“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga”; hamba yang takut terhadap hari di saat ia berdiri di hadapan Tuhannya untuk dihitung ‘amalnya untuk memperoleh dua surga. Satu surga untuk tempat tinggalnya dan satu lainnya untuk istri-istri dan pelayannya. Seperti halnya raja-raja dunia, memiliki istana sendiri dan istri-istrinya memiliki istana.” (2781) Al-Qurthubī berkata: “Surga itu yang diberikan berjumlah dua agar kebahagiaannya berlipat ganda dengan berpindah-pindah dari satu surga ke surga lainnya. Az-Zamakhsyarī berkata: “Satu surga sebagai balasannya menunaikan ‘ibādah dan satu surga sebagai balasan tidak melakukan maksiat.” Dalam hadits disebutkan: “Dua surga yang bejana dan isinya dari perak dan dua surga yang bejanannya dan isinya dari emas. Tidak ada antara kaum dan melihat Tuhan ‘azza wa jalla, kecuali selendang keagungan pada Dzāt-Nya di surga ‘Adn.” (2792) “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”.
Kemudian Allah menjelaskan sifat kedua surga itu. “kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan”; memiliki banyak dahan yang bercabang dan buah yang bermacam-macam. Dalam al-Baḥr-ul-Muḥīth disebutkan: “Secara khusus dahan disebutkan, sebab dahanlah yang berbuah dan darinya bisa bernaung dan buah dipetik. “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”; manakah di antara ni‘mat-ni‘mat Allah yang besar yang kalian dustakan, hai bangsa jinn dan manusia? “Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir”; pada masing-masing dari kedua surga terdapat mata air yang mengalir segar. Ibnu Katsīr berkata: “Mata air itu dilepaskan untuk menyirami pepohonan dan dahan tersebut, lalu membiarkan seluruh buah.” (2803). Al-Ḥasan berkata: “Kedua mata air itu mengalirkan air yang segar. Salah satunya adalah Tasnīm dan yang lain adalah Salsabīl. “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”.
“Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan”; di kedua surga terdapat segala macam buah yang berpasangan; buah yang dikenal dan buah aneh yang belum mereka kenal di dunia. Ibnu ‘Abbās berkata: “Di dunia tidak ada buah manis dan buah masam, kecuali juga ada di akhirat, sampai buah Ḥandhal, hanya saja menjadi manis. Sesuatu yang di dunia tidak ada, maka di akhirat ada namun hanya sama dalam namanya saja. “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”. Ar-Rāzī berkata: “Ayat: “kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan”; dan ayat: “Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir” dan firman: “Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan”, semuanya adalah sifat bagi kedua surga tersebut. Dahan dan buah dipisah dengan menyebutkan dua mata air untuk mengungkapkan kebiasaan orang-orang yang hidup tentram dan ni‘mat. Di mana jika mereka memasuki kebun, mereka tidak langsung memakan buah-buahan, namun melihat-lihat keindahan dahulu. Di kebun dunia manusia tidak makan sampai ia lapar dan sangat bernafsu untuk makan. Lalu bagaimana di surga? Karena itu, Allah menyebutkan sesuatu yang menyempurnakan kesenangan-kesenangan itu dengan pemandangan pepohonan yang hijau dan mengalirnya sungai, lalu menyebutkan sesuatu yang ada setelah bersenang-senang, yaitu memakan buah. Maha Suci Allah yang mewahyukan ayat-ayat dengan ma‘na amat indah di tempat paling jelas.” (2814).
“Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra”; mereka di surga keabadian berbaring di atas permadani. Bagian dalamnya terbuat dari sutra yang dihiasi emas. Ini menunjukkan indahnya permadani itu, sebab jika dalamnya saja demikian, lalu bagaimana luarnya? Ibnu Mas‘ūd berkata: “Ini bagian dalam. Lalu bagaimana seandainya kalian melihat bagian luar?” Ketika ditanya tentang ayat ini, Ibnu ‘Abbās berkata: “Itu termasuk apa (yang di-) firman-(kan) Allah: “Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam ni‘mat) yang menyedapkan pandangan mata.” (as-Sajdah: 17) (2825) “Dan buah-buahan kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat”; buah dalam surga itu dekat sehingga bisa diraih oleh orang yang duduk, orang yang berdiri dan orang yang tidur. Lain dengan buah-buahan dunia yang hanya bisa dipetik dengan susah payah, letih dan lelah. Ibnu ‘Abbās berkata: “Buah surga dekat untuk dipetik. Ia dipetik oleh wali Allah sekehendak mereka sambil berdiri, duduk maupun berbaring.” (2836) “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”.
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya”; di surga-surga itu ada banyak wanita yang hanya memandang suaminya saja dan tidak melihat selain mereka sebagaimana sifat gadis-gadis pingitan yang menjaga kehormatan mereka. “Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jinn”; bidadari-bidadari itu tidak disentuh maupun disenggama oleh siapa pun sebelum suami mereka, baik dari bangsa manusia maupun jinn. Sebaliknya, mereka selalu gadis dan suci. Al-Alūsī berkata: “Ma‘na asli (طَمَثَ) “thamatsa” adalah keluarnya darah dan karena itu haidh disebut (طَمْثٌ). Kemudian diartikan segala senggama meskipun tidak mengeluarkan darah.” (2847) “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”; mana yang kalian dustakan hai bangsa manusia dan jinn di antara ni‘mat-ni‘mat Allah yang agung?
“Seakan-akan bidadari itu permata yāqūt dan marjān”; mereka menyerupai yāqūt dan marjān yang jernih dan merah. Qatādah berkata: “Seakan-akan mereka sejernih yāqūt dan semerah marjān. Jika anda memasukkan sebuah benang ke dalam yāqūt, lalu anda melihatnya, maka anda melihat benang tersebut berubah menjadi yāqūt.” (2858) Dalam hadits disebutkan: “Sesungguhnya wanita dari wanita-wanita ahli surga sungguh betisnya terlihat putih dari balik tujuhpuluh pakaian dari sutra sampai kelihatan sumsumnya.” (2869) “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)”; tidak ada balasan bagi orang yang berbuat baik di dunia, kecuali dia diperlakukan baik di akhirat. Abū Su‘ūd berkata: “Tidak ada balasan perbuatan baik, kecuali pahala yang baik.” (2871). Tujuan ayat ini ingin menegaskan bahwa barang siapa melakukan kebaikan, maka dia berhak dimuliakan dan diberi ni‘mat. “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”.
“Dan selain dari dua surga itu ada dua surga lagi”; di bawah kedua surga itu dari segi keutamaan, ada surga lain yang di bawah tingkatannya. ‘Ulamā’ Tafsir berkata: “Dua surga terdahulu oleh orang yang imannya lebih tinggi (sābiqīn) dan dua surga ini untuk para pengikut golongan kanan. Para sābiqīn jelas lebih tinggi kedudukannya, sebab Allah berfirman: “Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah).” (al-Wāqi‘ah: 8-11).
“Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”; mana ni‘mat Allah yang agung yang kalian dustakan hai bangsa manusia dan jinn? “kedua surga itu (kelihatan) hijau tua warnanya”; keduanya hitam karena sangat hijau dan segar. Al-Alūsīi berkata: “Maksudnya, keduanya sangat hijau. Warna hijau jika menguat maka mendekati hitam. Hal itu terjadi karena banyaknya air segar.” (28810) “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”.
“Di dalam kedua surga itu ada dua mata air yang memancar”; dua mata air itu memancarkan air tanpa henti. Ibnu Mas‘ūd dan Ibnu ‘Abbās berkata: “Mata air itu memancarkan kasturi, anbar dan kapur barus kepada para wali Allah di rumah-rumah ahli surga bagaikan hujan.” (28911) “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. Di dalam keduanya ada (macam-macam) buah-buahan dan kurma serta delima”; di kedua surga terdapat semua macam buah-buahan dan bermacam-macam pohon kurma dan delima. Pohon kurma dan delima disebutkan untuk mengingatkan kelebihan keduanya di atas buah-buahan lain dan karena keduanya merupakan mayoritas makanan bangsa ‘Arab. Al-Alūsī berkata: “Namun pohon kurma dan delima surga tidak sama dengan yang kita kenal di dunia.” (29012) “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”.
“Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik”; di surga-surga ada wanita-wanita shāliḥah yang mulia akhlāqnya dan cantik wajahnya. “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”. “(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah”; wanita-wanita itu adalah bidadari yang dipingit dan tertutup serta tidak keluar karena mereka menjaga diri dan kemuliaan mereka. Mereka dipingit di dalam pingitan yaitu kemah dari mutiara berlobang. Abū Ḥayyān berkata: “Kaum wanita terpuji dengan sifat tersebut, Selalu berada di dalam rumah menunjukkan mereka terjaga.” Al-Ḥasan berkata: “Mereka tidak berputar-putar di jalan dan kemah surga adalah rumah dari mutiara.” (29113) Dalam hadits disebutkan: “Sesungguhnya di dalam surga terdapat kemah dari mutiara berlobang. Lebarnya enam puluh mil, pada tiap sudut darinya terdapat keluarga yang tidak melihat keluarga lain, orang-orang mu’min mengitari mereka.” (29214) “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”.
“Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jinn”; mereka tidak pernah disenggama maupun disetubuhi oleh siapapun sebelum suami mereka, baik dari bangsa manusia maupun bangsa jinn. Dalam at-Tashīl disebutkan: “Dua surga itu pertama untuk sābiqīn dan dua surga kedua untuk golongan kanan.” Lihatlah, betapa Allah menjadikan sifat-sifat dua surga pertama lebih tinggi daripada dua surga setelahnya. Pada surga pertama, Allah berfirman: “Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir”. Dan di sini (surga kedua) Allah berfirman: “Di dalam kedua surga itu ada dua mata air yang memancar”. Mengalir lebih hebat daripada memancar. Di sana Allah berfirman: “Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya” Dan di sini Allah berfirman: “Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan”. Dan di sini Allah berfirman: “Di dalam keduanya ada (macam-macam) buah-buahan dan kurma serta delima”. Yang pertama lebih umum dan lengkap. Di sana (surga pertama) Allah berfirman mengenai sifat bidadari: “Seakan-akan bidadari itu permata yāqūt dan marjān”; Dan di sini Dia berfirman: “Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik”; Padahal tidak semua kecantikan seindah yāqūt dan marjān. Di surga pertama Allah berfirman mengenai permadaninya. “Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra”; Dan surga kedua, Allah berfirman: “Mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani yang indah”. Jelas bahwa permadani yang disediakan untuk tertele lebih utama daripada kemah.” (29315) “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”. Mana ni‘mat-ni‘mat Allah yang agung yang kalian dustakan, hai bangsa jinn dan manusia?
“Mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau”; mereka bersandar pada beberapa bantal berwarna hijau dari bantal-bantal surga. “dan permadani-permadani yang indah”; dan permadani tebal yang dihiasi dengan bermcam-macam gambar dan aksesori. Ash-Shāwī berkata: “Kata ‘abqarī berasal dari ‘abqar, sebuah desa di Yaman penghasil permadani yang dihiasi dengan sangat indah. Allah memudahkan kita untuk memahami permadani surga dengan permadani dari desa tersebut.” (29416) “Maka ni‘mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”; mana ni‘mat-ni‘mat Allah yang agung yang kalian dustakan, hai bangsa jinn dan manusia?
“Maha Agung nama Tuhanmu”; Allah Maha Suci, banyak kebaikan-Nya dan berkah-Nya melimpah-ruah “Yang Mempunyai kebesaran dan karunia”; Pemilik keagungan dan kemuliaan serta keni‘matan. Dalam al-Baḥr-ul-Muḥīth disebutkan : “Ketika meunutup ni‘mat-ni‘mat dunia, Allah berfirman: “Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”. Ketika menutup ni‘mat-ni‘mat akhirat, Allah berfirman: “Maha Agung nama Tuhanmu Yang Mempunyai kebesaran dan karunia.” Di sana Allah menuturkan keabadian-Nya setelah menyebut fanā’nya alam dan di sini Allah menyebutkan berkah setelah menyebut-nyebut ni‘mat-Nya kepada orang mu’min di dalam surga. (29517).
Dalam surat ini terdapt sejumlah keindahan bahasa sebagai berikut ini:
Pertama, perbandingan yang lembut antara:
وَ السَّمَاءُ رَفَعَهَا
“Dan langit yang ditinggikannya.”
وَ الْأَرْضَ وَضَعَهَا
“dan bumi yang diletakkannya.”
Demikian juga perbandingan antara:
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ.
“Yang menciptakan manusia dari tanah seperti tembikar.” dan
وَ خَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَّارِجٍ مِّنْ نَّارٍ.
“Dan menciptakan jinn dari nyala api.”
Kedua, tasybīh mursal mujmal:
وَ لَهُ الْجَوَارِ الْمُنْشَآتُ فِي الْبَحْر كَالْأَعْلَامِ.
“Dan bagi-Nya kapal-kapal yang berlayar di laut seperti gunung.”
Ya‘ni bagaikan gunung besarnya.
Ketiga, majāz mursal:
وَ يَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ
“Dan tetap kekal wajah Tuhanmu.”
Ya‘ni Dzāt Allah yang Maha Suci, termasuk mengungkapkan sebagian (wajah) dan menginginkan keseluruhan.
Keempat, isti‘ārah tamtsīlyyah:
سَنَفْرُغُ لَكُمْ أَيُّهَا الثَّقَلَانِ.
“Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu hai manusia dan jinn.”
Allah menyerupakan berakhirnya dunia, urusan makhluq, datangnya akhirat, tersisanya satu hal yaitu menghisab manusia dan jinn dengan selesainya seseorang dari beberapa hal yang menyibukkannya, lalu dia mencurahkan diri untuk satu hal saja. Allah tidak sibuk oleh suatu urusan dari urusan lain. Ayat ini hanyalah gambaran.
Kelima, perintah bertujuan melemahkan:
إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوْا …….. فَانْفُذُوْا
“Jika kalian mampu menembus,….. tembuslah.”
Keenam, tasybīh balīgh:
فَإِذَا انْشَقَّتِ السَّمَاءُ فَكَانَتْ وَرْدَةً كَالدِّهَانِ.
“Jika langit terbelah maka ia memerah, langit itu menjadi mawar merah.”
Merahnya bagaikan mawar. Sisi persamaan dan kata bantu untuk tasybīh dibuang. Ini jelas tasybīh balīgh.
Ketujuh, jinas nāqish:
وَ جَنَى الْجَنَّتَيْنِ
Karena perbedaan harakat dan huruf dan disebut jinas isytiqāq.
Kedelapan, majaz dengan membuang maushūf (yang disifati) dan menetapkan sifat:
فِيْهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ
“Di dalamnya (wanita) yang pandangannya terbatas pada suami mereka.”
Ya‘ni “wanita-wanita bidadari” (kata tidak disebutkan dalam ayat) yang matanya hanya memandang suami mereka dan tidak memandang selain suami itu.
Kesembilan, sajak yang indah tanpa dipaksakan. Ia seolah butiran mutiara yang tersusun dalam sebuah kalung. Bacalah misalnya firman Allah:
الرَّحْمنُ. عَلَّمَ الْقُرْآنَ. خَلَقَ الْإِنْسَانَ. عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
Banyak terdapat sajak seperti ini dalam Sūrat-ur-Raḥmān.
Sūrat-ur-Raḥmān disebut pengantin al-Qur’ān berdasarkan hadits: “Segala sesuatu ada pengantinnya dan pengantin al-Qur’ān adalah Sūrat-ur-Raḥmān.” (29618).