الْقَارِعَةُ
AL-QĀRI‘AH
Surah Ke-101; 11 Ayat.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan nama Allah, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
الْقَارِعَةُ.
مَا الْقَارِعَةُ.
وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ.
يَوْمَ يَكُوْنُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوْثِ.
وَ تَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوْشِ.
101:1. Hari Kiamat,
101:2. Apakah hari Kiamat itu?
101:3. Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?
101:4. Pada hari itu manusia seperti anai-anai yang bertebaran.
101:5. Dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.
Al-Qāri‘ah (hari kiamat – ayat 1). Yang dimaksud al-qāri‘ah adalah bencana yang menghantam manusia dan membinasakannya. Bencana itu bisa berupa kiamat besar bisa pula kiamat kecil (kematian). Jika yang dimaksud adalah kiamat besar (kubrā), maka yang dimaksud bencana yang menghantam di sini adalah keadaan tersibakkannya “Dzat” ‘ubūdiyyah (Dzat dalam Keesaan-Nya Sendiri) dan lenyapnya seluruh wujud insani yang menghantam (kesadaran) manusia. (Begitu dahsyatnya) hantaman itu hingga tak terkira besarnya dan tak diketahui hakikatnya.
Yauma yakūn-un-nāsu kal-farāsy-il-mabtsūts (Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang berterbangan – ayat 4). Jelasnya, dalam keadaan penyaksian yang dahsyat itu, manusia tertunduk hina, wajah carut-marut seperti anai-anai yang beterbangan. Suatu keadaan hina-dina yang paling rendah karena sedikit pun mereka tak berdaya, dan sebelumnya (di dunia) mereka tak pernah tiba (ke dalam ketersingkapan yang pernah dialami) oleh sang muwaḥḥid sejati; seperti disebutkan hadis: “Tidak akan sempurna iman seseorang sehingga ia melihat manusia (lainnya) seperti unta-unta dan anai-anai.” (yang beterbangan ketika terbakar api – Ibn ‘Arabi). Orang yang sempurna imannya itu (muwaḥḥid sejati) memandang manusia demikian karena pada hakikatnya ia melihat dengan pandangan fanā’.
Wa takūn-ul-jibālu kal-‘ihn-il-manfūsy (dan gunung-gunung adalah seperti bulu-bulu yang berhamburan – ayat 5). Yang dimaksud “gunung-gunung” adalah alam dan berbagai tingkatan wujud yang sangat beragam, baik dari segi jenis maupun spesiesnya. Pada hari itu gunung-gunung akan seperti bulu-bulu yang berhamburan karena ia menjadi debu yang berhamburan, menjadi halus dan lenyap ditelan ketersingkapan (tajalli).
Jika yang dimaksud dengan manusia (dalam ayat 4) itu adalah mereka yang berada dalam kiamat kubra, maka maknanya adalah bahwa mereka seperti anai-anai yang beterbangan yang terbakar cahaya ketersibakan dan musnah (dan “gunung-gunung”) tubuh mereka serta sifat berikut perbedaan tingkatan dan jenisnya akan seperti (bulu yang beterbangan) ditelan kemusnahan. Hanya saja, makna demikian tidak disokong oleh ayat berikutnya: Dan ada pun orang-orang yang berat timbangan [kebaikan]-nya….Dan ada pun orang-orang yang ringan timbangan [kebaikan]-nya – ayat 6&8). Karena dalam ayat ini tidak ada penjelasan rinci.
Ketahuilah bahwa timbangan al-Ḥaqq itu berbeda dengan timbangan makhluk. Sebab timbangan makhluk menimbang barang berdasarkan berat-ringannya. Sementara timbangan al-Ḥaqq adalah prinsip keadilan, di mana barang yang dianggap berat atau berharga di sisi-Nya adalah amal saleh yang abadi, dan tidak ada bobot yang lebih berat daripada keabadian. Sedangkan yang ringan dan remeh-remeh serta tak berharga di sisi Allah adalah amal-amal yang binasa dan rusak, seperti kelezatan materi dan syahwat. Dan tidak ada keringanan yang lebih ringan daripada kesia-siaan belaka.
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِيْنُهُ.
فَهُوَ فِيْ عِيْشَةٍ رَّاضِيَةٍ.
وَ أَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِيْنُهُ.
فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ.
وَ مَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ.
نَارٌ حَامِيَةٌ.
101:6. Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan) nya,
101:7. Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.
101:8. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan) nya,
101:9. Maka tempat kembalinya adalah neraka Hāwiyah.
101:10. Dan tahukah kamu apakah neraka Hāwiyah itu?
101:11. (Yaitu) api yang sangat panas.
Fa ammā man tsaqulat mawāzinuh (Dan ada pun orang-orang yang berat timbangan [kebaikan]-nya – ayat 6), berupa ilmu-ilmu hakiki, keutamaan-keutamaan jiwa, kesempurnaan hati dan ruhani, (maka ia berada di dalam kehidupan yang penuh kepuasan). Jelasnya, ia berada dalam kehidupan hakiki di surga sifat yang berada di atas surga perbuatan.
Wa ammā man khaffat mawāzinuh (dan ada pun orang-orang yang ringan timbangan [kebaikan]-nya – ayat 7), berupa amal-amal buruk, kehinaan jiwa, (maka, tempat kembalinya adalah neraka Hāwiyah). Jelasnya, tempat kembalinya adalah dasar sumur Jahannam tabiat jasmani yang paling dalam, yang seluruh penghuninya terjatuh ke dalamnya.
Wa mā adrāka (Dan tahukah kamu – ayat 9) hakikat hāwiyah dan keadaannya? Itulah (neraka) akibat tabiat rendah (yang sangat panas) dan membakar sepanas-panasnya. Bisa juga makna “tempat kembalinya adalah hāwiyah”: adalah bahwa ia akan binasa. Dan tahukah kamu bencana apa yang membinasakan itu? Itulah neraka yang sangat panas.
Sementara itu, jika yang dimaksud manusia (dalam ayat 4 di atas) adalah mereka yang ditimpa kematian (kiamat sughrā), maka yang dimaksud dengan “bencana yang menghantam” itu adalah keadaan “mau-mati” yang menghantam manusia karena saking sakitnya. Dalam keadaan itu, karena lepasnya mereka dari tubuh, bangkitnya dari tidur (kehidupan dunia), keberangkatan mereka menuju alam cahaya, ketundukan dan kehinaan mereka, bercerai berainya tujuan mereka, keheranan mereka seiring dengan perbedaan akidah hawa nafsu mereka; karena itu semua maka mereka tak ubahnya seperti anai-anai yang beterbangan, dan “gunung” anggota-anggota tubuh pun menjadi berbeda-beda dari segi warna, jenis, dan komposisi, serta hancur lebur menjadi debu yang seperti bulu-bulu berhamburan. Ada pun yang tidak hancur lebur adalah mereka yang telah disinggung di atas. Wallāhu a‘lam.