Surah an-Naba’ 78 ~ Tafsir al-Qur’an-ul-Majid an-Nur (1/2)

Judul Buku:
TAFSĪR AL-QUR’ĀNUL MAJĪD AN-NŪR

JILID 4

Penulis: Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy
Diterbitkan oleh: Cakrawala Publishing

Rangkaian Pos: Surah an-Naba' 78 ~ Tafsir al-Qur'an-ul-Majid an-Nur

Surat Ke-78
AN-NABA’

Surat an-Naba’ bermakna berita besar. Diturunkan di Makkah sesudah surat al-Ma‘arij. Surah an-Naba’ juga dinamakan dengan surat ‘Amm, dan terdiri dari 40 ayat.

A. KANDUNGAN ISI

Surat ini membahas masalah hari bangkit dan kenyataan-kenyataan kudrat Allah Yang Maha Agung. Setelah itu menggambarkan keadaan orang-orang yang tidak mempercayai adanya bangkit, dan bagaimana keadaan mereka pada hari kiamat, serta bagaimana pula keadaan para mu’min.

Bagian-bagian yang penting dari surat ini adalah menjelaskan huru-hara kiamat dan memperingatkan manusia teradap ‘adzābnya.

B. KAITAN DENGAN SURAT SEBELUMNYA

Persesuaian antara surat yang telah lalu (al-Mursalāt) dan an-Naba’ adalah:

  1. Surat yang telah lalu menjelaskan bahwa Allah mempunyai kudrat (kekuasaan) untuk membangkitkan (menghidupkan kembali) manusia dari kuburnya. Sedangkan dalam surat ini, hal itu ditekankan lagi dengan tambahan beberapa keterangan yang memperkuatnya.
  2. Dalam kedua surat terdapat teguran yang keras terhadap orang-orang yang mendustakan kebenaran dan keterangan tentang ciri surga dan neraka, nikmat dan ‘adzāb.
  3. Dalam surat ini Tuhan menjelaskan hal-hal yang telah diungkap dalam surat yang telah lalu secara ringkas.

C. TAFSĪR SURAT AN-NABA’

1. Turunnya Surat ‘Amma Karena Orang Musyrik Banyak Sekali Memperbincangkan tentang Bangkit dan Hisab. Gelap dan Terang Ada Gunanya. Adanya Matahari Mengandung Rahasia Hidup. Keadaan Alam pada Hari yang Menentukan Tidak Seperti Keadaan yang Kita Saksikan Sekarang. Dosa-dosa Orang Kafir yang Layak Dikenai ‘Adzāb.

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Bismillāhirraḥmānirraḥīm

Dengan (menyebut) nama Allah Yang Maha Pemurah, yang senantiasa mencurahkan rahmat-Nya.

عَمَّ يَتَسَاءَلُوْنَ.

‘Amma yatasā’alūn.
“Tentang apa mereka bertanya?” (11) (an-Naba’ [78]: 1)

Tentang apakah orang-orang musyrik Makkah dan lain-lain bertanya kepada Rasūl Muḥammad dan para mu’min? Ibnu ‘Abbās mengatakan: “Orang-orang Quraisy seringkali duduk bercakap-cakap satu dengan yang lain tentang al-Qur’ān yang disampaikan oleh Rasūl. Di antara mereka ada yang membenarkannya dan ada pula yang mendustakannya. Mengenai hal tersebut, maka turunlah ayat ini.” (22)

عَنِ النَّبَإِ الْعَظِيْمِ. الَّذِيْ هُمْ فِيْهِ مُخْتَلِفُوْنَ.

‘Anin naba’il ‘azhīm. Alladzī hum fīhi mukhtalifūn(a).
“Tentang berita besar. Yang mereka perselisihkan.” (an-Naba’ [78]: 2-3)

Mereka bertanya tentang satu masalah yang sangat penting yang mereka perselisihkan, yaitu mengenai hari bangkit atau hari dihidupkannya kembali manusia dari kuburnya. Ada di antara mereka yang menganggap mustaḥīl hari bangkit terjadi dan ada pula di antara mereka yang meragukannya.

كَلَّا سَيَعْلَمُوْنَ.

Kallā saya‘lamūn.
“Jangan, kelak mereka akan mengetahui.” (an-Naba’ [78]: 4)

Keadaan yang sebenarnya tidaklah seperti yang disangka oleh orang-orang musyrik. Mereka kelak akan mengetahui setelah menyaksikannya sendiri bahwa apa yang sebelumnya mereka ingkari adalah benar. Oleh karena itu, hendaklah mereka menghentikan pengingkaran mereka. Dalam waktu dekat, mereka akan mengetahui hakikat yang sebenarnya.

ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُوْنَ.

Tsumma kallā saya‘lamūn.
“Kemudian jangan, kelak mereka akan mengetahui.” (an-Naba’ [78]: 5)

Mereka pasti akan menyaksikan sendiri tentang apa yang semula mereka ingkari. Mereka semua akan dihidupkan kembali dan akan diberi pembalasan yang setimpal atas ‘amalan masing-masing.

أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ مِهَادًا.

Alam naj‘alil ardha mihādā.
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi bagai hamparan? (33) (an-Naba’ [78]: 6)

Bagaimana mereka menyangkal tentang hari bangkit atau meragukannya, padahal mereka menyaksikan tanda-tanda kudrat Allah, ‘ilmu, dan hikmat-Nya. Semua itu menunjukkan bahwa Allah tidak menjadikan sesuatu secara percuma (sia-sia). Apakah mereka tidak melihat bahwa Allah telah menjadikan bumi sebagai hamparan, tempat manusia dan binatang berpijak serta mencari kehidupan dan mengambil manfaat dengan segala kebajikannya, baik yang nyata maupun yang tersembunyi.

وَ الْجِبَالَ أَوْتَادًا.

Wal jibāla autādā.
“Dan Kami jadikan gunung-gunung sebagai pasak?” (an-Naba’ [78]: 7)

Apakah mereka tidak melihat bahwa Allah telah menjadikan gunung sebagai pasak bumi, supaya bumi terpelihara dari oleng dan terombang-ambing?

وَ خَلَقْنَاكُمْ أَزْوَاجًا.

Wa khalaqnākum azwājā.
“Dan Kami menciptakan kamu berpasang-pasangan?” (44) (an-Naba’ [78]: 8)

Apakah mereka tidak melihat bahwa Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, lelaki dan perempuan, agar terciptalah saling bekerja sama untuk kesempurnaan hidup dan memelihara keturunan dan menyempurnakan mereka dengan pendidikan dan pelajaran.

وَ جَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا.

Wa ja‘alnā naumakum subātā.
“Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat?” (an-Naba’ [78]: 9)

Apakah mereka tidak merasakan bahwa Allah telah menjadikan tidur pada malam hari untuk menghilangkan lelah dan memulihkan tenaga? Seandainya Allah tidak menjadikan tidur untuk masa istirahat, tentulah manusia akan terus-menerus bekerja yang menguras habis tenaganya.

وَ جَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا.

Wa ja‘alnal laila libāsā.
“Dan Kami jadikan malam sebagai penutup badan?” (an-Naba’ [78]: 10)

Apakah mereka tidak merasakan bahwa Allah telah menjadikan malam yang gelap itu sebagai pakaian penutup tubuh mereka? Baik gelap maupun terang, keduanya mendatangkan kebajikan bagi manusia. Mereka memperoleh beberapa faedah dari kegelapan malam, sebagaimana manusia memperoleh faedah dari pakaian yang dikenakannya, yaitu melindungi diri dari cuaca panas dan dingin, serta menutup aurat. Pada malam hari, manusia dapat menghindari musuh. Bahkan malam itu sering dapat dipergunakan untuk menyelesaikan berbagai macam keperluan.

وَ جَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا.

Wa ja‘alnan nahāra ma‘āsyā.
“Dan Kami jadikan waktu siang untuk mencari kehidupan?” (an-Naba’ [78]: 11)

Apakah mereka tidak melihat bahwa Allah menjadikan siang hari sebagai waktu bagi manusia untuk mencari nafkah dan untuk menyelesaikan beberapa tugas?

وَ بَنَيْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعًا شِدَادًا.

Wa banainā fauqakum sab‘an syidādā.
“Dan di atasmu Kami bangun tujuh lapis langit yang kuat.” (55). (an-Naba’ [78]: 12)

Apakah mereka tidak melihat bahwa Allah telah menjadikan tujuh lapis langit yang sangat kukuh dan sedikit pun tidak cacat?

وَ جَعَلْنَا سِرَاجًا وَهَّاجًا.

Wa ja‘alnā sirājaw wahhājā.
“Dan telah Kami ciptakan lampu yang terang-benderang?”. (an-Naba’ [78]: 13)

Apakah mereka tidak melihat bahwa Allah telah menjadikan matahari sebagai pelita (penerang) yang sangat terang dan memancarkan panasnya yang memberikan kehidupan dan energi? Allah telah menjadikan rahasia hidup pada matahari. Sinar dan panasnya bisa menjadi sumber kehidupan bagi semua makhlūq.

وَ أَنزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا.

Wa anzalnā minal mu‘shirāti mā’an tsajjājā.
“Dan dari awan-awan Kami turunkan air yang tercurah?” (66). (an-Naba’ [78]: 14)

Apakah mereka tidak melihat bahwa Allah menurunkan hujan yang lebat dari awan?

لِنُخْرِجَ بِهِ حَبًّا وَ نَبَاتًا. وَ جَنَّاتٍ أَلْفَافًا.

Linukhrija bihi ḥabbaw wa nabātā. Wa jannātin alfāfā.
“Dengan air itu untuk Kami hasilkan tanaman berbiji dan tumbuh-tumbuhan (rerumputan). Dan kebun-kebun yang pohonnya berlapis-lapis.” (an-Naba’ [78]: 15-16)

إِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ كَانَ مِيْقَاتًا.

Inna yaumal fashli kāna mīqātā.
“Sesungguhnya hari keputusan itu adalah satu waktu yang sudah ditentukan.” (an-Naba’ [78]: 17)

Hari kiamat itulah waktu yang sudah dijanjikan untuk seluruh manusia dari zaman pertama hingga zaman terakhir. Pada hari itu, mereka diberi pahala atau diberi siksa dan pada hari itu nyatalah perbedaan antara orang-orang mu’min dan orang-orang kafir.

يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّوْرِ فَتَأْتُوْنَ أَفْوَاجًا.

Yauma yunfakhu fish shūri fa ta’tūna afwājā.
“Yaitu hari ketika sangkakala ditiup, lalu datanglah kamu berbondong-bondong.” (an-Naba’ [78]: 18)

Pada hari itu, malaikat Isrāfīl meniupkan sangkakala yang kedua. Maka bersatulah kembali nyawa (rūḥ) dan tubuh, sehingga hiduplah kembali dan bangun dari kubur menuju tempat berkumpul (Maḥsyar), dan umat manusia dipimpin oleh masing-masing rasūl-nya.

وَ فُتِحَتِ السَّمَاءُ فَكَانَتْ أَبْوَابًا.

Wa futiḥatis samā’u fa kānat abwābā.
“Dan dibukalah langit, lalu menjadilah pintu-pintu.” (an-Naba’ [78]: 19)

Pada hari itulah langit terbelah dan hancur berkeping-keping.

وَ سُيِّرَتِ الْجِبَالُ فَكَانَتْ سَرَابًا.

Wa suyyiratil jibālu fa kānat sarābā.
“Dan gunung-gunung digerakkan, yang kemudian menjadi bayangan palsu (fatamorgana).” (an-Naba’ [78]: 20)

Pada hari itu gunung-gunung pun hancur, dan terbang dihembus angin.

Catatan:

  1. 1). Kaitkan dengan akhir-akhir QS. Shād [38].
  2. 2). Kalau kita ambil pendapat Ibnu ‘Abbās, maka Yatasā’alūna diartikan mereka saling bertanya satu sama lain.
  3. 3). Kaitkan dengang QS. al-Furqān [25], az-Zukhruf [43], QS. al-Mursalāt [77].
  4. 4).Baca QS. ar-Rūm [30]: 21.
  5. 5). Kaitkan dengan QS. Nūḥ [71].
  6. 6). Kaitkn dengan QS. al-A‘rāf [7]: 57-58, QS. an-Nūr [24], QS. ar-Rūm [30], dan QS. Qāf [50].

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *