081
SŪRAT-UT-TAKWĪR
Pokok-pokok Kandungan Surat.
Sūrat-ut-Takwīr termasuk surat Makkiyyah yang menitik beratkan dua hal besar; hakikat kiamat dan hakikat wahyu (risalah). Keduanya bagian pokok keimanan.
Surat ini dimulai dengan menjelaskan hari kiamat dan peristiwa yang menyertainya, yaitu perubahan (kerusakan) alam raya; matahari, bintang, gunung, lautan, bumi, langit, binatang ternak, binatang buas, tak ketinggalan manusia. Alam ini terguncang dengan guncangan lama dan menakutkan. Akibatnya, segala yang ada berserakan. Tidak ada sesuatu yang ada, kecuali berubah dan berganti karena prahara yang terjadi pada hari yang mengerikan itu. “Apabila matahari digulung, dan apabila bintang-bintang berjatuhan, dan apabila gunung-gunung dihancurkan, dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan), dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan, dan apabila lautan dipanaskan”.
Kemudian sūrat-ut-Takwīr membahas hakikat wahyu dan karakter Nabi s.a.w. yang menerimanya. Selanjutnya, menjelaskan kaum yang menjadi sasaran wahyu. Turunnya wahyu itu sendiri bertujuan mengalihkan mereka dari kegelapan syirik dan kesesatan menuju cahaya ilmu dan iman. “Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam,. demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing, sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril)”
Surat ini ditutup dengan menjelaskan batalnya (kesalahan) perkataan orang kafir mengenai al-Qur’ān yang mulia. Surat ini menuturkan bahwa al-Qur’ān adalah nasihat dari Allah untuk hamba-hambaNya. “maka ke manakah kamu akan pergi? Al-Qur’ān itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam, (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam”
TAFSĪR SŪRAT-UT-TAKWĪR
Sūrat-ut-Takwīr, Ayat: 1-29.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ. وَ إِذَا النُّجُوْمُ انْكَدَرَتْ. وَ إِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ. وَ إِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ. وَ إِذَا الْوُحُوْشُ حُشِرَتْ. وَ إِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ. وَ إِذَا النُّفُوْسُ زُوِّجَتْ. وَ إِذَا الْمَوْؤُوْدَةُ سُئِلَتْ. بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ. وَ إِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْ. وَ إِذَا السَّمَاءُ كُشِطَتْ. وَ إِذَا الْجَحِيْمُ سُعِّرَتْ. وَ إِذَا الْجَنَّةُ أُزْلِفَتْ. عَلِمَتْ نَفْسٌ مَّا أَحْضَرَتْ. فَلَا أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ. الْجَوَارِ الْكُنَّسِ. وَ اللَّيْلِ إِذَا عَسْعَسَ. وَ الصُّبْحِ إِذَا تَنَفَّسَ. إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُوْلٍ كَرِيْمٍ. ذِيْ قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِيْنٍ. مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِيْنٍ. وَ مَا صَاحِبُكُمْ بِمَجْنُوْنٍ. وَ لَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِيْنِ. وَ مَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِيْنٍ. وَ مَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَجِيْمٍ. فَأَيْنَ تَذْهَبُوْنَ. إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِّلْعَالَمِيْنَ. لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيْمَ. وَ مَا تَشَاؤُوْنَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ.
81: 1. Apabila matahari digulung,
81: 2. dan apabila bintang-bintang berjatuhan,
81: 3. dan apabila gunung-gunung dihancurkan,
81: 4. dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan),
81: 5. dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan,
81: 6. dan apabila lautan dipanaskan,
81: 7. dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh),
81: 8. apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya,
81: 9. karena dosa apakah dia dibunuh,
81: 10. dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka,
81: 11. dan apabila langit dilenyapkan,
81: 12. dan apabila neraka Jahim dinyalakan,
81: 13. dan apabila surga didekatkan,
81: 14. maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya.
81: 15. Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang,
81: 16. yang beredar dan terbenam,
81: 17. demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya,
81: 18. dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing,
81: 19. sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril),
81: 20. yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arasy,
81: 21. yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.
81: 22. Dan temanmu (Muḥammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila.
81: 23. Dan sesungguhnya Muḥammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang.
81: 24. Dan Dia (Muḥammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang gaib.
81: 25. Dan al Qur’ān itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk,
81: 26. maka ke manakah kamu akan pergi?
81: 27. Al-Qur’ān itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam,
81: 28. (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.
81: 29. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
Tinjauan Bahasa
(انْكَدَرَتْ): berterbangan.
(الْعِشَارُ): unta betina bunting melewati sepuluh bulan.
(كُشِطَتْ): dicabut dan dikuliti.
(الْخُنَّسِ): bintang-bintang yang bersinar dan bersembunyi di siang hari.
(الْكُنَّسِ): bintang-bintang yang tenggelam. Makna asalnya, tempat tinggalnya kijang.
(عَسْعَسَ): datang dengan kegelapannya. Al-Khalīl berkata: “ ‘as‘as-al-lail bila malam datang atau pergi. Ia termasuk kata yang mempunyai dua arti berlawanan sekaligus. Penyair berkata:
“Ketika subuh menyingsing untuknya
Dan malamnya telah pergi berpaling. (9371)”
Tafsir Ayat
“Apabila matahari digulung”; ayat-ayat ini adalah menjelaskan prahara dan petaka hari kiamat yang terjadi serta fenomena perubahan dan kehancuran alam semesta. Yakni, ketika matahari dilipat dan cahayanya dihapus, “dan apabila bintang-bintang berjatuhan”; ketika bintang-bintang rontok dan berjatuhan dari garis edarnya. “dan apabila gunung-gunung dihancurkan”; ketika gunung-gunung digeserkan dari tempatnya dan dijalankan di udara sehingga seperti debu berterbangan. Ini senada dengan ayat: “Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu datar.” (al-Kahfi: 48). “dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan)”; ketika unta-unta betina yang bunting dibiarkan begitu saja tanpa penggembala maupun pemiliknya yang kehilangan. Secara khusus unta betina disebutkan, sebab unta betina merupakan harta berharga bagi bangsa ‘Arab, sebagai obyek turunnya al-Qur’ān. “dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan”; ketika binatang buas dikumpulkan dari sarangnya dan lubangnya karena hebatnya guncangan dan ketakutan. “dan apabila lautan dipanaskan”; ketika lautan menyala dan menjadi api yang menyala-nyala, “dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh)”; ketika jiwa dipertemukan dengan jasadnya, yang durhaka pertemukan dengan yang durhaka dan yang shaleh pertemukan dengan yang saleh. Ath-Thabarī berkata: “Lelaki shaleh pertemukan lelaki durhaka di dalam neraka.” (9382) “apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh”; jika anak perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya untuk mempermalukan pembunuhnya, apa dosanya sampai dia dibunuh? Dalam at-Tasḥīl, disebutkan: “Perempuan yang dikubur hidup-hidup adalah anak perempuan yang dikubur oleh bangsa ‘Arab karena membencinya atau karena cemburu kepadanya. Anak itu pada hari kiamat akan ditanya: “Apa dosanya sehingga dia dibunuh? Ini untuk mempermalukan pembunuhnya.” (9393).
“dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka”; ketika dokumen-dokumen amal perbuatan dibentangkan pada saat dihisab. “dan apabila langit dilenyapkan”; ketika langit dihilangkan dan dicabut dari tempatnya, sebagaimana kulit dihilangkan dari kambing, “dan apabila neraka Jaḥīm dinyalakan”; ketika neraka Jahannam dihidupkan untuk musuh-musuh Allah, “dan apabila surga didekatkan”; ketika surga didekatkan kepada orang-orang yang bertakwa, “maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya”; setiap jiwa mengetahui apa yang dia lakukan, baik maupun buruk. Kalimat ini jawab dari kalimat syarat (kalimat yang menggunakan redaksi apabila, jika, dan sejenisnya) di atas. “Apabila matahari digulung”. Yakni jika hal-hal yang mengagumkan dan aneh itu terjadi, maka saat itu tiap jiwa mengetahui apa yang telah dia lakukan, baik yang saleh atau fasik.
Kemudian Allah bersumpah bahwa al-Qur’ān adalah benar dan Muḥammad adalah seorang rasul, dengan berfirman: “Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang”; Aku bersumpah dengan sumpah sungguh-sungguh dengan bintang-bintang yang bersinar, bersembunyi di siang hari dan tampak di malam hari, (9404) “yang beredar dan terbenam”; yang beredar dan berorbit bersama matahari dan bulan, lalu bersembunyi pada saat tenggelamnya, sebagaimana bersembunyi kijang dalam sarangnya. Al-Qurthubī berkata: “Bintang bersembunyi di siang hari dan tampak di malam hari serta tertutup pada saat terbenamnya, sebagaimana kijang tertutup dalam sarang.” (9415) “demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya”; dan Aku bersumpah demi malam ketika datang dengan kegelapannya, sehingga menutupi alam semesta, (9426) “dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing”; dan demi subuh jika terang dan sinarnya tersebar, sampai menjadi siang hari yang jelas, “sesungguhnya al-Qur’ān itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril)”; inilah inti pesan dalam kalimat sumpah. Maksudnya, al-Qur’ān yang mulia ini adalah firman Allah yang diturunkan dengan perantara malaikat Jibril ‘alaih-is-salām yang mulia agung di sisi Allah. Ini senada dengan makna ayat: “Dia dibawa turun oleh ar-Rūḥ-ul-Amīn (Jibril).” (asy-Syu‘arā’: 193). Ulama tafsir berkata: “Yang dimaksudkan dengan utusan mulia adalah Jibril. Al-Qur’ān dinisbatkan kepada Jibril, sebab dialah yang membawanya turun. Pada hakikatnya al-Qur’ān adalah firman Allah. Salah satu dalil bahwa yang dimaksudkan di ayat tersebut adalah Jibril, firman Allah selanjutnya, “yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy”; dia sangat kuat, mempunyai kedudukan yang luhur dan pangkat yang agung di sisi Allah s.w.t. “yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya”; di alam atas sana, Jibril ditaati para malaikat lainnya dan dipercaya membawa wahyu turun kepada para nabi.
“Dan temanmu (Muḥammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila”; Muḥammad yang kalian temani, hai kaum Quraisy, dan kalian tahu kejujurannya dan kecerdasan akalnya, bukanlah orang gila sebagaimana kalian katakan. Al-Khāzin berkata: “Allah bersumpah, bahwa al-Qur’ān diturunkan oleh Jibril dan bahwa Muḥammad tidak gila sebagaimana dikatakan penduduk Makkah. Ayat ini menafikan persangkaan gila terhadap Muḥammad dan bahwa al-Qur’ān dari Muḥammad. (9437) “Dan sesungguhnya Muḥammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang”; Aku bersumpah, bahwa Muḥammad melihat Jibril pada bentuk malaikatnya pada saat dia diciptakan Allah di ufuk yang tinggi dan tampak dari arah timur di mana matahari terbit. Dalam al-Baḥr-ul-Muḥīth, disebutkan, Nabi Muḥammad melihatnya setelah peristiwa di gua Hira’. Nabi s.a.w. melihat Jibril dalam bentuk aslinya di atas kursi di antara langit dan bumi. Ia mempunyai sayap enam ratus dan memenuhi timur dan barat.” (9448) “Dan Dia (Muḥammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang gaib”; Muḥammad tidak bakhil terhadap wahyu dan dalam mengajarkan atau menyampaikannya. Sebaliknya dia menyampaikan risalah Allah dengan penuh amanat dan kejujuran. “Dan al-Qur’ān itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk”; Al-Qur’ān sama sekali bukan ucapan setan yang terkutuk, sebagaimana dikatakan orang-orang kafir.
“maka ke manakah kamu akan pergi?”; jalan manakah yang kalian tempuh dalam mendustakan al-Qur’ān dan menuduhnya sebagai sihir, ramalan dan syair, padahal dalil-dalilnya jelas dan nyata? Ini sama dengan ucapan kepada orang yang meninggalkan jalan lurus dan yang jelas. Lalu ke manakah kamu akan pergi? “Al-Qur’ān itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam”; Al-Qur’ān ini hanyalah nasihat dan pengingat bagi seluruh makhluk, “(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus”; bagi orang di antara kalian yang ingin mengikuti kebenaran dan jalan lurus di atas syariat Allah serta menempuh jalan orang-orang yang berbakti. “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam”; kalian tidak akan mampu melakukan apapun, kecuali dengan taufik dan kasih-sayang Allah. Maka carilah taufik dari Allah menuju jalan terbaik.
Aspek Balaghah
Sūrat-ut-Takwīr tersurat aspek-aspek keindahan bahasa sebagai berikut ini:
Pertama; jinās nāqish (memuat dua kata dalam satu kalimat yang mirip susunan lafazhnya tapi berbeda dalam makna) antara (الْخُنَّسِ) dan (الْكُنَّسِ).
Kedua; isti‘ārah tashrīḥiyah (perumpamaan dengan meminjam istilah yang khusus digunakan oleh hal yang dibuat perumpamakan). (وَ الصُّبْحِ إِذَا تَنَفَّسَ) Datangnya siang dan berkiblatnya sinar diserupakan dengan sepoinya udara yang menghidupkan hati dan kata “menyingsing” disampaikan untuk menunjukkan datangnya siang setelah kegelapan yang pekat. Ini termasuk isti‘ārah yang halus dan sempurna.
Ketiga; kināyah (sindiran) yang lembut (وَ مَا صَاحِبُكُمْ بِمَجْنُوْنٍ). Kata “temanmu” yang dimaksudkan adalah Nabi s.a.w.
Keempat; thibāq (pembandingan) antara (الْجَحِيْمُ) dan (الْجَنَّةُ).
Kelima; jinās ghairu tamm (jinās tidak sempurna) antara (أَمِيْنٍ) dan (مَكِيْنٍ).
Keenam; keserasian akhir-akhir ayat, misalnya: (كُوِّرَتْ، سُيِّرَتْ، سُجِّرَتْ، سُعِّرَتْ.).
Catatan:
- 937). al-Baḥr-ul-Muḥīth (8/430).
- 938). Ini riwayat ath-Thabarī dari ‘Umar bin al-Khaththāb. Pendapat lain, ruh dipertemukan dengan jasad. Pendapat pertama lebih rajih. Wallāhu a‘lam.
- 939). At-Tasḥīl, 4/181.
- 940). Ini pendapat ‘Alī, Ibnu ‘Abbās, Mujāhid dan Ḥasan. Lihat ath-Thabarī, 30/48.
- 941). Tafsīr-ul-Qurthubī (19/235).
- 942). Pendapat ini lebih rajih karena ayat ini dibandingi dengan subuh. Seakan-akan Allah berfirman: Aku bersumpah demi malam ketika datang dengan kegelapan dan demi siang ketika datang dengan terangnya. Pendapat ini dipilih Ibnu Katsīr.
- 943). Tafsīr-ul-Khāzin, 4/215.
- 944). al-Baḥr-ul-Muḥīth (8/434).