Surah at-Takatsur 102 ~ Tafsir Ibni ‘Arabi

Dari Buku:
Isyarat Ilahi
(Tafsir Juz ‘Amma Ibn ‘Arabi)
Oleh: Muhyiddin Ibn ‘Arabi

Penerjemah: Cecep Ramli Bihar Anwar
Penerbit: Iiman
Didistribusikan oleh: Mizan Media Utama (MMU)

التَّكَاثُرُ

AT-TAKĀTSUR

Surah Ke-102; 8 Ayat.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

 

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ.

حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ.

كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُوْنَ.

ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُوْنَ.

102:1. Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,

102:2. Sampai kamu masuk ke dalam kubur.

102:3. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu).

102:4. Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.

Alhākum-ut-takātsur (bermegah-megahan telah melalaikan kamu – ayat 1). Kamu telah dilalaikan oleh kelezatan materi dan khayalan kosong dari kenikmatan dunia yang telah menghijab kamu dan memenjarakan kesempurnaan kamu di dalamnya. Kamu telah menyia-nyiakan berbagai kebaikan kehidupan dunia itu seperti cahaya fitnah, akal dan kelezatan buah pikiran, kesempurnaan maknawi dari kenikmatan yang bersifat ukhrawi. Bermegah-megahan dan bangga-banggaan dengan segala hal yang fanā’ ini, seperti banyak harta, anak, pemuliaan nenek moyang, benar-benar telah menyeretmu sampai kamu tidak merasa cukup dengan semua itu. Dan karena hijab itu semakin tebal, semakin dominannya kelezatan khayalan, semakin merasuknya kekuasaan setan waham (wahm), maka (sekali pun kamu sudah merasa tidak cukup/mentok, tetapi) kamu terus saja berbangga-banggaan dengan hal-hal semu yang usang dan cepat berlalu itu.

Atau ayat di atas bisa pula berarti: Bermegah-megahan telah melalaikan kamu sehingga kamu mati. Kamu habiskan umur dengan sia-sia, dan sepanjang hayatmu engkau tak pernah sadar akan penyebab keselamatanmu.

Kallā saufa ta‘lamūn (Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui [akibat perbuatanmu itu] – ayat 3). Kata “janganlah begitu” (kallā) adalah teguran Allah agar jangan sampai lalai dan peringatan-Nya akan bahaya akibatnya. Mereka akan mengetahui akibatnya ketika tubuh lebur, tersingkapnya selubung alam semesta, ketika ilmu tak lagi bermanfaat bagimu karena telah sirnanya “sebab-sebab yang memungkinkan penyempurnaan-diri oleh kematian.” Adapun dahsyatnya akibat dari kelalaian oleh berbagai kelezatan materi itu adalah bahwa akibat itu akan selalu datang bertubi-tubi, baik oleh perasaan tersiksa oleh bentuk-bentuk akibat itu mau pun oleh neraka tabiat rendah.

Kallā saufa ta‘lamūn (Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui [akibat perbuatanmu itu] – ayat 4). Ayat ini mengulang ancaman di atas.

كَلَّا لَوْ تَعْلَمُوْنَ عِلْمَ الْيَقِيْنِ.

لَتَرَوُنَّ الْجَحِيْمَ.

ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِيْنِ.

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيْمِ

102:5. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,

102:6. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahīm,

102:7. Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ain-ul-yaqīn,

102:8. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

Kallā lau ta‘lamūna ‘ilm-al-yaqīn (Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin – ayat 5) yakni, jika kamu merasakan kelezatan hakiki berupa ilmu-ilmu keyakinan dan pencapaian-pencapaian cahaya yang lebih tinggi dari kelezatan-kelezatan dan khayalan-khayalan semu…. (maka). Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jaḥīm (Latarawunn-al-jaḥīm). Jelasnya, demi Allah, disebabkan oleh keterhijabanmu oleh alam materi ini, maka kamu akan melihat neraka tabiat rendah. (Kemudian) sungguh engkau akan merasakannya sendiri, mengalaminya langsung, bukan sekadar tahu saja.

Tsumma latus’alunna yauma’idzin ‘an-in-na‘īm (Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan [yang kamu megah-megahkan di dunia itu] – ayat: 8). Kenikmatan yang dimaksud bisa kenikmatan duniawi, kelezatan-kelezatannya yang akibatnya adalah siksa sekarang, serta harta berikut akibatnya, atau bisa juga adalah kenikmatan akhirat yang langgeng yang engkau pernah ingkari.

Kalimat “niscaya kamu benar-benar akan melihat jaḥīm” [latarawunn-al-jaḥīm – ayat: 6] (yang merupakan pernyataan Allah yang diperkuat dengan sumpah-Nya [jawab sumpah]), bisa pula merangkap sebagai jawaban sumpah dan syarat bergabung dalam suatu kalimat, maka dengan satu jawaban saja. Jawaban itu secara tersurat khusus untuk sumpah, tapi secara maknawi juga untuk syarat. Sebagai contoh adalah firman-Nya: Dan jika kalian memberi makanan mereka, maka kalian sungguh termasuk orang-orang musyrik. Jelasnya: Demi Allah, seandainya engkau tahu dengan ‘ilm-ul-yaqīn, dan akan melihat neraka Jaḥīm tabiat yang dikhususkan bagi orang-orang terhijab oleh hal-hal rendah seperti bergelimang dalam syahwat, kenikmatan semu, kesempurnaan indera dan tubuh, yang engkau cari sampai membanting tulang, saling bunuh-bunuhan, sampai engkau berhenti sehabisnya (ketika mati).

Selanjutnya, apa yang kamu ketahui secara ilm-ul-yaqīn, tentu kamu akan merasakannya, mengetahui kelezatannya, keabadian dan kebaikannya, kemuliaan dan kecemerlangannya, kelestarian konsekuensi yang kamu rasakan sekarang, kerusakan dan keburukannya, kebinasaan dan bahayanya. Dengan ilm-ul-yaqīn ini kemudian kamu naik mencapai derajat penyaksian, lalu kamu menyaksikan berbagai dasar-dasar hakikat seperti cahaya quddūs dan sifat-sifat Ilahi. Maka dengan cahaya mata, kamu akan menyaksikan hakikat neraka jaḥīm, bahaya kenikmatan dunia ini, konsekuensi-konsekuensinya seperti penyiksaan atas bentuk-bentuk amal, penyiksaan dengan neraka dan jauh dari-Nya.

Tsumma latus’alunna yauma’idzin ‘an-in-na‘īm (kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan [yang kamu megah-megahkan di dunia itu] – ayat: 8). Kenikmatan apakah itu? Apakah kenikmatan akhirat yang engkau rasakan sekarang, ataukah kenikmatan dunia dulu? Bukankah jika engkau tahu dengan ‘ilm-ul-yaqīn, wahai orang-orang yang terhijab oleh berbagai perhiasan dan khurafat itu, kamu akan melihat neraka jaḥīm karena menggebunya rindu dan gejolak cinta? Kemudian dengan rindu itu kamu akan naik mendaki ke derajat ‘ain-ul-yaqīn, penyaksian, lalu kamu lihat hakikat apa cinta yang bergelora secara nyata, kemudian kamu akan ditanya setelah merasakan kenikmatan yang merupakan ḥaqq-ul-yaqīn itu, apakah kenikmatan itu? Jelasnya, tentu kamu akan menemukan rasa-sampai, pengaruh derajat ḥaqq-ul-yaqīn, lalu kamu bisa mengabarkan tentang martabat itu. (Tentang makna ‘ilm-ul-yaqīn, ḥaqq-ul-yaqīn dan ‘ain-ul-yaqīn, lihat catatan kaki no. 2 surah al-Burūj.)

Wallāhu a‘lam.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *