Surah asy-Syams 91 ~ Tafsir ash-Shabuni

Dari Buku: SHAFWATUT TAFASIR
(Tafsir-tafsir Pilihan)
Jilid 5 (al-Fath – an-Nas)
Oleh: Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni
Penerjemah: KH.Yasin
Penerbit: PUSTAKA AL-KAUTSAR.

091

SŪRAT-USY-SYAMS.

Pokok-pokok Kandungan Surat.

Sūrat-usy-Syams merupakan surat Makkiyyah. Ia membahas dua hal mendasar:

  1. Masalah jiwa manusia dan tabiat yang diberikan Allah kepadanya: tabiat baik dan buruk, jiwa yang mendapat petunjuk dan tersesat.
  2. Masalah kedurhakaan yang dicontohkan pada kaum Tsamūd yang menyembelih unta betina yang merupakan mu‘jizat. Akibatnya, Allah membinasakan dan menghancurkan mereka.

Surat ini dimulai dengan sumpah demi tujuh makhluk. Allah bersumpah dengan matahari dan cahayanya yang benderang, dengan bulan ketika terbit sesudah matahari terbenam, dengan siang hari ketika mengusir gelapnya malam dengan cahayanya, dengan malam ketika menutupi alam semesta dengan gelapnya, dengan Maha Kuasa yang mengukuhkan bangunan langit tanpa tiang, dengan bumi yang Dia bentangkan di atas air yang beku, dengan jiwa manusia yang disempurnakan dan dihiasi Allah dengan banyak kelebihan. Allah bersumpah demi hal-hal tersebut untuk menegaskan bahwa manusia akan sukses jika bertaqwa kepada Allah dan manusia akan celaka dan merugi jika durhaka dan menentang.

Kemudian Allah menuturkan kisah kaum Tsamūd, kaum Shāliḥ a.s. ketika mereka mendustakan rasul mereka, durhaka, sewenang-wenang di muka bumi dan menyembelih unta betina yang diciptakan Allah dari batu besar sebagai mu‘jizat untuk Nabi Shāliḥ a.s. Juga menuturkan kehancuran mereka yang mengerikan dan menjadi pelajaran berharga bagi orang yang mau mengambil pelajaran. Ini adalah contoh bagi setiap orang yang kafir, durhaka dan mendustakan utusan Allah.

Sūrat-asy-Syams ditutup dengan penjelasan bahwa Allah tidak takut akan akibat kehancuran dan kebinasaan mereka, sebab Allah tidak ditanya mengenai apa yang Dia perbuat. Merekalah yang ditanya.

 

TAFSĪR SŪRAT-USY-SYAMS

Sūrat-usy-Syams: Ayat: 1-15.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.

وَ الشَّمْسِ وَ ضُحَاهَا. وَ الْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا. وَ النَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا. وَ اللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا. وَ السَّمَاءِ وَ مَا بَنَاهَا. وَ الْأَرْضِ وَ مَا طَحَاهَا. وَ نَفْسٍ وَ مَا سَوَّاهَا. فَأَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَ تَقْوَاهَا. قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا. وَ قَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا. كَذَّبَتْ ثَمُوْدُ بِطَغْوَاهَا. إِذِ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا. فَقَالَ لَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ نَاقَةَ اللهِ وَ سُقْيَاهَا. فَكَذَّبُوْهُ فَعَقَرُوْهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ فَسَوَّاهَا. وَ لَا يَخَافُ عُقْبَاهَا

091:1. Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,
091:2. dan bulan apabila mengiringinya,
091:3. dan siang apabila menampakkannya,
091:4. dan malam apabila menutupinya,
091:5. dan langit serta pembinaannya,
091:6. dan bumi serta penghamparannya,
091:7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
091:8. maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan,
091:9. sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu,
091:10. dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
091:11. (Kaum) Tsamūd telah mendustakan (rasulnya) karena mereka melampaui batas,
091:12. ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka,
091:13. lalu Rasul Allah (Shālih) berkata kepada mereka: (“Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya”.
091:14. Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu, maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyama-ratakan mereka (dengan tanah).
091:15. dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu.

Tinjauan Bahasa:

(ضُحَاهَا): cahaya matahari. Dhuḥā adalah waktu naiknya matahari pada permulaan siang. Al-Mubarrid berkata: “Dhuḥā adalah cahaya matahari. (10431).

(طَحَاهَا): membentangkan dan memanjangkannya. Al-Jauharī berkata: “Maknanya, membentangkannya.” (10442)

(دَسَّاهَا): menyembunyikan.

(فَدَمْدَمَ): menutupkan sesuatu atas sesuatu. Yang dimaksudkan di sini adalah menutupkan siksa mereka dengan arti membinasakan mereka sampai akar-akarnya.

(عُقْبَاهَا): akibat dan konsekwensinya.

Tafsir Ayat:

Demi matahari dan cahayanya di pagi hari”; Allah bersumpah demi matahari dan cahayanya yang terang menyinari alam semesta dan menutupi kegelapan. “dan bulan apabila mengiringinya”; Allah bersumpah dengan bulan jika bersinar terang dan terbit setelah terbenamnya matahari. Ulama tafsir berkata: “Ini terjadi pada pertengahan pertama setiap bulan. Jika matahari terbenam, maka bulan mengganti matahari dalam menyinari. Hikmah dari sumpah dengan matahari, bahwa alam semesta bagaikan orang mati ketika matahari terbenam. Jika subuh tiba dan matahari terbit, maka kehidupan menerpa mereka dan yang kematian menjadi kehidupan. Maka mereka tersebar mencari pekerjaan pada saat hari terang. Ini menyerupai keadaan hari kiamat dan waktu dhuha menyerupai tinggalnya ahli surga di dalam surga. Matahari dan rembulan diciptakan untuk kemaslahatan umat manusia dan bersumpah demi keduanya untuk mengingatkan mereka akan manfaat-manfaat besar yang ada pada keduanya.” (10453).

dan siang apabila menampakkannya”; Allah bersumpah demi siang hari jika ia menghapus kegelapan dengan terangnya. Ibnu Katsīr berkata: “Yakni jika ia menyinari alam semesta dengan cahayanya.” (10464) “dan malam apabila menutupinya”; Allah bersumpah demi waktu malam jika menutupi alam semesta dengan kegelapannya. Siang menampakkan bumi yang ramai, sedangkan malam menutupinya. Ash-Shāwī berkata: “Dalam ayat ini Allah menggunakan fi‘il mudhāri‘ (kata kerja bentuk lampau), bukan fi‘il mādhī, agar akhir-akhir ayat sesuai dan serasi. (10475) “dan langit serta pembinaannya”; Allah bersumpah demi Dzat-Nya sendiri Yang Maha Kuasa yang membangun langit dan mengokohkan bangunannya tanpa tiang. Ulama tafsir berkata: “(مَا) (apa) di sini artinya (مَنْ) (siapa) yakni demi langit dan Dia yang membangunnya. Maksudnya, Allah Tuhan semesta alam. Buktinya adalah ayat setelahnya: “maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.” Seolah Allah berfirman: “Demi Tuhan Maha Kuasa yang membangun langit. Pembangunan langit menunjukkan, bahwa Allah itu eksis dan kekuasaan-Nya sempurna.”

dan bumi serta penghamparannya”; Allah bersumpah demi bumi dan Dia yang menghamparkannya dari segala penjuru, menjadikannya membentang, layak untuk dihuni bangsa manusia dan bangsa hewan. Hal ini tidak bertentangan dengan teori bulatnya bumi sebagaimana dikatakan ulama tafsir. Sebab, tujuan ayat ini ingin mengingatkan nikmat-nikmat Allah berupa pembentangan, luas, dan kemudahan bumi untuk ditanami dan dihuni umat manusia.” (10486) “dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)”; Allah bersumpah demi jiwa manusia dan Dia yang menciptakannya serta menjadikannya sempurna dengan menyeimbangkan organ badannya dan kekuatan lahir batinnya. Termasuk keseimbangan manusia adalah Allah memberinya akal pikiran untuk membedakan antara baik dan buruk, taqwa dan durhaka. Itulah sebabnya Allah berfirman: “maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.” Allah memberikan penjelasan tentang kedurhakaan dan taqwa kepada manusia serta akal untuk membedakan antara keduanya. Ibnu ‘Abbās berkata: “Maknanya, Allah menjelaskan kepadanya kebaikan dan keburukan, ketaatan dan kedurhakaan.” Ulama tafsir berkata: “Allah bersumpah demi tujuh hal, yaitu matahari, bulan, malam, siang, langit dan bumi, dan jiwa manusia untuk menampakkan kebesaran kekuasaan-Nya dan bahwa Dia-lah Tuhan satu-satunya. Juga untuk menjelaskan banyaknya kemaslahatan dan manfaat benda-benda tersebut. Selain itu juga menegaskan bahwa benda-benda itu pasti ada Penciptanya dan Pengatur gerak dan diamnya. Imam ar-Rāzī berkata: “Karena matahari adalah benda terlihat yang terbesar, maka Allah menyebutnya beserta keempat sifatnya yang menunjukkannya. Kemudian Allah menyebutkan Dzat-Nya sendiri dan ketiga sifat-Nya agar akal manusia mengerti keagungan-Nya sesuai dengan keagungan-Nya. Maka hal tersebut menjadi jalan untuk menarik akal dari alam indera menuju alam kebesaran Allah.” (10497).

Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu”; inilah pesan inti dari kalimat sumpah; yakni sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya dengan taat kepada Allah dan membersihkan jiwanya dari kotoran maksiat dan dosa. “dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”; dan sungguh merugi orang yang menghinakan jiwanya dengan kafir dan maksiat serta menjerumuskannya kepada kehancuran. Sebab, barang siapa menuruti kesenangannya dan mendurhakai perintah Tuhannya, maka dia tidak termasuk orang yang pandai dan dia tergabung dalam golongan orang-orang bodoh dan yang pandir.

Kemudian Allah membuat gambaran bagi orang yang durhaka, sewenang-wenang dan tidak mensucikan dirinya dari kejinya kekafiran dan kedurhakaan. Allah menyebutkan kaum Tsamūd, kaum nabi Shāliḥ yang durhaka. “(Kaum) Tsamūd telah mendustakan (rasulnya) karena mereka melampaui batas”; Tsamūd mendustakan nabi mereka, yaitu Shāliḥ karena mereka melampaui batas. “ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka”; yakni saat bangkit orang yang paling celaka di antara kaum Tsamūd dengan tangkas dan semangat untuk menyembelih unta betina yang merupakan bukti kenabian Shāliḥ. Ibnu Katsīr berkata: “Dia bernama Qudar bin Salaf yang dijelaskan Allah, “Maka mereka memanggil kawannya, lalu kawannya menangkap (unta itu) dan membunuhnya.” (al-Qamar: 54) Qudar seorang pembesar yang disegani di kaumnya, namun dia paling celaka dari mereka.” (10508) “lalu Rasul Allah (Shalih) berkata kepada mereka”; Nabi Shāliḥ a.s. berkata kepada mereka: “(Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya”; takutlah kalian kepada unta Allah untuk berbuat jahat kepadanya dan jangan sampai kalian menghalangi ia minum air yang merupakan jatahnya. Sebagaimana difirmankan Allah: “Ia mempunyai giliran untuk mendapatkan air, dan kamu mempunyai giliran pula untuk mendapatkan air di hari yang tertentu.” (asy-Syu‘arā’: 155).

Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu”; mereka mendustakan nabi mereka Shāliḥ dan membunuh unta betina itu tanpa mempedulikan peringatannya. “maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka”; maka Allah membinasakan dan menghancurkan mereka sampai akar-akarnya karena kejahatan dan durhaka mereka. Al-Khāzin berkata: “Maksud ayat ini, Allah mengatupkan siksa pada mereka, sehingga tidak seorangpun lepas di antara mereka.” (10519) “lalu Allah menyama-ratakan mereka”; Allah menyama-ratakan kabilah itu dalam siksa, sehingga tidak ada yang lepas dari mereka, yang kecil maupun besar, yang kaya maupun miskin. “dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu”; Allah tidak takut akan akibat pembinasaan dan penghancuran mereka, sebagaimana takutnya para pemimpin dan penguasa terhadap akibat perbuatan mereka, sebab Allah tidak ditanya mengenai apa yang Dia perbuat.

Aspek Balaghah:

Dalam sūrat-asy-Syams terdapat sejumlah keindahan bahasa sebagaimana berikut ini:

Pertama, thibāq (kesesuaian antar dua kata atau lebih) antara (الشَّمْسِ) (matahari) dan (الْقَمَرِ) (bulan), (اللَّيْلِ) (malam) dan (النَّهَارِ) (siang). (فُجُوْرَهَا) (kedurhakaan) dan (تَقْوَاهَا) (taqwa).

Kedua, perbandingan yang lembut antara:

وَ النَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا.

Dan demi siang apabila menampakkannya

Dan

وَ اللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا.

dan demi malam hari apabila menutupinya

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا.

sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu

Dan

وَ قَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا.

dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya

Ketiga, idhāfah (penisbatan nama) untuk memuliakannya (نَاقَةَ اللهِ) Unta Allah. Unta itu dinisbatkan kepada Allah, karena ia keluar dari sebuah batu besar sebagai mu‘jizat Nabi Shāliḥ a.s.

Keempat, menciptakan perasaan dan takut:

فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ

lalu Allah menyama-ratakan mereka

Sebab kata “membinasakan” menunjukkan kengerian siksa.

Kelima, saja‘ murashsha‘ untuk menyesuaikan akhir-akhir ayat. Sajak ini jelas sekali di dalam surat ini.

Catatan:

  1. 1043). Rūḥ-ul- Ma‘ānī (30/140)
  2. 1044). Mukhtasharu Ibni Katsīr (3/644).
  3. 1045). Lihat Ḥāsyiyat-ush-Shāwī (4/323).
  4. 1046). Mukhtasharu Ibni Katsīr (3/644).
  5. 1047). Ḥāsyiyat-ush-Shāwī (4/321).
  6. 1048). Lihat pendapat-pendapat ulama tafsir mengenai bundarnya bumi pada surat Luqmān.
  7. 1049). At-Tafsīr-ul-Kabīr (30/???)
  8. 1050). Mukhtasharu Ibni Katsīr (3/645).
  9. 1051). Tafsīr-ul-Khāzin (4/???).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *