Surah az-Zalzalah 99 ~ Tafsir Ibni ‘Arabi

Dari Buku:
Isyarat Ilahi
(Tafsir Juz ‘Amma Ibn ‘Arabi)
Oleh: Muhyiddin Ibn ‘Arabi

Penerjemah: Cecep Ramli Bihar Anwar
Penerbit: Iiman
Didistribusikan oleh: Mizan Media Utama (MMU)

الزَّلْزَلَةُ

AZ-ZALZALAH

Surah Ke-99; 8 Ayat.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

 

إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا. وَ أَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا. وَ قَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا. يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا. بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا.

099:1. Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat),

099:2. dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya,

099:3. dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini)?”,

099:4. pada hari itu bumi menceritakan beritanya,

099:5. karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.

Idzā zulzilat-il-ardhu zilzālahā (Apabila bumi diguncangkan dengan seguncang-guncangnya – ayat: 1). Jelasnya, jika diguncangkan “bumi” tubuh pada saat ruh insani dicabut. “Bumi” tubuh itu guncang karena guncangnya ruh hewani dan daya-daya jiwa. Pada saat sakarat-ul-maut, “bumi” tubuh itu diguncangkan sebagai tanda akan hancurnya ia.

Wa akhrajat-il-ardhu atsqālahā (dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat [yang dikandungnya] – ayat 2). Yakni barang berharga yang dikandung “bumi” tubuh dan menyebabkannya memiliki energi, seperti daya-daya jiwa, ruh, bentuk-bentuk amal, kepercayaan (i‘tiqād) yang menghunjam di hati. Kata atsqāl adalah kata jama‘ (plural) dari kata tsaqal, yang berarti barang berharga yang disimpan di rumah.

Wa qāl-al-insānu mā lahā (Dan manusia bertanya: “Mengapa bumi [jadi begini]” – ayat-3) Kenapa “bumi” tubuh ini menjadi guncang begini? Ada obatnya? Apa penyakitnya? Apakah karena perubahan komposisi cairan tubuh? Ataukah karena perubahan komposisi cairan tubuh? Ataukah karena kebanyakan komposisi itu?

Yauma’idzin tuhadditsu akhbāraha (Pada hari itu bumi menceritakan beritanya – ayat 4) dengan bahasa perilakunya, karena sesungguhnya Tuhanmu memberi isyarat kepada “bumi” tubuh itu dan memerintahkannya supaya guncang, mengeluarkan segala barang berharga yang dikandungnya. Itu terjadi ketika ruh sirna dan kematian tiba.

يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِّيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ.

وَ مَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

099:6. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.

099:7. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.

099:8. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.

Yauma’idzin yashdur-un-nās (Pada hari itu manusia keluar – ayat 6) dari tempat tidurnya dan tubuh lahirnya untuk masuk ke perjanjian (primordialnya) dan ke negeri perhitungan dan balasan amal mereka, dalam keadaan bermacam-macam, ada yang bahagia dan celaka. Supaya mereka bisa melihat amal mereka, yakni supaya mereka bisa melihat balasan amal mereka sesuai dengan bentuk-bentuk amal itu yang tertulis di lembaran jiwa-jiwa mereka.

Faman ya‘mal mitsqāla dzarratin khairan yarah, wa man ya‘mal mitsqāla dzarratin syarran yarah. (Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat [balasan]-nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat [balasan]-nya pula – ayat 7-8). Jelasnya, barang siapa dari golongan yang bahagia beramal baik sedikit pun niscaya ia akan melihat balasannya. Dan barang siapa dari golongan yang celaka berbuat jahat sedikit pun niscaya ia akan melihat balasannya pula. Formula “barang siapa” dalam dua ayat di atas bersifat umum. Kata pengkhususnya adalah kata “dalam keadaan bermacam-macam” (asytātan) yang terdapat dalam ayat sebelumnya. Sebab, berbagai kebaikan golongan celaka akan gugur dengan kekufuran dan keterhijabannya. Sedangkan berbagai keburukan golongan bahagia akan diampuni karena keimanan, taubat, dominannya kebaikan, serta keselamatan fitrah.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *