Surah an-Naba’ 78 ~ Tafsir al-Qur’an-ul-Majid an-Nur (2/2)

Judul Buku:
TAFSĪR AL-QUR’ĀNUL MAJĪD AN-NŪR

JILID 4

Penulis: Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy
Diterbitkan oleh: Cakrawala Publishing

Rangkaian Pos: Surah an-Naba' 78 ~ Tafsir al-Qur'an-ul-Majid an-Nur

إِنَّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا.

Inna jahannama kānat mirshādā.
“Sesungguhnya Jahannam itu mengintai (mengawasi) orang-orang yang akan memasukinya.” (71) (an-Naba’ [78]: 21)

Jahannam adalah tempat yang disediakan untuk orang-orang yang akan di‘adzāb. Di tempat itulah para pengawalnya mengamat-amati semua orang yang berhak memasukinya.

Diriwayatkan oleh Ibn Jarīr dan Ibnu Mundzir dari al-Ḥasan: “Tidaklah seseorang masuk surga sebelum dia menyeberangi neraka. Jika dia mempunyai ‘amal yang sempurna, maka selamatlah dia menyeberang dan jika tidak, maka tertahanlah dia di atas neraka dan jatuhlah dia ke dalamnya.”

لِلْطَّاغِيْنَ مَآبًا.

Lith thāghīna ma’ābā.
“Tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas.” (an-Naba’ [78]: 22)

Neraka itu adalah tempat kembali semua orang yang sombong di dunia. Mereka tidak mau mendengar seruan Rasūl yang meminta mereka untuk menerima kebenaran.

لَابِثِيْنَ فِيْهَا أَحْقَابًا.

Lābitsīna fīhā aḥqābā.
“Mereka tetap tinggal di tempat itu berabad-abad lamanya tanpa akhir.” (an-Naba’ [78]: 23)

Para penghuni neraka yang takabbur itu mendekam di dalamnya selama berabad-abad lamanya dan tidak pernah ada kesudahannya.

لَّا يَذُوْقُوْنَ فِيْهَا بَرْدًا وَ لَا شَرَابًا. إِلَّا حَمِيْمًا وَ غَسَّاقًا.

Lā yadzūqūna fīhā bardaw wa lā syarābā. Illā ḥamīmaw wa ghassāqā.
“Mereka di dalamnya tidak pernah merasa sejuk dan tidak pernah mendapatkan minuman. Selain dari air yang sangat panas dan nanah yang mengalir.” (82) (an-Naba’ [78]: 24-25)

Di dalam Jahannam, mereka tidak pernah merasa sejuk sesaat pun. Minuman mereka adalah air yang sangat panas dan nanah yang mengalir dari tubuh-tubuh mereka sendiri.

جَزَاءً وِفَاقًا.

Jazā’aw wifāqā.
“Sebagai pembalasan yang setimpal.” (an-Naba’ [78]: 26)

Allah menimpakan pembalasan kepada masing-masing sesuai dengan dosa dan kejahatan yang mereka lakukan.

إِنَّهُمْ كَانُوْا لَا يَرْجُوْنَ حِسَابًا.

Innahum kānū lā yarjūna ḥisābā.
“Sesungguhnya mereka tidak menantikan datangnya perhitungan (hisab).” (an-Naba’ [78]: 27)

Mereka mengerjakan berbagai macam kejahatan dan dosa, karena tidak meyakini datangnya hari hisab.

وَ كَذَّبُوْا بِآيَاتِنَا كِذَّابًا.

Wa kadzdzabū bi’āyātinā kidzdzābā.
“Dan mereka mendustakan keterangan-keterangan Kami dengan sangkalan yang keras.” (an-Naba’ [78]: 28)

Mereka mendustakan berbagai macam keterangan yang menunjuk kepada keesaan Allah, kenabian Rasūl, hari akhir, dan isi al-Qur’ān.

وَ كُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ كِتَابًا.

Wa kulla syai’in aḥshaināhu kitābā(n).
“Dan segala sesuatu telah Kami hitung dengan tertulis.” (an-Naba’ [78]: 29)

Allah mengetahui semua apa yang mereka kerjakan. Tidak ada yang bisa mereka ingkari, karena semuanya telah dicatat dengan sempurna dalam kitab yang terpelihara.

فَذُوْقُوْا فَلَنْ نَّزِيْدَكُمْ إِلَّا عَذَابًا.

Fa dzūqū falan nazīdakum illā ‘adzābā.
“Maka, rasakanlah akibat perbuatanmu. Kami sama sekali tidak akan menambah untukmu, kecuali siksaan.” (an-Naba’ [78]: 30)

Rasakanlah ‘adzāb yang pedih dan Kami akan menambah ‘adzāb seperti ini terus-menerus.

Dalam ayat-ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia berkuasa membangkitkan atau menghidupkan kembali manusia dari kuburnya, meskipun tulang-belulang mereka telah hancur-lebur. Dalam ayat-ayat ini Allah juga menjelaskan kenyataan-kenyataan kudrat-Nya dalam sembilan macam bentuk.

Selain itu juga dijelaskan bahwa hari kiamat yang mereka perdebatkan itu pasti terjadi, selain menerangkan huru-haranya. Orang-orang yang mendustakan kebenaran hari kiamat akan ditempatkan di dalam Jahannam, dan mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya dengan tidak pernah mendapatkan keinginan ‘adzāb sedikit pun. Pada akhirnya, Allah menjelaskan bahwa segala sesuatu diliputi oleh ‘ilmu Allah.

2. Bersenang-senang dengan Perempuan di Akhirat adalah dalam Keadaan Alam Akhirat. Malaikat adalah Makhlūq Ghaib, Kita Membenarkan Sifat-sifatnya seperti tersebut dalam al-Qur’ān. Para Hari Kiamat Manusia Menyaksikan ‘Amalan-‘amalannya yang telah Dikerjakan di Dunia.

إِنَّ لِلْمُتَّقِيْنَ مَفَازًا.

Inna lil muttaqīna mafāzā.
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwā kepada Allah memperoleh tempat kemenangan.” (an-Naba’ [78]: 31)

Orang-orang yang memelihara diri dari semua hal yang diharamkan dan takut kepada siksaan Allah akan memperoleh kemuliaan dan pahala yang besar dalam surga Jannat-un-Na‘īm.

حَدَائِقَ وَ أَعْنَابًا.

Ḥadā’iqa wa a‘nābā.
“Yaitu kebun-kebun yang berpagar dan buah-buah anggur.” (an-Naba’ [78]: 32)

Mereka memperoleh surga, yang di dalamnya terdapat kurma dan anggur serta bermacam-macam pohon buah yang lain yang amat indah pemandangannya.

وَ كَوَاعِبَ أَتْرَابًا.

Wa kawā‘iba atrābā.
“Dan gadis-gadis yang sedang tumbuh dewasa lagi sebaya umurnya.” (an-Naba’ [78]: 33)

Mereka memperoleh istri-istri yang cantik dari gadis-gadis jelita yang berumur sebaya. Tidak ada yang terlalu tua dan tidak ada yang terlalu muda.

وَ كَأْسًا دِهَاقًا.

Wa ka’san dihāqā.
“Dan gelas-gelas minuman arak yang berisi penuh.” (an-Naba’ [78]: 34)

Mereka memperoleh minuman yang lezat dalam gelas-gelas yang indah.

لَّا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا لَغْوًا وَ لَا كِذَّابًا.

Lā yasma‘ūna fīhā laghwaw wa lā kidzdzābā.
“Di dalamnya mereka tidak mendengar pembicaraan kosong dan dusta.” (an-Naba’ [78]: 35)

Di dalam surga tidak terdengar pembicaraan yang sia-sia di antara mereka dan tidak pernah pula sebagian mereka berdusta. Karena mereka tidak pernah merasa mabuk karena minum-minuman itu.

جَزَاءً مِّنْ رَّبِّكَ عَطَاءً حِسَابًا.

Jazā’am mir rabbika ‘athā’an ḥisābā.
“Sebagai pembalasan dari Tuhanmu, pemberian yang sesuai dengan perhitungan (hisab).” (93) (an-Naba’ [78]: 36)

Allah memberikan pembalasan yang sempurna kepada mereka, dengan keutamaannya dan keihsanannya. Bahkan, diserahkan pemberian yang tidak terhitung jumlahnya kepada mereka.

رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ مَا بَيْنَهُمَا الرَّحْمنِ لَا يَمْلِكُوْنَ مِنْهُ خِطَابًا.

Rabbis samāwāti wal ardi wa mā bainahumar raḥmāni lā yamlikūna minhu khithābā.
“Yaitu Tuhan yang memelihara langit dan bumi, serta apa yang di antara keduanya, yang sangat pemurah. Mereka tidak memiliki hak berbicara dengan-Nya.” (an-Naba’ [78]: 37)

Tuhan yang menyerahkan pemberian yang sangat sempurna kepada manusia adalah Tuhan yang memiliki langit dan bumi, serta apa yang terdapat di antara keduanya. Dialah Tuhan Yang Maha Pemurah, yang tidak seorang pun dapat berbicara tanpa idzin-Nya.

Mereka itu tidak dapat meminta atau menanyakan sesuatu kepada Allah, kecuali terhadap apa yang telah diidzinkan atau mereka tidak dapat mengajukan syafā‘at untuk seseorang tanpa idzin-Nya. Tidak ada seorang pun yang berani berbicara tanpa mendapat idzin terlebih dahulu.

يَوْمَ يَقُوْمُ الرُّوْحُ وَ الْمَلآئِكَةُ صَفًّا لَّا يَتَكَلَّمُوْنَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمنُ وَ قَالَ صَوَابًا.

Yauma yaqūmur rūḥu wal malā’ikatu shaffan lā yatakallamūna illā man adzina lahur raḥmānu wa qāla shawābā.
“Yaitu pada hari rūḥ dan malaikat berdiri berbaris. Mereka tidak berbicara memberi syafā‘at, melainkan kepada orang yang diidzin oleh Tuhan Yang Maha Pemurah dan orang itu pun mengatakan apa yang benar.” (an-Naba’ [78]: 38)

Yang dimaksud dengan telah mengatakan yang benar adalah mereka mengatakan apa yang diridhāi oleh Allah, yaitu yang bertauḥīd. Jibrīl dan para malaikat yang lain, walaupun tinggi kedudukan dan derajatnya di sisi Allah, tidak satu pun yang berani berbicara pada hari kiamat sebelum Allah memberikan idzin-Nya. Mereka berdiri di tempat-tempat yang sudah disediakan untuk menunaikan tugas mereka.

Malaikat adalah makhlūq ghaib yang tidak mungkin terlihat. Oleh karena itu, kita mengimaninya sesuai dengan ketetapan al-Qur’ān dan tidak usah memeriksa hakikatnya. Ayat ini menunjukkan bahwa pada hari kiamat nanti tidak ada satu pun yang dapat memberi syafaat kepada seseorang tanpa seidzin Allah. (104)

ذلِكَ الْيَوْمُ الْحَقُّ فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ مَآبًا.

Dzālikal yaumul ḥaqqu fa man syā’attakhadza ilā rabbihī ma’ābā.
“Itulah hari yang pasti akan terjadi. Maka barang siapa mau, niscaya dia mencari tempat kembali kepada Tuhannya.” (an-Naba’ [78]: 39)

Itulah hari yang pasti akan terjadi, dan pada hari itu terbukalah semua hal yang disembunyikan.

Barang siapa bermaksud memperoleh keridhāan Allah, tentulah dia kembali kepada-Nya dengan mengerjakan ‘amalan yang shalih yang mendekatkannya kepada Allah dan menjauhkan dari siksa-Nya.

إِنَّا أَنْذَرْنَاكُمْ عَذَابًا قَرِيْبًا يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَ يَقُوْلُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِيْ كُنْتُ تُرَابًا.

Innā andzanākum ‘adzāban qarīban yauma yanzhurul mar’u mā qaddamat yadāhu wa yaqūlul kāfiru yā laitanī kuntu turābā.
“Sesungguhnya Kami memberikan peringatan kepadamu tentang siksa yang dekat, yaitu pada hari ketika manusia akan melihat apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya. Ketika itu orang kafir berkata: “Wahai nasib malangku, semoga aku menjadi tanah.” (115) (an-Naba’ [78]: 40)

Allah mempertakutkan kamu dengan ‘adzāb kematian dan ‘adzāb hari kiamat yang tidak lama lagi datangnya. Manusia memperoleh pendahuluan-pendahuluan ‘adzāb setelah rūḥnya meninggalkan tubuhnya dan terus-menerus dia merasa pedih dan sakit, sehingga sampai saat dia menjumpai Allah pada hari kiamat.

‘Adzāb yang dekat itu akan menimpa mereka pada hari saat mereka melihat apa yang telah dilakukannya dalam hidup pertama di dunia. Jika dia beriman kepada Allah dan mengerjakan ‘amalan-‘amalan shāliḥ, pastilah dia mendapatkan kemenangan (kebahagiaan). Jika dia mendustakan Allah dan Rasūl-Nya, maka pastilah dia memperoleh kecelakaan dan ‘adzāb yang pedih.

Orang kafir, ketika melihat huru-hara yang sangat dahsyat itu, mengatakan: “Alangkah bahagianya sekiranya aku dijadikan tanah saja.” Tegasnya, orang-orang kafir meminta agar mereka tidak dijadikan sebagai orang yang dibebani menjalankan agama sehingga tidak menjumpai ‘adzāb yang pedih. (126)

D. KESIMPULAN SURAT

Dalam ayat-ayat ini Allah menjelaskan keadaan orang-orang yang bertaqwā kepada-Nya, yaitu mereka yang memperoleh surga yang penuh dengan berbagai macam nikmat. Manusia akan menghadapi suatu hari pemisahan antara segala sesuatu yang benar dan yang salah. Pada hari itu Allah menimpakan ‘adzāb kepada semua orang kafir dan memberikan nikmat kepada semua orang yang bertaqwā. Pada hari itu, Jibrīl dan seluruh malaikat berdiri berbaris tunduk patuh kepada semua perintah Allah dan tidak ada seorang pun yang berani berbicara tanpa seidzin Allah. Mereka pun hanya dapat memberi syafā‘at kepada orang yang diidzinkan oleh Allah. Pada hari itu, manusia terbagi dalam dua golongan, ya‘ni golongan yang ditempatkan di dalam neraka dan golongan yang ditempatkan di dalam surga.

Catatan:

  1. 7). Pelajari ma‘na “mirshād” dalam al-Qurthubī I, xi, 177.
  2. 8). Kaitkan dengan akhir QS. Shād [38], QS. al-Isrā’ [17]: 78, QS. al-Falaq [113].
  3. 9). Kaitkan dengan QS. al-Qiyāmah [75].
  4. 10). Baca: pengertian rūḥ atau apa yang dimaksud dengan rūḥ dalam ayat ini, dalam tafsir al-Qurthubī ix, 188.
  5. 11). Baca QS. Āli ‘Imrān [3]: 30.
  6. 12). Baca Tafsīr al-Qurthubī ix, 189.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *