Surah at-Tahrim 66 ~ Tafsir ash-Shabuni (1/3)

Dari Buku: SHAFWATUT TAFASIR
(Tafsir-tafsir Pilihan)
Jilid 5 (al-Fath – an-Nas)
Oleh: Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni
Penerjemah: KH.Yasin
Penerbit: PUSTAKA AL-KAUTSAR.

Rangkaian Pos: Surah at-Tahrim 66 ~ Tafsir ash-Shabuni

066

SŪRAT-AT-TAḤRĪM

Pokok-pokok Kandungan Surat.

Surat-ut-Taḥrīm termasuk surat Madaniyyah yang memperhatikan urusan syarī‘at. Masalah yang diketengahkan dalam surat ini adalah hukum-hukum yang berkenaan dengan rumah tangga kenabian dan para Umm-ul-Mu’minīn yang suci. Hal tersebut bertujuan membentuk rumah muslim yang bahagia.

Pada permulaannya, surat ini berbicara mengenai pengharaman Nabi s.a.w. terhadap hamba sahayanya, Mariyah al-Qibtiyah bagi diri beliau sendiri. Nabi tidak mau bergaul dengan Mariyah demi menyenangkan sebagian istri beliau. Surat ini mengritik beliau dengan halus dan menunjukkan perhatian Allah kepada Nabi-Nya Muḥammad, agar dia tidak menyempitkan terhadap dirinya apa yang diluaskan Allah baginya. “Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu?

Kemudian surat ini membicarakan sisi yang besar dan penting, yaitu membocorkan rahasia yang ada di antara suami dan istri yang mengancam persatuan hubungan pasangan suami istri. Surat ini membuat gambaran yaitu Nabi s.a.w. ketika beliau membisikkan sebuah rahasia kepada Hafshah dan menyuruh Ḥafshah untuk merahasiakannya. Namun Ḥafshah malah membocorkannya kepada ‘Ā’isyah, sampai hal itu tersebar luas dan membuat Nabi murka, bahkan sampai ingin menceraikan para istri. “Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya.”

Surat ini menyerang dengan serangan yang hebat kepada para istri Nabi ketika para istri bersaing dan saling cemburu hanya karena hal yang sepele. Dalam surat ini Allah mengancam akan mengganti mereka dengan istri lain yang lebih baik daripada mereka untuk menolong Nabi s.a.w. “Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat.”

Akhirnya surat ini ditutup dengan membuat dua buah gambaran, satu gambaran untuk istri yang kafir dalam naungan lelaki shalih yang mu’min dan satu gambaran untuk istri mu’min dalam naungan suami fisik yang kafir. Hal itu untuk mengingatkan hamba, bahwa di akhirat tidak ada orang yang bisa menyelamatkan orang lain dan nasab serta hubungan darah tidak ada artinya sama sekali, jika perbuatannya tidak shāliḥ. “Allah membuat istri Nūḥ dan istri Lūth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shāliḥ di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka). Dan Allah membuat istri Fir‘aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga.” Ini merupakan penutupan yang indah dan sangat sesuai dengan suasana surat dan intinya, yaitu memantapkan tiang-tiang Islam dan keimanan.

 

TAFSIR SURAT AT-TAḤRĪM

Sūrat-ut-Taḥrīm, Ayat: 1-12

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللهُ لَكَ، تَبْتَغِيْ مَرْضَاتِ أَزْوَاجِكَ، وَ اللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ. قَدْ فَرَضَ اللهُ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ، وَ اللهُ مَوْلَاكُمْ، وَ هُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ. وَ إِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيْثًا، فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَ أَظْهَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَ أَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ، فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هذَا، قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ. إِنْ تَتُوْبَا إِلَى اللهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُمَا، وَ إِنْ تَظَاهَرَ عَلَيْهِ فَإِنَّ اللهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَ جِبْرِيْلُ وَ صَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَ الْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذلِكَ ظَهِيْرٌ. عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَ أَبْكَارًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَ أَهْلِيْكُمْ نَارًا وَ قُوْدُهَا النَّاسُ وَ الْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَ يَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ، إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا تُوْبُوْا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوْحًا، عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَ يُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ، يَوْمَ لَا يُخْزِي اللهُ النَّبِيَّ وَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مَعَهُ، نُوْرُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَ بِأَيْمَانِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَ اغْفِرْ لَنَا، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَ الْمُنَافِقِيْنَ وَ اغْلُظْ عَلَيْهِمْ، وَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ، وَ بِئْسَ الْمَصِيْرُ. ضَرَبَ اللهُ مَثَلًا لِلَّذِيْنَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوْحٍ وَ امْرَأَتَ لُوْطٍ، كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللهِ شَيْئًا وَ قِيْلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِيْنَ. وَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلًا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ. إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَ نَجِّنِيْ مِنْ فِرْعَوْنَ وَ عَمَلِهِ وَ نَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ. وَ مَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِيْ أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيْهِ مِنْ رُوْحِنَا وَ صَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَ كُتُبِهِ وَ كَانَتْ مِنَ الْقَانِتِيْنَ.

66: 1. Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
66: 2. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahanmu; dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
66: 3. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Ḥafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Ḥafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada ‘Ā’isyah) dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Ḥafshah dengan ‘Ā’isyah) kepada Muḥammad lalu Muḥammad memberitahukan sebagian (yang diberitahukan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Ḥafshah). Maka tatkala (Muḥammad) memberitahukan pembicaraan (antara Ḥafshah dan ‘Ā’isyah) lalu Ḥafshah bertanya: “Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?’ Nabi menjawab: “Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
66: 4. Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibrīl dan orang-orang mu’min yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.
66: 5. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ‘ibādah, yang berpuasa, yang berhijrah, yang janda dan yang perawan.
66: 6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
66: 7. Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan ‘udzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan.
66: 8. Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
66: 9. Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munāfiq dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahannam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.
66: 10. Allah membuat istri Nūḥ dan istri Lūth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shāliḥ di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).
66: 11. Dan Allah membuat istri Fir‘aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhālim,”
66: 12. dan Maryam putri ‘Imrān yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari rūḥ (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitāb-kitābNya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.

Tinjauan Bahasa.

(تَحِلَّةَ): menguraikan sumpah dengan kifarat.

(صَغَتْ): menyeleweng dari kebenaran.

(قَانِتَاتٍ): taat, selalu taat disertai tunduk.

(نَصُوْحًا): ikhlas dan jujur, yaitu tidak akan mengulangi dosa lagi. Disebut taubat nashūḥa, sebab tulus dan jujur. (6381).

(اغْلُظْ): berat dan sulit.

(أَحْصَنَتْ): terhormat dan menjaga dirinya sendiri dari melakukan dosa yang keji.

Asbāb-un-Nuzūl.

  1. – Diriwayatkan bahwa Nabi s.a.w. menggilir para istri. Ketika tiba giliran Ḥafshah, maka dia meminta idzin berkunjung kepada kedua orang tuanya dan Nabi memberi idzin. Ketika Ḥafshah keluar, Nabi memanggil seorang budak perempuan beliau bernama Mariyah al-Qibtiyah dan berbincang-bincang dengannya di kamar Ḥafshah. Ketika Ḥafshah kembali, dia melihat Mariyah di kamarnya dan sangat cemburu serta berkata: “Anda memasukkan dia ke kamarku ketika kami pergi dan bergaul dengannya di atas ranjangku? Kami hanya melihatmu berbuat demikian karena hinaku di matamu.” Nabi s.a.w. bersabda untuk menyenangkan hati Ḥafshah: “Sesungguhnya aku mengharamkannya atasku dan jangan seorang pun kamu beritahu hal itu.” Namun ketika Nabi s.a.w. keluar dari sisinya, Ḥafshah mengetuk tembok pemisah antara dia dan ‘Ā’isyah, teman dekatnya dan memberitahukan rahasia tersebut. Maka Nabi marah dan bersumpah bahwa beliau tidak akan mengunjungi para istri selama sebulan. Maka Allah menurunkan ayat: “Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu…..” (6392).

b. – Diriwayatkan bahwa Nabi s.a.w. mengunjungi istri beliau Zainab r.a., lalu meminum madu. Kemudian ‘Ā’isyah dan Ḥafshah sepakat untuk berkata ketika didekati Nabi, “Anda telah memakan maghāfir (makanan manis yang baunya tidak sedap)”. Ketika Nabi melewati Ḥafshah, maka Ḥafshah mengatakan tersebut kepada beliau. Lalu, beliau mengunjungi ‘Ā’isyah dan ‘Ā’isyah juga berkata demikian. Nabi memang tidak suka berbau tidak sedap. Maka beliau bersabda: “Tidak, namun kami meminum madu di dekat Zainab dan kami tidak akan mengulanginya.” Beliau bersumpah. Maka turunlah ayat: “Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu….” (6403).

Catatan:

  1. 638). Tafsīr-ul-Qurthubī, 18/199.
  2. 639). Tafsīr-uth-Thabarī, 28/101, dan ash-Shāwī, 4/219.
  3. 640). Riwayat pertama lebih masyhur di kalangan ‘ulamā’ tafsir mengenai asbāb-un-nuzūl-nya ayat ini, yaitu bahwa Nabi mengharamkan Mariyah bagi diri beliau sendiri. Dāruquthnī meriwayatkannya dari Ibnu ‘Abbās. Riwayat kedua disebutkan dalam Dua Shaḥīḥ (Bukhārī dan Muslim) lebih luas daripada di atas dan sanadnya lebih shaḥīḥ daripada sanad riwayat pertama. Termasuk hal yang me-rājiḥ-kan riwayat pertama adalah bahwa mengharamkan sebagian istri termasuk hal yang digunakan untuk menyenangkan sebagian istri, bukan meminum madu. Kedua, isi surat ini adalah memperingatkan para istri Nabi bahwa mereka akan diceraikan dan diganti dengan istri yang lebih baik. Hal ini menunjukkan, bahwa terjadi persaingan di antara mereka dan sebagian dari mereka cemburu kepada yang lain, sehingga menyakiti Nabi s.a.w. Sampai beliau mengharamkan sebagian hamba sahaya demi menyenangkan hati mereka dan memerintah sebagian istri untuk menyimpan rahasia. Ibnu Katsīr berkata: “Masih perlu dipertimbangkan, bahwa masalah meminum madu menjadi asbāb-un-nuzūl.” Wallāhu a‘lam.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *