Surah al-Qari’ah 101 ~ Tafsir al-Jalalain

Dari Buku:
Tafsir Jalalain.
(Jilid 4. Dari Sūrat-uz-Zumar sampai Sūrat-un-Nās)
Oleh: Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

101

SŪRAT-UT-QĀRI‘AH

Makkiyyah, 11 ayat

Turun sesudah Sūrat-ul-Quraisy

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

الْقَارِعَةُ.

1. (الْقَارِعَةُ.) “Hari kiamat” dinamakan al-Qāri‘ah karena kengerian-kengerian yang terjadi di dalamnya sangat menggentarkan qalbu.

مَا الْقَارِعَةُ.

2. (مَا الْقَارِعَةُ.) “Apakah hari kiamat itu?” ungkapan ini menggambarkan tentang kengeriannya; ayat yang pertama dan ayat yang kedua merupakan mubtada dan khabar-nya.

وَ مَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ.

3. (وَ مَا أَدْرَاكَ) “Tahukah kamu” atau apakah kamu tahu (مَا الْقَارِعَةُ) “apakah hari kiamat itu?” ungkapan ayat ini menambah kengerian yang terdapat di hari kiamat. Lafal yang pertama adalah mubtada sedangkan lafal sesudahnya yaitu lafal adrāka merupakan khabar-nya; dan yang kedua berikut khabar-nya berkedudukan sebagai maf‘ūl kedua dari lafal adrā.

يَوْمَ يَكُوْنُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوْثِ.

4. (يَوْمَ) “Pada hari itu” dinashabkan oleh lafal yang disimpulkan dari pengertian yang terkandung di dalam lafal al-Qāri‘ah yakni lafal taqra‘u, artinya pada hari yang menggentarkan itu (يَكُوْنُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوْثِ) “manusia adalah seperti anai-anai yang dihambur-hamburkan” atau seakan-akan belalang-belalang yang dihambur-hamburkan; sebagian di antaranya terbang beriring-iringan dengan yang lainnya secara semrawut. Demikian itu karena mereka dalam keadaan kebingungan, hal ini terus berlangsung hingga mereka dipanggil untuk menjalani perhitungan amal perbuatan.

وَ تَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوْشِ.

5. (وَ تَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوْشِ.) “Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan” atau bagaikan wool yang terhambur-hamburkan, karena ringannya, sehingga jatuh kembali rata dengan tanah.

فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِيْنُهُ.

6. (فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِيْنُهُ.) “Dan adapun orang yang berat timbangannya” artinya amal kebaikannya lebih berat daripada amal keburukannya.

فَهُوَ فِيْ عِيْشَةٍ رَّاضِيَةٍ.

7. (فَهُوَ فِيْ عِيْشَةٍ رَّاضِيَةٍ.) “Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan” yaitu berada di dalam surga; atau dengan kata lain kehidupan yang diterimanya itu sangat memuaskannya.

وَ أَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِيْنُهُ.

8. (وَ أَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِيْنُهُ.) “Dan adapun orang yang ringan timbangannya” artinya amal keburukannya lebih berat daripada amal kebaikannya.

فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ.

9. (فَأُمُّهُ) “Maka tempat kembalinya” yaitu tempat tinggalnya (هَاوِيَةٌ) “adalah neraka Hāwiyah.

وَ مَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ.

10. (وَ مَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ.) “Dan tahukah kamu, apakah Hāwiyah itu?” atau apakah neraka Hāwiyah itu?

نَارٌ حَامِيَةٌ.

11. Neraka Hāwiyah itu adalah (نَارٌ حَامِيَةٌ.) “api yang sangat panas” yang panasnya luar biasa; huruf hā’ yang terdapat pada lafal hiyah adalah hā’ sakta, baik dalam keadaan washal ataupun waqaf tetap dibaca. Tetapi menurut suatu qira’at tidak dibaca bila dalam keadaan washal.