Surah al-Qiyamah 75 ~ Tafsir adz-Dzikra

ADZ-DZIKRĀ
Terjemah & tafsir
AL-QUR’AN
dalam
huruf ‘Arab & Latin
Juz 26-30

Disusun oleh: Bachtiar Surin.
 
Penerbit: ANGKASA BANDUNG

AL-QIYĀMAH (HARI KIAMAT)

Surat ke-75
Banyak ayatnya 40
Semuanya turun di Makkah (Makkiyyah)

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Bismillāhir raḥmānir raḥīm(i)
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, dan Maha Penyayang.

 

لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ،

La uqsimu biyaumil qiyāmah(ti).

  1. Aku bersumpah dengan (bencana besar) hari kiamat.

وَ لَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ،

Wa lā uqsimu bin nafsil lawwāmah(ti).

  1. Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang penuh penyesalan. (11)

أَيْحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ،

Ayaḥsabul insānu allan najma‘a ‘izhāmah(ū).

  1. Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak (akan mampu) mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya?

بَلَى قَادِرِيْنَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ.

Balā qādirīna ‘alā an nusawwiya banānah(ū).

  1. (Dugaan itu keliru!) bahkan Kami kuasa untuk menyusun kembali (sampai kepada) jari-jemarinya (dengan sempurna).

بَلْ يُرِيْدُ الْإِنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ،

Bal yurīdul insānu liyafjura amāmah(ū).

  1. Tapi manusia itu hendak berbuat maksiat juga terus-menerus.

يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ.

Yas’alu ayyāna yaumul qiyāmah(ti).

  1. Ia bertanya: “Bila terjadinya hari kiamat?” (12)

SEBAGIAN DARI TANDA-TANDA KIAMAT

فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ،

Fa idzā bariqal bashar(u).

  1. Apabila mata terbeliak (karena ketakutan),

وَ خَسَفَ الْقَمَرُ،

Wa khasafal qamar(u).

  1. (Apabila) cahaya bulan telah padam,

وَ جُمِعَ الشَّمْسُ وَ الْقَمَرُ،

Wa jumi‘asy syamsu wal qamar(u).

  1. dan dipertautkan matahari dan bulan.

يَقُوْلُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ،

Yuqūlul insānu yauma’idzin ainal mafarr(u).

  1. Di hari itu manusia bertanya: “Ke mana tempat melarikan diri?”

كَلَّا لَا وَزَرَ،

Kallā lā wazar(a).

  1. (Tidak ada!) Benar-benar tidak ada tempat berlindung!

إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ.

Ilā rabbika yauma’idzinil mustaqarr(u).

  1. Tempat kembali pada hari itu terserah kepada Tuhanmu.

يُنَبَّأُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَ أَخَّرَ،

Yunabba’ul insānu yauma’idzim bimā qaddama wa akhkhar(a).

  1. Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa-apa yang telah dikerjakannya, dan apa pula yang pernah dilalaikannya.

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيْرَةٌ،

Balil insānu ‘alā nafsihī bashīrah(tun).

  1. Bahkan manusia itu (bertindak) menjadi saksi atas dirinya sendiri. (13).

وَ لَوْ أَلْقَى مَعَاذِيْرَهُ.

Wa lau alqā ma‘ādzīrah(u).

  1. walaupun ia mengajukan kebenaran-keberatannya.

TIGA CARA YANG DIAJARKAN TUHAN KALAU NABI
MENERIMA WAHYU DARI MALAIKAT

لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ،

Lā tuḥarrik bihī lisānaka lita‘jala bih(ī).

  1. Jangan engkau gerakkan dahulu lidah (dan bibirmu) karena hendak cepat menguasainya.

إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَ قُرْآنَهُ،

Inna ‘alainā jam‘ahū wa qur’ānah(u).

  1. Sesungguhnya, adalah menjadi tanggungan Kami mengumpulkannya (dalam dadamu), dan (menjadikanmu pandai) membacanya.

فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ،

Fa idzā qara’nāhu fattabi‘ qur’ānah(ū).

  1. Manakala malaikat telah selesai membacakannya, ikutilah bacaannya.

ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ.

Tsumma inna ‘alainā bayānah(u).

  1. Sesudah itu, menjadi tanggungan Kamilah penjelasannya.

LAGI-LAGI PENGINGKARAN KAUM MUSYRIK
TERHADAP HARI BERBANGKIT

كَلَّا بَلْ تُحِبُّوْنَ الْعَاجِلَةَ،

Kallā bal tuḥibbunal ‘ājilah(ta).

  1. Itu keliru! (14) (Kamu berpendapat demikian), karena kamu mencintai kehidupan duniawi.

وَ تَذَرُوْنَ الْلآخِرَةَ.

Wa tadzarūnal ākhirah(ta).

  1. dan kamu tinggalkan (kehidupan) akhirat.

وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ،

Wujūhuy yauma’idzin nādhirah(tun).

  1. Wajah-wajah (orang yang beriman) pada hari itu berseri-seri.

إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ.

Ilā rabbihā nāzhirah(tun).

  1. Melepas pandang kepada Tuhannya.

وَ وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ،

Wa wujūhuy yauma’idzim bāsirah(tun).

  1. Sebaliknya wajah-wajah (orang yang ingkar) pada hari itu menjadi muram,

تَظُنُّ أَنْ يُفْعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ.

Tazhunnu an yuf‘ala bihā fāqirah(tun).

  1. sebab yakin dia akan ditimpa bencana dahsyat.

SENGSARA KEMATIAN

كَلَّا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ،

Kallā idzā balaghatit tarāqiy(a).

  1. Waspadalah apabila nyawa telah sampai mendekati kerongkongan!

وَ قِيْلَ مَنْ رَاقٍ،

Wa qīla man…. rāq(in).

  1. Dan (keluarganya) berkata: “Siapakah yang dapat menolongnya (dari sengsara kematian itu?” (15).

وَ ظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ،

Wa zhanna annahul firāq(u).

28, Dia pun yakin bahwa peristiwa itu adalah (saat) perpisahan (dengan dunia dan kemewahannya).

وَ الْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ،

Waltaffatis sāqu bis sāq(i).

  1. Maka bertautlah betis kanan dan betis kiri. (16).

إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ.

Ilā rabbika yauma’idzinil masāq(u).

  1. Pada hari itu kamu dihalau menghadap Tuhanmu.

فَلَا صَدَّقَ وَ لَا صَلَّى،

Falā shaddaqa wa lā shallā.

  1. sebab tidak mau membenarkan (ke-Esa-an Tuhan), dan tidak mau mengerjakan shalat.

وَ لكِنْ كَذَّبَ وَ تَوَلَّى،

Wa lākin kadzdzaba wa tawallā.

  1. Bahkan ia mendustakan (kitab-kitab) dan mengingkari (rasūl-rasūl).

ثُمَّ ذَهَبَ إِلَى أَهْلِهِ يَتَمَطَّى.

Tsumma dzahaba ilā ahlihī yatamaththā.

  1. Lalu ia pergi menemui keluarganya dengan lagak angkuh.

أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى،

Aulā laka fa aulā.

  1. Celakalah kau, dan celakalah!

ثُمَّ أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى،

Tsumma aulā laka fa aulā.

  1. Sekali lagi, Celakalah kau, dan celakalah! (17).

أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى.

Ayaḥsabu insānu ay yutraka sudā(n).

  1. Apakah manusia itu mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja? (18)

أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى،

Alam yaku nuthfatam mim maniyiy yumnā.

  1. Bukankah (dahulu) ia hanya setetes mani yang dipancarkan (ke dalam rahim)?

ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى،

Tsumma kāna ‘alaqatan fa khalaqa fa sawwā.

  1. Kemudian mani itu menjadi segumpal darah. Lalu Tuhan menciptakannya (menjadi makhluq) dan menyempurnakan (kejadiannya).

فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَ الْأُنْثَى،

Fa ja‘ala minhuz zaujainidz dzakara wal untsā.

  1. Selanjutnya dijadikan Tuhan daripadanya pasangan anak-anak laki-laki dan perempuan.

أَلَيْسَ ذلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى.

Alaisa dzālika biqādirin ‘alā ay yuḥyiyal mautā.

  1. Tidakkah Tuhan yang berkuasa berbuat demikian, kuasa pula untuk menghidupkan kembali setelah ia mati?

Catatan:

  1. 1). Maksudnya, setiap orang pada hari itu menyesal. Orang yang selama hidupnya di dunia telah berbuat dosa, menyesal karena dosa-dosanya. Sebaliknya orang yang pernah berbuat ‘amal shalih pun menyesal juga, mengapa ‘amal shāliḥ itu tidak diperbuatnya lebih banyak lagi.
  2. 1). Lihat: 10: 48; 23: 36,37; 6: 29; dan 45: 24.
  3. 1). Maksudnya, pendengaran, penglihatan, kaki, tangan, dan semua anggota manusia itu akan berbicara banyak mengenai apa-apa yang telah diperbuat oleh manusia itu selama hidupnya dahulu. Jadi untuk mencari informasi mengenai dirinya tidak memerlukan orang lain di luar tubuhnya sendiri. Sebab semua anggotanya akan dijadikan Allah pandai berbicara. Lihat 36: 65.
  4. 1). Kaum musyrik berpendapat tidak ada kehidupan sesudah mati, tidak ada hari berbangkit, dan sebagainya. Pendapat kaum musyrik itu keliru.
  5. 1). Baca: Adakah dokter yang sanggup menyembuhkannya dari sakitnya ini?
  6. 1). Jika seseorang (terutama yang ingkar kepada Tuhan), menghadapi sengsara kematian, maka derita demi derita bertumpan-tindih menimpanya. Baik derita itu berupa beratnya berpisah dengan dunia, maupun derita ketakutan menghadapi bencana akhirat. Kalau penderitaan sudah sampai di puncaknya, maka orang ‘Arab mengatakan: “Telah bertaut betis dengan betis”. Terhadap peristiwa yang sama, di Indonesia orang mengatakan kurang-lebih: “Telah kuncup kedua telinganya.”
  7. 1). Kata “Celaka” pada ayat 34 dan 35, terjemahan dari kata “Aulā”. Namun kata “Aulā” itu dapat juga berma‘na: “Lebih baik” atau “Lebih patut”. Maka dalam hal ini kalimat di atas berbunyi: “Nerakalah yang lebih baik (lebih patut) untukmu.”
  8. 1). Maksudnya, tanpa pertanggungan jawab: Ya‘ni di dunia tidak usah mengerjakan perintah Tuhan dan menghentikan larangan-Nya. Sedangkan di akhirat tidak akan menghadapi perhisaban.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *