

Semua itu merupakan hal-hal yang sudah ditakdirkan, yang membuat orang yang berakal sehat dapat memahami keberadaan hari kebangkitan di padang Maḥsyar dan semua perkara gaib yang telah dijanjikan pada hari pembalasan. Semua hal yang telah ditakdirkan ini, berada dalam genggaman kekuasaan Ilahi. Sebab mengaitkan kekuasaan Ilahi yang sempurna dengan hal-hal yang telah ditakdirkan, dengan perkara yang telah dijanjikan, dan dengan keinginan Ilahi; semua itu menunjukkan kalau hal-hal tersebut akan benar-benar terjadi pada waktu dan tempat yang telah ditetapkan Allah s.w.t.

Jadi secara garis besar, orang yang pemahamannya dapat keluar dari pergaulan yang sempit, dapat mengoyak tirai formalitas dan kebiasaan, dan dapat membebaskan diri dan gelapnya angan-angan dan khayalan yang merintanginya untuk bisa sampai pada keesaan Dzat yang menjadi sumber semua kebaikan dan pangkal semua kesempurnaan; pasti mengetahui bahwa masalah kehidupan pertama dan kehidupan kedua serta yang sejenis dengan keduanya, bahkan yang lebih banyak lagi dari itu, di sini kekuasaan Ilahi adalah suatu hal yang gampang dan mudah. Namun manusia yang diselimuti oleh tirai penghalang di alam inderawi, yang akalnya dibelenggu oleh ikatan ketercengangan, dirusak oleh angan-angan yang buruk dan khayalan palsu yang menyesatkan; hanya mendapatkan gambaran yang menunjukkan terbatasnya pandangan dan jangkauan Ilahi, karena adanya bayang-bayang alam tabiat dan fatamorgana.

Karena itulah berbagai ujian menimpa manusia dan memalingkannya dari jalan menuju kedekatan dengan Allah s.w.t. “Ya Allah, karuniailah kami rahmat dari sisi-Mu yang dapat menyelamatkan kami dari kehancuran semacam itu. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha Memberi Karunia.

Selanjutnya Allah s.w.t. berfirman:

Ayat 17.

(إِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ) [Sesungguhnya Hari Keputusan] yang membedakan antara keterhilangan yang dialami oleh orang-orang yang bingung dan sesat dengan kepemilikan yang diraih oleh orang-orang yang meraih pertolongan dan hubungan dengan Allah s.w.t., (كَانَ مِيْقَاتًا) [adalah suatu waktu yang ditetapkan] yakni: hari yang waktu kejadiannya sudah berada dalam ilmu-Nya dan sudah ditakdirkan dalam lembaran qadha-Nya, di mana Dia tidak memberitahukan waktu kejadiannya kepada seorang pun dan juga tidak menentukannya. Namun, Dia telah mengabarkan tanda-tandanya kepada mereka.

Ayat 18.

Ingatlah wahai Rasul yang paling sempurna, bahwa ketika (يَوْمَ) [hari] keputusan dan hari kiamat sudah tiba waktunya, maka akan (يُنْفَخُ فِي الصُّوْرِ) [ditiup sangkakala] yang pertama untuk membangkitkan orang-orang yang sudah mati. Ketika gema sangkakala itu sampai kepada mereka, mereka langsung keluar dari kubur dalam keadaan bingung, linglung, dan tercengang. Kemudian sangkakala itu ditiupkan lagi untuk mengumpulkan mereka: (فَتَأْتُوْنَ) [lalu kamu datang] menuju Padang Maḥsyar dengan (أَفْوَاجًا) [berkelompok-kelompok], bergolong-golongan, dan bergroup-group.

Ayat 19.

(وَ) [Dan] pada waktu itu, (فُتِحَتِ السَّمَاءُ) [dibukalah langit] maksudnya: dikoyak dan dirobek, (فَكَانَتْ) [maka] dari koyakan dan robekan tersebut, (أَبْوَابًا) [terdapatlah beberapa pintu].

Ayat 20.

(وَ سُيِّرَتِ الْجِبَالُ) [Dan dijalankanlah gunung-gunung] dari atas permukaan bumi sehingga bergerak-gerak, lalu bagian-bagiannya beterbangan ke udara seperti debu. (فَكَانَتْ) [Maka] bentuk dan kondisi gunung-gunung itu. (سَرَابًا) [menjadi fatamorgana] maksudnya: seperti fatamorgana yang saat dilihat berbentuk gunung, padahal sebenarnya tidak ada gunung, seperti yang terjadi saat ini dalam penglihatan orang ‘ārif dan ahli mukāsyafah.

Ayat 21.

(إِنَّ جَهَنَّمَ) [Sesungguhnya neraka Jahannam] pada waktu itu (كَانَتْ مِرْصَادًا) [memiliki tempat pengintai] dan tempat berjalan bagi semua hamba. Tempat itu akan dilewati oleh para penghuni surga dengan kecepatan yang berbeda-beda sebagai akibat dari perbedaan amalan, keadaan (aḥwāl), dan maqām mereka. Di antara mereka ada yang tidak sempat memperhatikan tempat tersebut dan tidak mengetahui posisinya meskipun mereka telah melewatinya. Ada pula yang melewatinya seperti kilat, dan seterusnya. Mereka semua selamat dari keburukannya. Sementara itu, para calon penghuni neraka akan jatuh ke dalamnya dan mereka akan ditimpa oleh keburukan dan bencananya.

Ayat 22.

Dengan demikian, (لِلْطَّاغِيْنَ) [bagi orang-orang yang melampaui batas] yakni: orang-orang yang tetap kukuh dalam kekafiran dan kezhaliman mereka, neraka Jahannam itu (مَآبًا) [menjadi tempat kembali] dan kediaman mereka. Mereka tidak bisa keluar dari tempat tersebut.

Ayat 23.

Bahkan (لَابِثِيْنَ) [mereka tinggal] dan berdiam diri (فِيْهَا أَحْقَابًا) [di dalamnya berabad-abad lamanya]. Apa yang dimaksud dengan berabad-abda? Periode waktu yang ditunjukkan oleh kata “berabad-abad” di sini tidak sama dengan periode waktu “berabad-abad” di dunia. Sebab “berabad-abad” di sini tiada berujung dan tidak ada batasannya. Dengan demikian, penyebutannya di sini hanya sebagai kata kiasan (kināyah) untuk menunjukkan adanya ketidakterbatasan waktu.

Ayat 24.

(لَّا يَذُوْقُوْنَ) [Mereka tidak merasakan] di neraka Jahannam yang hanya berisi kebinasaan dan keburukan, rasa (فِيْهَا بَرْدًا) [kesejukan di dalamnya] karena mereka tidak mau merasakan sejuknya keyakinan pada saat berada di kehidupan pertama, (وَ لَا شَرَابًا) [dan tidak (pula mendapat) minuman] karena pada saat di dunia mereka tidak meminum air keimanan yang murni nan menyegarkan meskipun hanya sekali minum, dan tidak pula merasakan lezatnya pengetahuan meskipun hanya seteguk. Karena itulah, mereka tidak mendapatkan minuman pada saat di akhirat.

Ayat 25.

(إِلَّا حَمِيْمًا) [Selain air yang mendidih] dan panas yang dimasak dengan api kemarahan dan syahwat mereka, sehingga usus mereka terputus karena airnya yang sangat panas, (وَ غَسَّاقًا) [dan nanah] yang mengalir dari luka penghuni neraka, sebagai ganti atas apa yang telah mereka makan dan minum dari harta anak-anak yatim dan orang-orang yang dizhalimi.

Ayat 26.

Secara garis besar, mereka diberi balasan di neraka dengan (جَزَاءً وِفَاقًا) [pembalasan yang setimpal], sesuai dan selaras dengan perbuatan yang telah mereka lakukan saat di dunia.

Ayat 27.

Ringkasnya, (إِنَّهُمْ) [Sesungguhnya mereka] pada saat secara sengaja melakukan maksiat dan berniat melakukan berbagai perbuatan dosa, (كَانُوْا لَا يَرْجُوْنَ) [tidak takut] dan tidak mengharapkan adanya (حِسَابًا) [hisab] serta tidak takut pada siksa.

Ayat 28.

(وَ) [Dan] karena inilah (كَذَّبُوْا) [mereka mendustakan] ayat-ayat Kami yang menunjukkan betapa sempurna kekuasaan dan kemampuan Kami untuk memberikan berbagai kenikmatan dan pembalasan. Mereka juga mendustakan para rasul Kami yang dikirim kepada mereka dengan membawa (بِآيَاتِنَا كِذَّابًا) [ayat-ayat Kami dengan sungguh-sungguhnya], namun mereka tetap mendustakannya dengan kedustaan yang kuat dan pengingkaran yang sangat keras sampai mereka mencemooh ayat-ayat dan para rasul yang Kami utus.

Ayat 29.

(وَ كُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ كِتَابًا) [Dan segala sesuatu sudah Kami catat dalam suatu kitab] maksudnya: meskipun mereka melakukan pendustaan dan penentangan yang sangat keras, Kami tetap memerinci amalan dan mencatat semua kebiasaan buruk mereka dalam catatan amal mereka. Lalu mereka akan dihisab berdasarkan catatan tersebut dan dibalas sesuai dengan isinya. Setelah mereka dihisab dan dihukum, maka – sebagai celaan dan teguran – , dikatakan kepada mereka:

Ayat 30.

(فَذُوْقُوْا) [Karena itu rasakanlah] wahai orang-orang yang melampaui batas. (فَلَنْ نَّزِيْدَكُمْ) [Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu] berdasarkan perbuatan dan kedustaan kalian, (إِلَّا عَذَابًا) [selain daripada azab] di atas azab.

Dalam sebuah hadits dikatakan: “Ayat ini merupakan ayat paling keras dalam al-Qur’an yang ditujukan kepada penghuni neraka.” (651)

Kemudian Allah s.w.t. mengiringi ancaman yang ditujukan kepada ahli neraka dengan janji yang ditujukan kepada kaum Mukmin demi untuk memperbesar siksaan yang mereka terima, dan juga untuk menegaskan bahwa:

Ayat 31.

(إِنَّ لِلْمُتَّقِيْنَ) [Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa], beriman, dan menjaga diri mereka dari berbagai hal yang diharamkan Allah s.w.t. karena takut pada siksaan-Nya dan mengharapkan fadhilah-Nya; akan (مَفَازًا) [mendapat kemenangan], kebebasan, dan keselamatan dari segala musibah yang menimpa orang-orang kafir dan pelaku maksiat.

Ayat 32.

Mereka akan mendapatkan (حَدَائِقَ) [kebun-kebun] yang elok, indah, dan bersih: (وَ أَعْنَابًا) [dan buah anggur], baik yang tumbuh dengan dahan menjalar di atas terali maupun yang tidak.

Ayat 33.

(وَ) [Dan] di dalam surga mereka mendapatkan pasangan yang berupa (كَوَاعِبَ) [gadis-gadis remaja] yang montok, di mana putaran payudara gadis-gadis itu seperti buah delima, dan (أَتْرَابًا) [yang sebaya] lagi perawan, yang sebelumnya tidak tersentuh sama sekali manusia maupun jin.

Ayat 34.

(وَ كَأْسًا دِهَاقًا) [Dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman)] yang berupa anggur kecintaan Ilahi.

Ayat 35.

(لَّا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا) [Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan] maksudnya: di dalam surga, saat meminum anggur kecintaan Ilahi, mereka tidak mendengar perkataan (لَغْوًا) [yang sia-sia] dan tidak berguna, (وَ لَا كِذَّابًا) [dan tidak (pula perkataan) dusta] maksudnya: mereka tidak mendengarkan pengingkaran yang dilakukan oleh sebagian mereka atas sebagian yang lain, sebagaimana yang terjadi di antara para peminum minuman dunia.

Ayat 36.

Mereka diberi ganjaran seperti itu (جَزَاءً) [sebagai balasan] yang berasal (مِّنْ رَّبِّكَ) [dari Rabbmu], wahai Rasul yang paling sempurna, (عَطَاءً) [dan pemberian] dari-Nya kepada mereka, sebagai bentuk anugerah dan kebaikan-Nya kepada mereka (حِسَابًا) [yang cukup banyak] dan berlimpah, di mana kebaikan ini tidak akan dikurangi dan tidak perlu ditunggu oleh mereka.

Ayat 37.

Kenapa Allah s.w.t. tidak memberikan anugerah kepada para wali-Nya, padahal Dia adalah (رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ) [Rabb yang memelihara langit dan bumi] (662), yakni yang memelihara segala sesuatu yang berada di atas dan di bawah. (وَ مَا بَيْنَهُمَا) [dan apa yang ada di antara keduanya] dari berbagai macam hal yang saling bercampur-baur; sebab Dialah Dzat (الرَّحْمنِ) [Yang Maha Pemurah] (673) yang duduk di atas semua singgasana dengan rahmat-Nya yang umum, penguasaan-Nya yang sempurna, kekuatan-Nya yang memaksa, dan kekuatan-Nya yang berlimpah, dan juga dengan kehendak dan pilihan-Nya. Sebab (لَا يَمْلِكُوْنَ) [mereka tidak dapat] dan tidak mampu, yakni para penghuni langit dan bumi, (مِنْهُ خِطَابًا) [berbicara dengan Dia] maksudnya: Allah s.w.t. tidak memberikan kemampuan kepada mereka untuk bisa berbicara kepada-Nya dan untuk meminta penambahan pahala dan pengurangan dosa dari-Nya. Sebab dengan Dzat-Nya, Dia Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki menurut nama-nama dan sifat-sifatNya, dengan kehendak dan pilihan-Nya sendiri. Dia tidak ditanya tentang perbuatan-Nya karena Dia Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Ayat 38.

Kenapa Allah s.w.t. justru menguasakan dan menyerahkan titah-Nya kepada orang-orang yang sesat dan binasa dalam keterbatasan diri mereka, meskipun (يَوْمَ يَقُوْمُ الرُّوْحُ) [pada hari ketika roh] yakni: wujud tambahan yang mengalir pada struktur identitas, yang berasal dari pantulan cahaya wujud mutlak, (وَ الْمَلَائِكَةُ) [dan para malaikat] yakni: nama-nama dan sifat-sifat Ilahi yang terbebas dari berbagai ketergantungan secara mutlak, (صَفًّا) [berdiri bershaf-shaf] dan berbaris dengan teratur sambil terdiam karena keterkaguman mereka yang sempurna saat melihat besarnya kekuasaan Dzat Yang Maha Memaksa. (لَّا يَتَكَلَّمُوْنَ) [Mereka tidak berkata-kata] pada waktu itu, dan tidak pula mampu berucap sepatah kata pun (إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ) [kecuali siapa yang diberi izin kepadanya oleh Rabb Yang Maha Pemurah] melalui syafa‘at dan permohonan, maka ia bisa berbicara atas izin-Nya, (وَ قَالَ صَوَابًا) [dan ia mengucapkan kata yang benar] dan diridhai di sisi Allah s.w.t.

Ayat 39.

Ringkasnya: (ذلِكَ الْيَوْمُ) [Itulah hari] maksudnya: hari keputusan dan kiamat, adalah hari (الْحَقُّ) [yang pasti terjadi] di mana keberadaannya tidak boleh diperselisihkan maupun diragukan. (فَمَنْ شَاءَ) [Maka barang siapa yang menghendaki] berada dalam perlindungan dari fitnah dan terbebas dari siksanya, (اتَّخَذَ) [niscaya ia menempuh] dan meniti ketika berada di dunia, (إِلَى رَبِّهِ مَآبًا) [jalan kembali kepada Rabbnya] dengan berpaling menuju kepada-Nya dan memohon belas kasih-Nya serta mendekatkan diri dengan melakukan berbagai amal shaleh dan akhlak yang baik.

Ayat 40.

Jadi (إِنَّا أَنذَرْنَاكُمْ) [Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu] wahai orang-orang yang berpaling dari Allah s.w.t., tidak mau mentaati-Nya, dan tidak mau menyembah-Nya, akan adanya (عَذَابًا قَرِيْبًا) [siksa yang dekat] yang bakal menimpa kalian dengan tiba-tiba, sedang kalian tidak merasakan isyarat maupun tanda-tanda awalnya. (يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ) [Pada hari manusia melihat] dan menyaksikan semua (مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ) [yang telah diperbuat oleh kedua tangannya], baik yang berupa kebaikan maupun keburukan, dan yang memberi manfaat maupun menimbulkan bahaya; (وَ) [dan] setelah melihat semuanya pada hari itu, ia tidak melihat adanya kebaikan dan keburukan yang berasal darinya. Sementara itu (يَقُوْلُ الْكَافِرُ) [orang kafir berkata] – setelah melihat semua perbuatannya sebagai perbuatan yang buruk dan semua amalnya sebagai amal yang rusak – dengan penuh penyesalan, kesedihan, dan mengharapkan kebinasaan dirinya, (يَا لَيْتَنِيْ كُنْتُ تُرَابًا) [“alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah”] maksudnya: alangkah baiknya sekiranya dahulu aku tidak diciptakan dan tidak dibebani tanggungjawab sehingga aku tidak berhak mendapatkan celaan dan kehancuran ini.

“Ya Allah, karuniakanlah kepada kami rahmat, dari sisi-Mu. Sebab hanya Engkaulah Dzat Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun.”

 

Penutup Surah an-Naba’

Wahai orang yang mengimani keesaan Allah s.w.t. dan mengikuti jejak Nabi Muḥammad s.a.w., kamu harus mempersiapkan diri untuk menghadapi hari pembalasan dengan cara menjauhkan diri dari perkara yang diharamkan Allah s.w.t., menjauhi semua larangan-Nya, menjalankan perintah-Nya, dan berakhlak dengan akhlak-Nya, sehingga kamu tidak merasa malu kepada Allah s.w.t. pada hari pembalasan dan tidak mengharapkan kebinasaan dan kehancuran dirimu, seperti orang yang mengingkari dan bermaksiat kepada-Nya.

Kamu harus senantiasa mengerjakan perkara yang hukumnya wajib, mustaḥabb, maupun yang disunnahkan dari berbagai macam shalat, zakat, dan ketaatan; mendekatkan diri kepada Allah s.w.t. dengan berbagai macam ketaatan, shalat sunnah, sedekah, dan memberikan bantuan kepada semua hamba-Nya dengan anggota tubuh dan media yang ada; berusaha untuk mencari penghidupan dari sumber yang baik; dan berijtihad di jalan kebaikan dan meninggalkan keburukan serta kemunkaran secara mutlak sehingga kamu terbebas dari siksa akhirat dan sampai ke taman-taman surga, lalu kamu menggapai kemenangan dengan meraih berbagai macam kebahagiaan dan kemuliaan.

Semoga Allah s.w.t. memasukkan kita semua ke dalam golongan orang-orang yang mendapat hidayah dan anugerah-Nya, dan memberikan kemudahan kepada kita untuk sampai ke pusat ketauhidan dan kebenaran dengan karunia dan kedermawanan-Nya.

Catatan:


  1. 65). Ar-Razi, at-Tafsir al-Kabir [31/18, surah an-Naba’: 30], Tafsir Abis-Su‘ud [9/92. Surah an-Naba’: 30]. 
  2. 66). Bacaan [رَبِّ] di sini menunjukkan kalau tafsir ini mengikuti qira’at Nafi‘ dan Ibnu Katsir. Sedangkan ahli qira’at lain membaca [رَبُّ] – pentahqiq. 
  3. 67). Bacaan [الرَّحْمنِ] di sini menunjukkan kalau tafsir ini mengikuti qira’at Nafi‘ dan Ibnu Katsir. Sedangkan ahli qira’at lainnya membaca [الرَّحْمنُ] – pentahqiq. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *