Surah al-Waqi’ah 56 ~ Tafsir ash-Shabuni (2/4)

Dari Buku: SHAFWATUT TAFASIR
(Tafsir-tafsir Pilihan)
Jilid 5 (al-Fath – an-Nas)
Oleh: Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni
Penerjemah: KH.Yasin
Penerbit: PUSTAKA AL-KAUTSAR.

Rangkaian Pos: Surah al-Waqi'ah 56 ~ Tafsir ash-Shabuni

Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda”; anak-anak muda yang mengelilingi mereka bersinar berseri-seri, tidak akan mati dan tidak akan tua. Abū Ḥayyān berkata: “Mereka disifati “tetap muda” meskipun semua isi surga dikekalkan untuk menunjukkan bahwa mereka selamanya dalam usia belia. Tidak berubah dan tidak akan tua sebagaimana disifatkan Allah.” (3141) “dengan membawa gelas”; dengan membawa bejana-bejana besar bundar tanpa tali. “dan cerek” yaitu kendi yang bertali dan bersinar karena jernih warnanya. “dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir”; dan gelas berisi arak lezat yang mengalir dari mata-mata air. Ibnu ‘Abbās berkata: “Arak itu tidak diolah sebagaimana arak dunia, namun berasal dari mata air, tidak seperti arak dunia yang diolah disarikan dengan penuh keletihan dan penyulingan.” (3152) “mereka tidak pening karenanya”; kepala mereka tidak pusing karena meminumnya. “dan tidak pula mabuk”; kesadaran mereka tidak sirna karenanya seperti halnya sifat arak dunia. Ibnu ‘Abbās berkata: “Arak mempunyai empat sifat, yaitu memabukkan, menimbulkan pusing, muntah dan banyak kencing. Allah menuturkan arak surga dan mensucikannya dari keempat sifat tercela itu.” (3163) “dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih”; bagi mereka di dalam surga ada banyak buah yang mereka pilih sesuai selera mereka karena aneka ragamnya. “dan daging burung dari apa yang mereka inginkan”; dan daging burung yang mereka sukai dan mereka harapkan. Ibnu ‘Abbās berkata: “Ketika hati seorang ahli surga terbesit ingin meni‘mati daging burung, maka burung itu terbang sampai jatuh di hadapannya sesuai seleranya dalam keadaan digoreng atau disate. Dalam hadits disebutkan: “Sesungguhnya kamu sungguh melihat burung di surga, lalu kamu menginginkannya, lalu ia tersungkur di hadapanmu dalam keadaan disate.” (3174). Ar-Rāzī berkata: “Buah-buahan didahulukan Allah atas daging, sebab ahli surga makan bukan karena lapar, namun karena untuk kesenangan. Keinginan terhadap buah-buahan lebih besar sebagaimana sifat orang-orang yang kenyang di dunia.” (3185).

Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik”; di samping ni‘mat di atas, mereka juga memperoleh istri dari bangsa bidadari yang lebar matanya dan sangat indah serta bersinar. Karena jernihnya dan bersihnya mereka bagaikan mutiara yang belum pernah tersentuh oleh tangan. Dalam at-Tashīl disebutkan, mereka diserupakan dengan mutiara karena putihnya. Allah menyifati mutiara itu sebagaimana mutiara yang tesimpan, sebab lebih terjaga dari perubahan keindahannya. Ketika Ummi Salamah r.a. bertanya kepada Nabi s.a.w. mengenai penyerupaan ini, beliau menjawab: “Jernih mereka bagaikan jernihnya mutiara dalam wadah mutiara yang belum tersentuh oleh tangan-tangan.” (3196) “Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan”; Kami berikan semua itu kepada mereka sebagai balasan atas ‘amal shāliḥ mereka di dunia.

Kemudian Allah menjelaskan sempurnanya ni‘mat mereka di surga: “Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa”; mereka tidak mendengar ucapan yang buruk dan mereka tidak berdosa karena apa yang mereka dengar. Ibnu ‘Abbās berkata: “Mereka tidak mendengar sesuatu yang bāthil dan kebohongan.” (3207) “akan tetapi mereka mendengar ucapan salām”; tetapi ucapan sebagian dari mereka kepada yang lain, yaitu salām, salām. Mereka saling menghormati satu sama lain dan memberbanyak salām di antara mereka. Dalam al-Baḥr-ul-Muḥīth disebutkan, Istisnā’ (pengecualian) ini munqathi‘, sebab salām tidak termasuk dalam ucapan sia-sia dan perkataan yang menimbulkan dosa. (3218) Abū Su‘ūd berkata: “Mereka memasyhurkan salām sehingga mereka mengucapkan salām demi salām atau mereka tidak mendengar kecuali salām orang lain, baik salām memulai maupun menjawab.” (3229).

Kemudian Allah merinci keadaan kelompok kedua, yaitu golongan kanan. Allah berfirman: “Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu”; kata tanya ini untuk mengagungkan mereka dan perintah kagum akan keadaan mereka. Ma‘nanya, tahukah kamu, siapakah mereka itu dan bagaimana keadaan mereka? “Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri”; mereka berada di bawah pepohonan bidara yang tidak berduri. ‘Ulamā’ tafsir berkata: “Yang dimaksudkan adalah pohon bidara yang sudah dipotong durinya.” Dalam hadits disebutkan, bahwa seorang Badui menghadap Nabi s.a.w. lalu berkata: “Ya Rasūlullāh, Allah menyebutkan di dalam surga (ada) sebuah pohon yang menyakiti pemiliknya.” Nabi s.a.w. menjawab: “Apa itu?” Dia menjawab: “Bidara, sebab ia mempunyai duri.” Nabi s.a.w. menjawab: “Bukankah Allah berfirman: “Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri”; Allah memotong durinya, lalu menjadikan buah pada tempat tiap duri. Dan sesungguhnya satu buah dari buah-buahnya terbelah menjadi 72 macam makanan, tidak ada padanya macam yang menyerupai yang lain.” (32310) “dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya)”; yang tersusun dan dipetik dari bawah ke atas. “dan naungan yang terbentang luas”; dan naungan yang kekal abadi, tidak akan sirna dan tidak akan dihapus oleh matahari, sebab surga seluruhnya merupakan naungan teduh dan tidak ada matahari di sana. Dalam hadits disebutkan: “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon yang pengendara berjalan di naungannya selama seratus tahun tidak habis. Jika kalian ingin, bacalah ayat: “dan naungan yang terbentang luas”. (32411) Ar-Rāzī berkata: “Ma‘na “terbentang luas”; tidak akan sirna dan kekal abadi. Ini bukanlah naungan pepohonan, namun naungan yang diciptakan oleh Allah.” (32512) “dan air yang tercurah”; air yang selalu mengalir tanpa henti dan mengalir tanpa parit. Al-Qurthubī berkata: “Bangsa ‘Arab adalah bangsa yang tinggal di daerah pedalaman dan sungai jarang di negeri mereka. Mereka tidak bisa mendapatkan air, kecuali menggunakan timba dan tali timba. Itulah sebabnya, mereka dijanjikan dengan surga yang mencakup hal-hal yang menyenangkan, yaitu pepohonan, naungan, air, sungai dan aliran sungai.” (32613). “dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya”; buah-buahan yang banyak dan bermacam-macam, tidak pernah kurang dan tidak pernah terhenti sebagaimana buah-buahan dunia tidak seorang pun dilarang mengambilnya. Ibnu ‘Abbās berkata: “Buah-buahan itu tidak terhenti dan berkurang jika dipetik dan tidak seorang pun dilarang untuk mengambilnya jika ingin.” (32714) Dalam hadits disebutkan: “Tidaklah buah di antara buah-buah surga dipetik kecuali buah lain kembali di tempatnya.” (32815) “dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk”; kasur yang tinggi dan halus. Dalam hadits disebutkan: “Tingginya sebagaimana antara langit dan bumi dan jarak antara keduanya lima ratus tahun.” (32916). Al-Alūsī berkata: “Naik turunnya kasur tersebut tidak mustahil, sebab alam surga adalah alam lain di luar jangkauan akal kita.” (33017) Kasur-kasur itu turun jika seorang mu’min ingin menempatinya. Lalu, mengangkatnya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung”; Kami ciptakan wanita-wanita surga dengan penciptaan baru yang mengagumkan. Dalam at-Tashīl disebutkan, ma‘nanya, Allah menciptakan mereka di surga dengan ciptaan baru dengan kecantikan tiada tara, lain halnya di dunia. Nenek-nenek menjadi gadis muda dan wanita yang buruk rupa menjadi wanita cantik.” (33118) Ibnu ‘Abbās berkata: “Ma‘na ayat ini, wanita bangsa manusia yang tua diciptakan Allah setelah tua dan pikun menjadi makhlūq lain.” “dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan”; Kami jadikan mereka gadis yang suci. Setiap kali suami-suami mendatangi mereka, maka mereka mendapatkan istrinya menjadi gadis perawan. “penuh cinta”; mereka merindukan suami mereka, mencintainya dan menginginkan suami mereka.” (33219) “lagi sebaya umurnya”; usianya sama dengan suami mereka, yaitu berumur tiga puluh tahun. Ummi Salamah r.a. berkata: “Aku bertanya kepada Nabi s.a.w. mengenai firman Allah: “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya” Beliau menjawab: “Hai Ummi Salamah, mereka adalah wanita-wanita yang dicabut nyawanya di dunia dalam keadaan tua, beruban, kabur matanya dan keluar kotorannya, Allah menjadikan mereka setelah tua, sebaya dengan kelahiran yang sama.” (33320) Dalam hadits disebutkan: “Seorang wanita tua menghadap Nabi s.a.w., lalu berkata: “Ya Rasūlullāh, doakanlah kepada Allah agar Dia memasukkanku ke surga.” Nabi s.a.w. bersabda: “Hai Ummi Fulan, sesungguhnya surga tidak dimasuki oleh nenek-nenek.” Maka wanita itu pergi dengan menangis, lalu Nabi bersabda: “Beritahulah dia, bahwa sesungguhnya ia tidak masuk surga dalam keadaan nenek-nenek, karena sesungguhnya Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan”. “(Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan”; Kami ciptakan gadis-gadis itu untuk golongan kanan agar mereka meni‘matinya di dalam surga.

Kemudian Allah berfirman: “(yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan besar pula dari orang yang kemudian”; mereka adalah kelompok dari umat-umat terdahulu dan kelompok umat Muḥammad s.a.w. Dalam al-Baḥr-ul-Muḥīth disebutkan: “dan segolongan besar pula dari orang yang kemudian” ayat ini tidak bertentangan dengan ayat sebelumnya: “dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian” sebab ayat kedua untuk orang-orang terdahulu. Itulah sebabnya Allah berfirman: “dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian”. Sedangkan ayat pertama adalah untuk golongan kanan. Karena itu Allah berfirman: “dan segolongan besar pula dari orang yang kemudian”. (33421)

Kemudian Allah menjelaskan golongan ketiga, yaitu ahli neraka. “Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu”; kata tanya ini berma‘na menciptakan perasaan takut sekaligus perintah heran dengan keadaan mereka. Golongan kiri adalah orang-orang yang diberi lembaran ‘amal perbuatan dengan tangan kiri, bagaimana keadaan dan kesudahan mereka? Kemudian Allah merinci hal tersebut dengan berfirman: “Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan air yang panas yang mendidih”; mereka berada dalam angin dan air panas dari neraka yang menembus pori-pori. “dan dalam naungan asap yang hitam”; dan dalam naungan dari asap hitam yang sangat hitam. “Tidak sejuk”; naungan itu tidak sejuk bagi manusia karena sangat panas. “dan tidak menyenangkan”; dan tidak nyaman dipandang orang yang ingin berteduh di sana. Al-Khāzin berkata: “Naungan dan tempat teduh faedahnya ada dua; pertama, mengusir panas dan kedua, nyaman dipandang dan seseorang di naungan itu dihormati. Namun naungan ahli neraka tidak sama, sebab mereka berada dalam asap hitam yang panas.” (33522)

Kemudian Allah menjelaskan penyebab mereka berhak disiksa demikian. “Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah”; karena mereka hidup mewah dan foya-foya di dunia dengan menuruti hawa-nafsu dan syahwat. “Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar”; dan mereka selalu melakukan dosa besar yaitu mempersekutukan Allah. ‘Ulamā’ tafsir berkata: “Maksudnya mereka selalu melakukan dosa besar ya‘ni kekafiran kepada Allah seperti dikatakan Ibnu ‘Abbās.” “Dan mereka selalu mengatakan: “Apakah apabila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan kembali?”; apakah kami akan dibangkitkan setelah jasad kami menjadi debu dan tulang-belulang yang hancur? Mereka tidak mempercayai adanya hari kebangkitan dan mendustakannya. “apakah bapak-bapak kami yang terdahulu (dibangkitkan pula)?”; ini menegaskan kembali keingkaran tersebut. Maksudnya, apakah nenek-moyang kami dahulu juga dibangkitkan setelah jasad mereka hancur dan tulang-belulang mereka bercerai-berai?

Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian, benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal”; hai Muḥammad, katakanlah kepada mereka: “Sesungguhnya seluruh makhlūq, baik yang dahulu maupun yang datang kemudian, akan dikumpulkan dan digiring untuk hari ḥisāb (dihitung ‘amalnya) yang ditentukan Allah dengan batas waktu tertentu) tidak akan maju maupun mundur.” Allah berfirman: “Hari Kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi)nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhlūq). Dan Kami tiadalah mengundurkannya, melainkan sampai waktu yang tertentu.” (Hūd: 104) “Kemudian sesungguhnya kamu hai orang yang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan memakan pohon zaqqūm”; kemudian kalian hai kaum kafir Makkah yang sesat dari petunjuk dan mendustakan hari kebangkitan, pasti memakan pohon zaqqūm yang tumbuh di dasar neraka. “dan akan memenuhi perutmu dengannya”; lalu kalian memenuhi perut dengan pohon yang buruk itu karena kalian sangat kelaparan. “Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas”; setelah memakan zaqqūm itu, kalian meminum air yang sangat panas dan mendidih. “Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum”; lalu kalian meminum seperti minumnya unta-unta kehausan. Ibnu ‘Abbās berkata: “Ma‘nanya, unta-unta kehausan dan tidak akan merasa hilang dahaganya.” (33623) Abū Su‘ūd berkata: “Ahli neraka mengalami lapar yang memaksa mereka untuk memakan zaqqūm. Setelah mereka memenuhi perut dengan zaqqūm yang sangat panas dan pahit, mereka mengalami haus yang memaksa mereka untuk meminum air panas yang memutuskan usus-usus mereka. Mereka meminumnya sebagaimana minumnya unta-unta yang menderita penyakit, sehingga mereka minum namun tidak menyebabkan kesegaran karenanya.” (33724) “Itulah hidangan untuk mereka pada hari Pembalasan”; inilah suguhan bagi mereka di hari kiamat. Ayat ini menertawakan mereka. Ash-Shāwī berkata: “Ma‘na asal nuzūl adalah hidangan yang dipersiapkan untuk tamu pada saat tiba. Karena itu, menyebut zaqqūm sebagai hidangan untuk mereka adalah menertawakan mereka.

Catatan:

  1. 314). Al-Baḥr-ul-Muḥīth, 8/205.
  2. 315). Tafsīr-ul-Qurthubī, 17/203.
  3. 316). Mukhtasharu Ibni Katsīr, 3/430.
  4. 317). Diriwayatkan ole Ibnu Abī Ḥātim. Lihat Ibnu Katsīr 3/431.
  5. 318). At-Tafsīr-ul-Kabīr, 29/153.
  6. 319). At-Tashīl, 4/89.
  7. 320). Tafsīr-ul-Qurthubī, 17/206.
  8. 321). Al-Baḥr-ul-Muḥīth, 8/206.
  9. 322). Tafsīru Abī Su‘ūd, 5/130.
  10. 323). Diriwayatkan oleh al-Ḥākim dan al-Baihaqī. Lihat Rūḥ-ul-Ma‘ānī, 27/140.
  11. 324). Diriwayatkan oleh al-Bukhārī.
  12. 325). At-Tafsīr-ul-Kabīr, 29/164.
  13. 326). Al-Qurthubī, 17/209.
  14. 327). Tafsīr-ul-Khāzin, 4/18.
  15. 328). Diriwayatkan oleh ath-Thabrānī.
  16. 329). Diriwayatkan oleh an-Nasā’ī dan at-Tirmidzī.
  17. 330). Rūḥ-ul-Ma‘ānī, 27/141.
  18. 331). At-Tashīl, 4/90.
  19. 332). Tafsīr-ul-Alūsī, 27/143.
  20. 333). Tafsīr-ul-Qurthubī, 17/210 dan hadits tersebut diriwayatkan oleh at-Tirmidzī sebagai marfū‘ dari Anas.
  21. 334). Al-Baḥr-ul-Muḥīth, 8/207.
  22. 335). Tafsīr-ul-Khāzin, 4/21.
  23. 336). Tafsīr-ul-Qurthubī, 17/215.
  24. 337). Tafsīru Abī Su‘ūd, 5/132.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *