Surah at-Tahrim 66 ~ Tafsir al-Jalalain

Dari Buku:
Tafsir Jalalain.
(Jilid 4. Dari Sūrat-uz-Zumar sampai Sūrat-un-Nās)
Oleh: Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

Rangkaian Pos: Surah at-Tahrim 66 ~ Tafsir al-Jalalain

066

SŪRAT-UT-TAḤRĪM

Makkiyyah, 12 ayat
Turun sesudah Sūrat-ul-Ḥujurāt

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللهُ لَكَ، تَبْتَغِيْ مَرْضَاتِ أَزْوَاجِكَ، وَ اللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ.

  1. (يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللهُ لَكَ،) “Hai nabi! Mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu” mengenai istri budak wanitamu, ya‘ni Mariyah Qibtiah; yaitu sewaktu Nabi s.a.w. menggaulinya di rumah Ḥafshah, sedangkan pada waktu itu Siti Ḥafshah sedang tidak ada di rumah. Lalu datanglah Siti Ḥafshah, dan ia merasa keberatan dengan adanya hal tersebut yang dilakukan oleh Nabi s.a.w. di dalam rumahnya dan di tempat tidurnya. Lalu kamu mengatakan, dia (Siti Mariyah) haram atas diriku (تَبْتَغِيْ) “kamu mencari” dengan mengharamkannya atas dirimu (مَرْضَاتِ أَزْوَاجِكَ،) “keridaan istri-istrimu” kerelaan mereka terhadap dirimu. (وَ اللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ.) “Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” Dia telah mengampunimu atas tindakan pengharamanmu itu.

قَدْ فَرَضَ اللهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ، وَ اللهُ مَوْلَاكُمْ، وَ هُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ.

  1. (قَدْ فَرَضَ اللهُ) “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan” telah mensyariatkan (لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ،) “kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpah kalian” artinya kalian melepaskan diri dari sumpah yang telah kalian katakan dengan cara membayar kifarat sebagaimana yang telah disebutkan di dalam surat al-Mā’idah. Dan termasuk di antara sumpah-sumpah itu ialah mengharamkan budak wanita. Apakah Nabi s.a.w. membayar kifarat? Muqātil mengatakan, bahwa Nabi s.a.w. telah memerdekakan seorang budak sebagai kifaratnya yang telah mengharamkan Siti Mariyah atas dirinya. Akan tetapi Ḥasan mengatakan, bahwa Nabi s.a.w. tidak membayar kifarat, karena sesungguhnya ia telah mendapat ampunan dari Allah (وَ اللهُ مَوْلَاكُمْ،) “dan Allah adalah Pelindung kalian” yang menolong kalian (وَ هُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ.) “dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

وَ إِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيْثًا، فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَ أَظْهَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَ أَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ، فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هذَا، قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ.

  1. (وَ) “Dan” ingatlah (إِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ) “ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya” yakni kepada Siti Ḥafshah (حَدِيْثًا،) “suatu pembicaraan” tentang mengharamkan Siti Mariyah atas dirinya, kemudian Nabi s.a.w. berkata kepada Siti Ḥafshah: “Jangan sekali-kali kamu membuka rahasia ini.” (فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ) “Maka tatkala menceritakan peristiwa itu” kepada Siti ‘Ā’isyah, ia menduga bahwa hal ini tidak dosa (وَ أَظْهَرَهُ اللهُ) “dan Allah memberitahukan hal itu” Dia membukanya (عَلَيْهِ) “kepadanya” ya‘ni kepada Nabi Muḥammad tentang pembicaraan Siti Ḥafshah kepada Siti ‘Ā’isyah itu (عَرَّفَ بَعْضَهُ) “lalu dia memberitahukan sebagiannya” kepada Siti Ḥafshah (وَ أَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ،) “dan menyembunyikan sebagian yang lain” sebagai kemurahan dari dirinya terhadap dia. (فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هذَا، قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيْمُ الْخَبِيْرُ.) “Maka tatkala dia, Muḥammad, memberitahukan pembicaraan itu, lalu Ḥafshah bertanya: Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab: Telah diberitahukan kepadaku oleh Yang Maha Mengetahui lagi Maha Waspada” ya‘ni Allah s.w.t.

إِنْ تَتُوْبَا إِلَى اللهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُمَا، وَ إِنْ تَظَاهَرَ عَلَيْهِ فَإِنَّ اللهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَ جِبْرِيْلُ وَ صَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَ الْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذلِكَ ظَهِيْرٌ.

  1. (إِنْ تَتُوْبَا) “Jika kamu berdua bertobat” ya‘ni Siti Ḥafshah dan Siti ‘Ā’isyah (إِلَى اللهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُمَا،) “kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong” cenderung untuk diharamkannya Siti Mariyah, artinya, kamu berdua merahasiakan hal tersebut dalam hati kamu, padahal Nabi s.a.w. tidak menyukai hal tersebut, dan hal ini adalah suatu perbuatan yang berdosa. Jawāb Syarat dari kalimat ini tidak disebutkan, ya‘ni jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka tobat kamu diterima. Diungkapkan dengan memakai lafal qulūbun dalam bentuk jama‘ sebagai pengganti dari lafal qalbainī, hal ini tiada lain karena dirasakan amat berat mengucapkan dua isim tatsniah yang digabungkan dalam satu lafal (وَ إِنْ تَظَاهَرَ) “dan jika kamu berdua saling bantu-membantu” lafal tazhāharā artinya bantu-membantu. Menurut qirā’at yang lain dibaca tazhzhaharā bentuk asalnya adalah Tatazhāharā, kemudian huruf tā’ yang kedua di-idgām-kan ke dalam huruf zhā’ sehingga jadilah tazhzhāharā (عَلَيْهِ) “terhadapnya” terhadap Nabi s.a.w. dalam melakukan hal-hal yang tidak disukainya, ya‘ni membuat susah Nabi s.a.w. (فَإِنَّ اللهَ هُوَ) “maka sesungguhnya Allah adalah” lafal huwa ini merupakan dhamīr fashl (مَوْلَاهُ) “Pelindungnya” maksudnya, yang menolongnya (وَ جِبْرِيْلُ وَ صَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَ،) “dan begitu pula Jibrīl dan orang-orang mu’min yang shāliḥ” seperti Abū Bakar dan ‘Umar r.a. Lafal ini di-‘athaf-kan secara maḥall kepada isim-nya inna, ya‘ni begitu pula mereka akan menjadi penolongnya (وَ الْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذلِكَ) “dan selain dari itu malaikat-malaikat” yaitu sesudah pertolongan Allah dan orang-orang yang telah disebutkan tadi (ظَهِيْرٌ.) “adalah penolongnya pula” maksudnya mereka semua menjadi penolong Nabi terhadap kamu berdua.

عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَ أَبْكَارًا.

  1. (عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ) “Jika Nabi menceraikan kalian, boleh jadi Rabbnya” maksudnya, jika nabi menceraikan istri-istrinya (أَنْ يُبْدِلَهُ) “akan memberi ganti kepadanya” dapat dibaca yubdilahu dan yubaddilahu (أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ) “dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian” lafal azwājan ini menjadi khabar dari lafal ‘asā sedangkan jumlah an yubdilahu dan seterusnya menjadi jawāb syarath. Di sini tidak ada badal karena apa yang disebutkan pada syarat tidak terjadi, ya‘ni perceraian itu tidak pernah terjadi (مُسْلِمَاتٍ) “yang patuh” artinya mengakui Islam (مُؤْمِنَاتٍ) “yang beriman” ya‘ni ikhlas hatinya kepada Islam (قَانِتَاتٍ) “yang taat” mereka taat (تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحاتٍ) “yang bertobat, rajin beribadat, rajin berpuasa” ya‘ni gemar melakukan puasa atau yang berhijrah (ثَيِّبَاتٍ وَ أَبْكَارًا.) “yang janda dan yang perawan

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَ أَهْلِيْكُمْ نَارًا وَ قُوْدُهَا النَّاسُ وَ الْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَ يَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ.

  1. (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَ أَهْلِيْكُمْ) “Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri kalian dan keluarga kalian” dengan mengarahkan mereka kepada jalan ketaatan kepada Allah (نَارًا وَ قُوْدُهَا النَّاسُ) “dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia” orang-orang kafir (وَ الْحِجَارَةُ) “dan batu” seperti berhala-berhala yang mereka sembah adalah sebagian dari bahan bakar neraka itu. Atau dengan kata lain api neraka itu sangat panas, sehingga hal-hal tersebut dapat terbakar. Berbeda halnya dengan api di dunia, karena api di dunia dinyalakan dengan kayu dan lain-lainnya (عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ) “penjaganya malaikat-malaikat” ya‘ni, juru kunci neraka itu adalah malaikat-malaikat yang jumlahnya ada sembilan belas malaikat, sebagaimana yang akan diterangkan nanti dalam surat al-Muddatstsir (غِلَاظٌ) “yang kasar” lafal ghilāzhun ini diambil dari asal kata ghilazhul qalbi, ya‘ni kasar hatinya (شِدَادٌ) “yang keras” sangat keras hantamannya (لَا يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ) “mereka tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang telah diperintahkan-Nya kepada mereka” lafal mā amarahum berkedudukan sebagai badal dari lafal Allah. Atau dengan kata lain, malaikat-malaikat penjaga neraka itu tidak pernah mendurhakai perintah Allah (وَ يَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ.) “dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” lafaz ayat ini berkedudukan menjadi badal dari lafal yang sebelumnya. Dalam ayat ini terkandung ancaman bagi orang-orang mu’min supaya jangan murtad; dan juga ayat ini merupakan ancaman pula bagi orang-orang munāfiq yaitu, mereka yang mengaku beriman dengan lisannya tetapi hati mereka masih tetap kafir.

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ، إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ.

  1. (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ،) “Hai orang-orang kafir, janganlah kalian mengemukakan ‘udzur pada hari ini” ucapan ini dikatakan kepada mereka sewaktu mereka dimasukkan ke dalam neraka; dikatakan demikian karena ‘udzur atau alasan itu tiada gunanya. (إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ.) “Sesungguhnya kalian hanya diberi balasan menurut apa yang kalian kerjakan” sebagai balasannya.

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا تُوْبُوْا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوْحًا، عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَ يُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ، يَوْمَ لَا يُخْزِي اللهُ النَّبِيَّ وَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مَعَهُ، نُوْرُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَ بِأَيْمَانِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَ اغْفِرْ لَنَا، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.

  1. (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا تُوْبُوْا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوْحًا،) “Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurnimurninya” dapat dibaca nashūḥā dan nushūḥā, artinya tobat yang sebenar-benarnya, bertobat tidak akan mengulangi dosa lagi, dan menyesali apa yang telah dikerjakannya (عَسَى رَبُّكُمْ) “mudah-mudahan Rabb kalian” lafal ‘asā ini mengandung ma‘na tarajjī, ya‘ni sesuatu yang dapat diharapkan akan terjadi (أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَ يُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ) “akan menutupi kesalahan-kesalahan kalian, dan memasukkan kalian ke dalam surga-surga” ya‘ni taman-taman surga (تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ، يَوْمَ لَا يُخْزِي اللهُ) “yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan” Allah tidak akan memasukkan ke dalam neraka (النَّبِيَّ وَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مَعَهُ، نُوْرُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ) “Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dia; sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan mereka” maksudnya, di depan mereka terang benderang oleh cahayanya (وَ) “dan” cahaya itu pun memancar pula (بِأَيْمَانِهِمْ يَقُوْلُوْنَ) “di sebelah kanan mereka. Mereka berkata” lafal yaqūlūna merupakan jumlah isti’nāf atau kalimat baru: (رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا) “Ya Rabb kami! Sempurnakanlah bagi kami cahaya kami” hingga sampai ke surga, sedangkan orang-orang munāfiq cahaya mereka padam (وَ اغْفِرْ لَنَا،) “dan ampunilah kami” wahai Rabb kami (إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.) “sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَ الْمُنَافِقِيْنَ وَ اغْلُظْ عَلَيْهِمْ، وَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ، وَ بِئْسَ الْمَصِيْرُ.

  1. (يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ) “Hai Nabi! Perangilah orang-orang kafir” dengan memakai senjata (وَ الْمُنَافِقِيْنَ) “dan orang-orang munāfiq” dengan memakai lisan dan ḥujjah (وَ اغْلُظْ عَلَيْهِمْ،) “dan bersikap keraslah terhadap mereka” dengan berbicara keras dan membenci mereka. (وَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ، وَ بِئْسَ الْمَصِيْرُ.) “Tempat mereka adalah neraka Jahannam, dan seburuk-buruk tempat kembali itu” adalah neraka Jahannam.

ضَرَبَ اللهُ مَثَلًا لِلَّذِيْنَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوْحٍ وَ امْرَأَتَ لُوْطٍ، كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللهِ شَيْئًا وَ قِيْلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِيْنَ.

  1. (ضَرَبَ اللهُ مَثَلًا لِلَّذِيْنَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوْحٍ وَ امْرَأَتَ لُوْطٍ، كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا) “Allah membuat istri Nūḥ dan istri Lūth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya” dalam masalah agama, karena ternyata keduanya kafir dan adalah istri Nabi Nūḥ yang dikenal dengan nama Waḥīlah telah berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Nūḥ ini adalah orang gila.” Sedangkan istri Nabi Lūth yang dikenal dengan nama Wā’ilah, memberikan petunjuk kepada kaumnya tentang tamu-tamunya, yaitu bahwa jika tamu-tamu itu tinggal di rumahnya, maka ia akan memberi tanda kepada mereka dengan api di waktu malam dan kalau siang hari dengan memakai asap (فَلَمْ يُغْنِيَا) “maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu” yaitu Nabi Nūḥ dan Nabi Lūth tidak bisa menolong (عَنْهُمَا مِنَ اللهِ) “mereka berdua dari Allah” dari ‘adzāb-Nya (شَيْئًا وَ قِيْلَ) “barang sedikit pun; dan dikatakan” kepada kedua istri itu (ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِيْنَ.) “Masuklah kamu berdua ke dalam neraka bersama orang-orang yang memasukinya” yaitu bersama orang-orang kafir dari kalangan kaum Nabi Nūḥ dan kaum Nabi Lūth.

ضَرَبَ اللهُ مَثَلًا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ. إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَ نَجِّنِيْ مِنْ فِرْعَوْنَ وَ عَمَلِهِ وَ نَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ.

  1. (ضَرَبَ اللهُ مَثَلًا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ.) “Dan Allah membuat istri Fir‘aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman” istri Fir‘aun itu beriman kepada Nabi Mūsā, ia bernama Āsiah. Lalu Fir‘aun menyiksanya dengan cara mengikat kedua tangan dan kedua kakinya, lalu di dadanya diletakkan kincir yang besar, kemudian dihadapkan kepada sinar matahari yang terik. Bilamana orang yang diperintahkan oleh Fir‘aun untuk menjaganya pergi maka, malaikat menaunginya dari sengatan sinar matahari (إِذْ قَالَتْ) “ketika ia berkata” sewaktu dalam keadaan disiksa (رَبِّ ابْنِ لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ) “Ya Rabbku! Bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga” maka Allah menampakkan rumahnya yang di surga itu, hingga ia dapat melihatnya, maka siksaan yang dialaminya itu terasa ringan baginya setelah melihat pahalanya (وَ نَجِّنِيْ مِنْ فِرْعَوْنَ وَ عَمَلِهِ) “dan selamatkanlah aku dari Fir‘aun dan perbuatannya” dari siksaannya terhadap diriku (وَ نَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ.) “dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhālim.” Ya‘ni pemeluk agama Fir‘aun. Setelah itu lalu Allah mencabut rūḥnya. Menurut Ibnu Kaisān, bahwa Siti Āsiah diangkat ke surga dalam keadaan hidup, dan ia makan dan minum di dalam surga.

وَ مَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِيْ أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيْهِ مِنْ رُوْحِنَا وَ صَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَ كُتُبِهِ وَ كَانَتْ مِنَ الْقَانِتِيْنَ.

012. (وَ مَرْيَمَ) “Dan Maryam” lafal ini di-‘athaf-kan kepada lafaz imra’atu fir‘auna (ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِيْ أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا) “putri ‘Imrān yang memelihara kehormatannya” menjaga kehormatannya (فَنَفَخْنَا فِيْهِ مِنْ رُوْحِنَا) “maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari rūḥ Kami” ya‘ni malaikat Jibrīl, ia meniupkan ke dalam kerah bajunya rūḥ ciptaan Allah berdasarkan perintah dari Allah, hingga tiupan itu masuk ke dalam kemaluannya, lalu setelah itu Maryam mengandung ‘Īsā (وَ صَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا) “dan dia membenarkan kalimat-kalimat Rabbnya” ya‘ni syarī‘at-syarī‘at-Nya (وَ كُتُبِهِ) “dan Kitāb-kitābNya” yang telah diturunkan (وَ كَانَتْ مِنَ الْقَانِتِيْنَ.) “dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat” termasuk golongan orang-orang yang taat kepada Allah.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *