Surah at-Tin 95 ~ Tafsir ash-Shabuni

Dari Buku: SHAFWATUT TAFASIR
(Tafsir-tafsir Pilihan)
Jilid 5 (al-Fath – an-Nas)
Oleh: Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni
Penerjemah: KH.Yasin
Penerbit: PUSTAKA AL-KAUTSAR.

095

SŪRAT-UT-TĪN.

Pokok-pokok Kandungan Surat.

Sūrat-ut-Tīn adalah surat Makkiyyah. Surat ini membahas dua hal secara tegas, yaitu:

  1. Kemuliaan yang diberikan Allah kepada bangsa manusia.
  2. Masalah iman kepada hisab dan pembalasan.

Sūrat-ut-Tīn dimulai dengan sumpah dengan tempat-tempat yang suci, mulia dan diberi keistimewaan oleh Allah. Kemuliaan itu karena wahyu diturunkan di sana kepada para nabi dan rasul, yaitu Bait-ul-Maqdis, gunung Sinai, dan Makkah. Inti pesan sumpah penegasan bahwa Allah memberi kemuliaan kepada manusia dengan menciptakannya dengan bentuk terbaik. Jika manusia tidak mensyukuri nikmat Tuhannya, maka dia dikembalikan ke tempat yang paling rendah, yaitu neraka. “Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Makkah) ini yang aman.

Surat ini mengritik orang kafir atas keingkarannya terhadap hari kebangkitan dan akhirat. Padahal dalil-dalil dan bukti telah jelas menunjukkan kekuasaan Allah dalam menciptakan manusia dalam bentuk terbaik dan terelok. “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Sūrat-ut-Tīn ditutup dengan menjelaskan keadilan dalam memberi pahala orang mu’min dan menyiksa orang kafir. “Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?

 

TAFSĪR SŪRAT-UT-TĪN

Sūrat-ut-Tīn: Ayat: 1-8.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.

وَ التِّيْنِ وَ الزَّيْتُوْنِ. وَ طُوْرِ سِيْنِيْنَ. وَ هذَا الْبَلَدِ الْأَمِيْنِ. لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِيْ أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ. ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِيْنَ. إِلَّا الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍ. فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّيْنِ. أَلَيْسَ اللهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِيْنَ

095:1. Demi (buah) Tīn dan (buah) Zaitūn,
095:2. dan demi bukit Sinai,
095:3. dan demi kota (Makkah) ini yang aman,
095:4. sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
095:5. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
095:6. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
095:7. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?
095:8. Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?

Tijauan Bahasa:

(وَ طُوْرِ سِيْنِيْنَ): gunung Sinai tempat Allah berfirman kepada Musa secara langsung. Makna asalnya gunung yang diberkati.

(تَقْوِيْمٍ): menyeimbangkan dan meluruskan.

(مَمْنُوْنٍ): terhenti.

(الدِّيْنِ): pembalasan. Termasuk arti ini adalah hadits yang mulia:

كَمَا تُدِيْنُ تَدَانُ

Sebagaimana kamu berbuat, kamu diberi balasan.”

Tafsir Ayat:

Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun”; ini kalimat sumpah. Aku bersumpah demi buah tin dan buah zaitun karena keduanya mengandung berkah dan banyak manfaatnya. Ibnu ‘Abbās berkata: “Yang dimaksudkan adalah buah tin yang kalian makan dan buah zaitun yang peras menjadi minyak.” (10721) ‘Ikrimah berkata: “Allah bersumpah demi tempat-tempat tumbuhnya buah tin dan zaitun, sebab tin banyak di Damaskus dan zaitun banyak di Bait-ul-Maqdis. (10732) Pendapat ini lebih kuat. Hal ini karena Allah meng-‘athaf-kan (menggandengkan) tempat-tempat kepada ayat tersebut. Pertama, yaitu gunung Sinai dan Makkah, sehingga menjadi sumpah demi tempat-tempat suci yang dimuliakan Allah dengan wahyu dan risalah samawi. “dan demi bukit Sinai”; dan Aku bersumpah demi bukit berkah di mana Allah berfirman secara langsung kepada Mūsā a.s., yaitu bukit Sinai yang mempunyai banyak pohon yang berkah dan indah. Al-Khāzin berkata: “Disebut gunung Sinai karena indahnya dan berkahnya. Setiap bukit yang banyak pohon berbuahnya disebut Sinin atau Sinai.” (10743) “dan demi kota (Mekah) ini yang aman”; dan Aku bersumpah demi negeri aman, Makkat-ul-Mukarramah tempat aman bagi orang yang memasukinya, baik dirinya maupun hartanya. Ayat ini semakna dengan ayat: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok?” (al-Ankabūt: 67). Al-Alūsī berkata: “Ayat-ayat ini adalah sumpah dengan beberapa tempat yang berkah dan mulia menurut pendapat jumhur. Negeri yang aman adalah Makkah tanpa silang pendapat di antara ulama. Adapun bukit Sinai adalah gunung tempat Allah berfirman kepada Mūsā a.s. secara langsung. Adapun tin dan zaitun, ada riwayat dari Qatādah bahwa yang dimasudkan adalah dua gunung, satu di Damaskus (ibukota Suriah sekarang) dan satu di Bait-ul-Maqdis (al-Quds, Israil menyebutnya Jerusalem). Yang dimaksud tin dan zaitun dan tempat tumbuhnya. Pendapat lain menyatakan, yang dimaksudkan tin dan zaitun adalah dua pohon yang sudah dikenal oleh banyak orang. Inilah pendapat Ibnu ‘Abbās serta Mujāhid. Pesan inti sumpah demi beberapa benda tersebut untuk menunjukkan kemuliaan tempat-tempat yang berkah dan penuh kebaikan serta berkah yang ada di sana, yaitu terutusnya para nabi dan rasul.” (10754) Ibnu Katsīr berkata: “Sebagian ulama berpendapat, bahwa ketiganya merupakan tiga tempat dan di masing-masing tempat Allah mengutus nabi, rasul termasuk ulul-‘azmi yang mempunyai syariat besar. Pertama, tempat tin dan zaitun, yaitu Bait-ul-Maqdis, di mana Allah mengutus ‘Isa a.s. Kedua, negeri yang aman Makkah (barang siapa memasukinya dia aman) yaitu tempat di mana Allah mengutus Muḥammad s.a.w. Ketiga tempat tersebut disebutkan di akhir Taurat: “Allah datang dari bukit Sinai – gunung di mana Allah berfirman langsung kepada Mūsā -, bersinar dari Sa‘ir – gunung Bait-ul-Maqdis dari mana Allah mengutus ‘Īsā – dan jelas dari gunung-gunung Faran – yakni gunung-gunung Makkah dari mana Allah mengutus Muḥammad s.a.w.-.”Allah menuturkan ketiga rasul tersebut sesuai dengan periode mereka. Allah bersumpah demi yang paling mulia, lalu yang lebih mulia, lalu yang lebih mulia.” (10765).

Jawab kalimat sumpah adalah “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”; sungguh Kami telah membuat jenis manusia dalam bentuk paling baik dan bersifat paling sempurna, indah bentuknya, tegak posturnya, anggota badan yang serasi, dihiasi dengan ilmu dan pengetahuan, akal dan pikiran, bisa bicara dan bersusila. Mujāhid berkata: “Bentuk sebaik-baiknya adalah bentuk paling baik dan penciptaan paling aneh (10776). “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya”; lalu Kami turunkan derajatnya ke tempat paling rendah karena ia tidak mengindahkan penciptaan Kami di atas. Dia tidak mensyukuri nikmat Kami berupa penciptaan dalam bentuk terbaik. Dia tidak mempergunakan keistimewaan yang Kami berikan kepadanya untuk taat kepada Kami. Itulah sebabnya Kami akan mengembalikan dia ke tempat paling rendah, yaitu neraka Jahannam. Mujāhid dan Ḥasan berkata: “Tempat yang paling rendah adalah tingkatan neraka paling rendah.” Adh-Dhaḥḥāk berkata: “Yakni Kami kembalikan ke umur paling hina, yaitu pikun setelah muda dan lemah setelah kuat.” (10787) Al-Alūsī berkata: “Yang dipahami spontan dari ayat tersebut adalah mengisyaratkan keadaan orang kafir pada hari kiamat bahwa bentuk mereka dalam keadaan paling menjijikkan dan paling buruk, padahal sebelumnya bentuknya paling indah dan paling bagus.” (10798).

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh”; kecuali orang mu’min yang bertakwa dan menyatukan iman dan amal saleh. “maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”; bagi mereka pahala yang kekal dan tidak terputus, yaitu surga, negeri orang yang bertakwa. “Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?”; ayat ini ditujukan kepada manusia dengan metode iltifat (beralih). Maksudnya: “Apa penyebab kamu mendustakan hai manusia, padahal dalil dan bukti sudah jelas? Allah Menciptakan manusia dari sperma dan mewujudkannya dalam bentuk paling indah dan paling sempurna adalah bukti yang paling jelas atas kekuasaan Allah atas kebangkitan kembali dan akan memberi balasan. Lalu, apa yang mendorongmu mendustakan hari pembalasan setelah dalil-dalil ini? “Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya”; bukankah Allah yang menciptakan adalah hakim yang paling adil keputusan-Nya kepada hamba? Dalam hadits disebutkan bahwa jika membaca ayat ini, Nabi s.a.w. mengucapkan: “Ya, benar, dan kami atas hal itu termasuk para saksi.”

Aspek Balaghah:

Dalam Sūrat-ut-Tīn ini terdapat sejumlah keindahan bahasa sebagaimana berikut ini:

Pertama, majāz ‘aqli dengan mengucapkan benda yang berada di sebuah tempat, namun yang dimaksudkan tempatnya:

وَ التِّيْنِ وَ الزَّيْتُوْنِ.

Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun,

Yang dimaksudkan adalah tempat keduanya, yaitu Syam dan Bait-ul-Maqdis menurut pendapat yang rajih.

Kedua, thibāq antara: (أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ) (bentuk paling baik) dan (أَسْفَلَ سَافِلِيْنَ) (tempat paling bawah).

Ketiga, jinās isytiqāq:

بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِيْنَ

Keempat, iltifāt dari gaib ke mukhathab agar lebih mencela dan menegur (فَمَا يُكَذِّبُكَ).

Kelima, istifhām taqrīri (pertanyaan untuk menegaskan):

أَلَيْسَ اللهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِيْنَ

Bukankah Allah Hakim Paling Bijaksana!

Keenam, saja‘ murashsha‘:

الْبَلَدِ الْأَمِيْنِ. أَسْفَلَ سَافِلِيْنَ. بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِيْنَ

Wallāhu a‘lam.

Hikmah:

Imam al-Qurthubī menuturkan bahwa ‘Īsā al-Hāsyimī sangat mencintai istrinya. Suatu hari, ‘Īsā berkata kepada istrinya: “Kamu tertalak tiga jika kamu tidak lebih cantik daripada rembulan.” Maka istrinya membuat tabir darinya dan berkata: “Kamu sudah menceraikan kami.” Hal itu membuat ‘Isa sangat bersedih dan menghadap Khalīfah al-Manshūr serta menceritakan apa yang terjadi kepadanya. Al-Manshūr memanggil ulama fikih dan meminta fatwa mereka, lalu seluruh orang yang hadir berkata: “Perempuan itu sudah tertalak,” Kecuali satu orang ulama di antara murid Abū Hanīfah. Dia diam saja, sehingga al-Manshūr bertanya kepadanya: “Kenapa anda tidak berbicara?” Ulama itu menjawab: “Amīr-ul-Mu’minīn, Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Karena itu, tidak ada sesuatu yang lebih cantik daripada manusia. Al-Manshūr berkata: “Anda benar, dan al-Manshūr mengembalikan perempuan itu kepada suaminya.” (karena dianggap talaknya batal, ed.)

Catatan:

  1. 1072). Tafsīr-ul-Qurthubī (19/110).
  2. 1073). Al-Baḥr-ul-Muḥīth (8/489).
  3. 1074). Tafsīr-ul-Khazīn (4/266).
  4. 1075). Rūḥ-ul- Ma‘ānī (30/173) sedikit ringkas.
  5. 1076). Mukhtasharu Ibni Katsīr (3/654).
  6. 1077). Tafsīr-uth-Thabarī (30/156).
  7. 1078). Tafsīr-ul-Qurthubī (19/115).
  8. 1079). Tafsīr al-Alūsī (30/176).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *