Surah asy-Syams 91 ~ Tafsir al-Qur’an-ul-Majid an-Nur

Judul Buku:
TAFSĪR AL-QUR’ĀNUL MAJĪD AN-NŪR

JILID 4

Penulis: Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy
Diterbitkan oleh: Cakrawala Publishing

Surat Ke-91
ASY-SYAMS

Surat asy-Syams bermakna matahari. Diturunkan di Makkah sesudah surat al-Qadr, terdiri dari 15 ayat.

 

A. KANDUNGAN ISI

Surat ini mengandung sumpah Allah dengan matahari dan waktu Dhuḥā, dengan bulan yang datang mengiringi siang, dengan malam dan siang yang datang beriringan. Sumpah-sumpah itu bertujuan untuk menandaskan bahwa orang yang tidak menyucikan jiwanya dari dosa dan maksiat akan terjerumus ke dalam kancah kesesatan, seperti kaum Tsamud pada masa dahulu. Mereka itu pasti ditimpa ‘adzab. (11)

B. KAITAN DENGAN SURAT SEBELUMNYA

Persesuaian antara surat yang telah lalu (al-Balad) dan surat ini adalah:

  1. Surat yang telah lalu disudahi dengan menjelaskan tentang Ashḥāb-ul-Maimanah (orang-orang kanan). Hal itu diulangi kembali dalam surat ini, dengan menerangkan orang yang membersihkan jiwa dan mengotori jiwa.
  2. Surat yang telah lalu disudahi dengan keadaan orang-orang kafir di akhirat, sedangkan surat ini ditutup dengan keterangan mengenai orang kafir di dunia.

C. TAFSĪR SURAT ASY-SYAMS

1. Hikmah Bersumpah dengan Matahari, Bulan, Malam, dan Siang. Allah Memasukkan Kecurangan dan Ketaqwaan ke Dalam Jiwa.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Bismillāhirraḥmānirraḥīm
Dengan (menyebut) nama Allah Yang Maha Pemurah, yang senantiasa mencurahkan rahmat-Nya.

وَ الشَّمْسِ وَ ضُحَاهَا.

Wasy syamsi wa dhuḥāhā.
“Demi matahari dan cahayanya.” (22) (Asy-Syams [91]: 1).

Allah bersumpah dengan matahari sebagai suatu planet yang bergerak, yang besar, dan yang bercahaya, sebagaimana Allah bersumpah dengan cahaya dan panasnya matahari yang menjadi sumber energi untuk hidup, serta pemancar sinar cahaya di alam raya pada siang hari.

وَ الْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا.

Wal qamari idzā talāhā.
“Dan bulan apabila mengiringinya.” (Asy-Syams [91]: 2).

Allah bersumpah dengan bulan yang datang mengiringi matahari untuk menghasilkan kemaslahatan bagi manusia, menerangi dan menyinari alam pada waktu malam. Dari iring-iringan malam dan siang akan diketahui perputaran atau perjalanan tahun, baik tahun Syamsiyyah (Masehi) atau tahun Qamariyyah (Hijriyyah). Bulan mengambil cahaya dari matahari. Hal ini telah diketahui kebenarannya oleh para ‘ulamā’ falak zaman baru, dan al-Farrā’, yang telah lama menetapkan hal itu.

وَ النَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا.

Wan nahāri idzā jallāhā.
“Dam siang apabila menampakkannya.” (Asy-Syams [91]: 3).

Allah bersumpah pula dengan siang dan dengan cahaya matahari yang terang-benderang. Semakin bertambah siang dan terang, maka semakin nyatalah kekuatan matahari dan semakin nyata kesempurnaannya.

Allah bersumpah dengan siang dan dengan cahaya matahari yang terang-benderang. Semakin bertambah siang dan terang, maka semakin nyatalah kekuatan matahari dan semakin nyata kesempurnaannya.

Allah bersumpah dengan makhluq-makhluq tersebut mengisyaratkan bahwa cahaya itu berperan sangat penting dan suatu nikmat yang sangat tinggi nilainya. Di samping itu, juga merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah.

وَ اللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا.

Wal laili idzā yaghsyāhā.
“Dan malam ketika menutupinya.” (Asy-Syams [91]: 4).

Allah bersumpah dengan malam, apabila Dia telah menutupinya dan menghilangkan cahayanya pada malam-malam yang gelap. Hal yang seperti itu terjadi dalam satu atau dua malam saja dalam satu bulan.

Ayat ini memberi pengertian bahwa malam itu kadang-kadang telah menutupi matahari dan menghilangkan cahayanya pada waktu malam yang gelap. Hal yang seperti itu terjadi pada satu atau dua malam saja dalam sebulan.

Ayat ini memberi pengertian bahwa malam itu kadang-kadang menghilangkan cahaya matahari yang besar dan menutup sinarnya.

وَ السَّمَاءِ وَ مَا بَنَاهَا.

Was samā’i wa mā banāhā.
“Dan langit serta yang meninggikannya.” (Asy-Syams [91]: 5).

Allah bersumpah dengan langit dan segala alamnya yang telah diciptakan dengan sesungguh-sungguhnya dan Allah menguatkan tenaga penariknya sehingga tidak terdapat sedikit pun cacatnya.

وَ الْأَرْضِ وَ مَا طَحَاهَا.

Wal ardhi wa mā thaḥāhā.
“Dam bumi serta hamparannya.” (33) (Asy-Syams [91]: 6).

Allah bersumpah dengan bumi yang telah dihamparkan dan dijadikannya untuk tempat berdiam manusia dan memungkinkan manusia mengambil manfaat dengan semua apa yang terdapat di atas muka bumi dan apa yang terdapat di dalam perut bumi.

وَ نَفْسٍ وَ مَا سَوَّاهَا.

Wa nafsiw wa mā sawwāhā.
“Dan jiwa serta orang-orang yang memperindah kejadiannya.” (Asy-Syams [91]: 7).

Allah bersumpah dengan jiwa yang telah diberi berbagai macam kekuatan dan berbagai naluri, yang dengan kekuatan-kekuatan dan instink (naluri) itulah jiwa memperoleh kesempurnaan hidup.

فَأَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَ تَقْوَاهَا.

Fa alhamahā fujūrahā wa taqwāhā.
“Maka diilhamkan kepada jiwa seseorang jalan kebinasaan dan ketaqwāan.” (Asy-Syams [91]: 8).

Allah mengilhamkan kepada jiwa-jiwa tentang sebab-sebab kebinasaan dan kerugian serta sebab-sebab yang bisa dipergunakan untuk menyelamatkan jiwa dari kebinasaan. Tegasnya, Allah memberi akal kepada manusia yang dapat dipergunakan untuk membedakan antara kebajikan dan kejahatan serta diberi kesanggupan berbuat maksiat yang membinasakan dan kesanggupan berbuat kebajikan yang melepaskannya dari ‘adzab neraka.

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا.

Qad aflaḥa man zakkāhā.
“Sungguh, beruntunglah orang-orang yang membersihkan jiwanya” (Asy-Syams [91]: 9).

Orang yang menyucikan jiwanya dan menyuburkan rohaninya, serta meningkatkan jiwanya kepada kesempurnaan. Itulah orang yang memperoleh kemenangan.

وَ قَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا.

Wa qad khāba man dassāhā.
“Dan sungguh rugilah orang yang mengotori (jiwa)-nya.” (Asy-Syams [91]: 10).

Orang yang mengerjakan kemaksiatan dan menjauhi kebajikan serta kebaikan, itulah orang yang merugikan dirinya.

كَذَّبَتْ ثَمُوْدُ بِطَغْوَاهَا.

Kadzdzabat tsamūdu bithaghwāhā.
“Tsamūd mendustakan nabinya karena kesesatan mereka.” (Asy-Syams [91]: 11).

Kaum Tsamūd telah mendustakan nabinya, Shāliḥh, dengan berbuat curang dan zhalim.

إِذِ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا.

Idzimba‘atsa asyqāhā.
“Ketika orang-orang yang teramat celaka di antara mereka, bangkit melakukan kejahatan.” (Asy-Syams [91]: 12).

Tanda mereka mendustakan Shāliḥ adalah Seorang paling celaka dari mereka menyembelih unta nabinya itu, dan mereka yang lain membenarkan serta menyetujui perbuatan jahat tersebut. Itulah suatu tanda bahwa mereka mendustakan Nabi Shāliḥ.

فَقَالَ لَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ نَاقَةَ اللهِ وَ سُقْيَاهَا.

Fa qāla lahum rasūlullāhi nāqatallāhi wa suqyāhā.
“Utusan Allah mengatakan kepada mereka: “Biarkanlah unta betina kepunyaan Allah itu dan meminumnya”.” (Asy-Syams [91]: 13).

Shāliḥ berkata kepada umatnya yang durhaka: “Janganlah kamu mengganggu unta Allah, yang telah dijadikan-Nya sebagai tanda kenabianku. Jangalah kamu mengganggunya pada hari giliran unta Shāliḥ minum seperti yang telah ditentukan untuknya.”

Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa Shāliḥ telah bersepakat dengan kaumnya supaya ditentukan hari-hari untuk minum unta nabi dan hari-hari untuk minum binatang ternak mereka. Namun, belakangan mereka keberatan dan ingin membunuh unta Shāliḥ. Tentu saja, Shalih berusaha melarang mereka melaksanakan keinginan mereka itu, dan mengatakan bahwa bahwa ‘adzab akan datang menimpa mereka, apabila sengaja melaksanakan niat jahat tersebut.

فَكَذَّبُوْهُ فَعَقَرُوْهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ فَسَوَّاهَا.

Fa kadzdzabūhu fa ‘aqarūhā fa damdama ‘alaihim rabbuhum bidzambihim fa sawwāhā.
“Maka, mereka mendustakan dan menikam unta itu. Karenanya. Tuhan membinasakan mereka disebabkan oleh dosa mereka dan meratakan mereka dengan bumi.” (Asy-Syams [91]: 14).

Mereka tidak mempedulikan larangan Shāliḥ, bahkan tidak takut ancaman siksa atas perbuatan membunuh unta itu.

Karena itu, Allah membinasakan mereka dan memusnahkannya hingga tidak ada seorang yang tertinggal. Semua hancur ditimpa bencana.

Semua kabilah yang mendurhakai Shāliḥ dikenai siksa yang sama. Tidak ada seorang pun yang bisa lepas dari bencana (‘adzab) itu, baik yang kecil ataupun yang besar, baik lelaki ataupun perempuan. Perkampungan mereka pun diratakan dengan tanah.

وَ لَا يَخَافُ عُقْبَاهَا

Wa lā yakhāfu ‘uqbāhā.
“Dan Allah tidak takut kepada akibatnya.” (Asy-Syams [91]: 15).

Allah membinasakan mereka tanpa takut kepada akibatnya. Sebab, Allah adalah Tuhan Yang Maha Kuat dan dapat berbuat sekehendak-Nya. (44).

Kisah ini disebutkan untuk menenangkan hati Nabi Muḥammad dan untuk menjelaskan bahwa Allah memperlakukan orang-orang yang mendustakan Rasūl, sebagaimana Allah telah memperlakukan kaum Tsamūd (kaum Nabi Shāliḥ). Dalam masa Nabi Muḥammad, orang-orang Quraisy yang dimusnahkan oleh Allah dalam peperangan Badar juga sangat banyak jumlahnya.

D. KESIMPULAN SURAT

Dalam ayat-ayat ini Allah menjelaskan tentang apa yang telah dilakukan oleh umat-umat terdahulu, yaitu mendustakan Rasūl dan menyakitinya. Karenanya, Allah pun membinasakan mereka. Hal ini dijelaskan untuk mempertakutkan kaum Quraisy yang melawan Rasūl dan yang mendustakannya.

Catatan:

  1. 1). Baca an-Nasā’ī 11: 63.
  2. 2). Kaitkan dengan QS. al-Qamar [54], QS. Yāsīn [36], QS. al-Takwīr [81], QS. al-Ḥajj [22], QS. Thāhā [20], QS. Qāf [50], QS. al-A‘rāf [7], QS. an-Naḥl [16], QS. Yūsuf [12], QS. ar-Ra‘d [13], QS. al-‘Ankabūt [29], QS. Luqmān [31], QS. Fāthir [35], QS. az-Zumar [39], QS. Ibrāhīm [14], QS. al-Anbiyā’ [21], QS. Nūḥ [71], QS. al-Isrā’ [17], QS. Fushshilāt [41], QS. an-Naml [27], QS. al-Ḥijr [15].
  3. 3). Baca QS. al-Baqarah [2]: 22.
  4. 4). Basa QS. asy-Syu‘arā’ [26]: 155-156.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *