Surah al-Qari’ah 101 ~ Tafsir al-Jailani

Dari Buku: TAFSIR al-Jaelani
Oleh: Syekh ‘Abdul-Qadir Jaelani
Penerjemah: Abdul Hamid

Penerbit: PT. SAHARA intisains

Surah ke 101; 11 ayat
Al-Qāri‘ah
(hari kiamat).

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Pembuka Surah al-Qāri‘ah.

Orang yang meyakini dan mampu menyingkap rahasia kehidupan dunia dan kehidupan akhirat; pasti mengetahui bahwa kehidupan dunia berfungsi untuk memperoleh segala macam ma‘rifat dan kebenaran sempurna yang tersimpan dalam lipatan berbagai taklif Ilahi dan rahasia perintah serta hukum-Nya. sedangkan kehidupan akhirat berfungsi untuk memberikan balasan yang dihasilkan dari ma‘rifat dan hakikat. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang menganggap remeh dan melalaikan sesuatu yang diwajibkan kepadanya pada saat ia di dunia, berarti ia telah tersesat dan durhaka. Maka dari itu, ia berhak mendapat celaan dan kobaran api neraka serta bergabung dengan orang-orang yang merugi dalam amalan mereka, yang nyata-nyata telah sesat dalam usaha mereka di dunia. Sedangkan di akhirat nanti, mereka juga akan dibalas sesuai dengan amalan di dunia.

Untuk mengintimidasi dan menegur orang-orang yang lalai, Allah s.w.t. menamai hari kiamat dengan al-Qāri‘ah (bencana). Lalu Dia menyamarkannya dengan tujuan untuk menakut-nakuti dan membuat ngeri manusia. Setelah memberikan keberkahan, Allah s.w.t. berfirman: (بِسْمِ اللهِ) [Dengan menyebut nama Allah] yang disifati sebagai Dzat Yang Maha Perkasa dan Maha Lembut sesuai dengan kehidupan dunia dan akhirat, (الرَّحْمنِ) [Yang Maha Pemurah] kepada semua orang yang mentaati-Nya pada saat di dunia, (الرَّحِيْمِ) [lagi Maha Penyayang] kepada orang-orang yang ikhlas di antara mereka di akhirat, dengan cara mengantarkan mereka ke derajat surga Na‘īm yang paling tinggi.

Ayat 1.

(الْقَارِعَةُ) [Hari Kiamat], yakni waktu di mana pendengaran terasa dipukul oleh kengerian dan ketakutan yang ditimbulkannya, dan akal dibuat tercengang oleh kesulitan dan kekuatannya. Kemudian, untuk menakut-nakuti, Allah s.w.t. menyamarkannya dengan mengajukan pertanyaan:

Ayat 2.

(مَا الْقَارِعَةُ) [Apakah Hari Kiamat] yang disebutkan itu dan apa pula tanda-tandanya? Kemudian Allah s.w.t. menyamarkannya lagi kepada kekasih-Nya, Muḥammad s.a.w., untuk menegaskan kengerian dan kedahsyatan Hari Kiamat dengan mengajukan pertanyaan:

Ayat 3.

(وَ مَا أَدْرَاكَ) [Tahukah kamu] wahai Rasul yang paling sempurna, (مَا الْقَارِعَةُ) [apakah Hari Kiamat itu] yang keadaannya sangat mencengangkan, mengerikan, dan ketakutan yang ditimbulkannya sangat besar.

Kemudian Allah s.w.t. menyebutkan beberapa peristiwa yang terjadi pada Hari Kiamat berikut dampaknya, supaya perhatian Nabi s.a.w. berpindah dari pengertian Hari Kiamat kepada peristiwa yang terjadi pada hari tersebut. Dia menyebutkan dengan cara seperti ini karena kedahsyatan dan kengeriannya, yang berfungsi sebagai intimidasi di atas intimidasi, dan penekanan di atas penekanan.

Ayat 4.

Jadi Allah s.w.t. mengatakan: wahai Rasul yang paling sempurna, paparkanlah kepada orang yang mengingat bahwa (يَوْمَ يَكُوْنُ النَّاسُ) [pada hari itu manusia], karena besarnya perasaan takut dan ngeri mereka, (كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوْثِ) [adalah seperti anai-anai yang bertebaran], yaitu seperti burung yang berdesak-desakan menuju api karena besarnya kekacauan yang terjadi pada saat itu. Maksudnya, pada hari itu manusia menjadi seperti laron yang beterbangan ke seluruh penjuru karena adanya goncangan yang begitu dahsyat, di mana mereka tidak dapat menguasai diri mereka sendiri. Bahkan sebagian dari mereka saling menaiki dan menginjak-injak sebagian yang lain karena begitu dahsyatnya rasa khawatir dan takut mereka, dan karena mereka saling berdesak-desakan satu sama lain.

Ayat 5.

(وَ تَكُوْنُ الْجِبَالُ) [Dan gunung-gunung], karena keperkasaan Allah s.w.t. yang sempurna dan karena kemarahan-Nya, (كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوْشِ) [adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan], yaitu menjadi seperti bulu berwarna-warni yang dibuyarkan dan beterbangan di udara ke kanan dan ke kiri.

Ayat 6.

Ringkasnya: (فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِيْنُهُ) [adapun orang-orang yang berat timbangannya] pada hari itu, di mana kadar kebaikannya lebih berat dibandingkan dengan kadar keburukannya.

Ayat 7.

(فَهُوَ) [Maka ia] pada hari itu (فِيْ عِيْشَةٍ) [berada dalam kehidupan] yang enak, nyaman, (رَّاضِيَةٍ) [lagi memuaskan] pemiliknya.

Ayat 8.

(وَ أَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِيْنُهُ) [Dan adapun orang-orang yang ringan timbangannya] pada hari itu, di mana timbangan kebaikannya dalam keadaan ringan dan timbangan keburukannya dalam keadaan berat.

Ayat 9.

(فَأُمُّهُ) [Maka tempat kembalinya], kediamannya, dan tempat tinggalnya (هَاوِيَةٌ) [adalah neraka Hawiyah]. Ini merupakan salah satu nama neraka.

Ayat 10.

Kemudian Allah s.w.t. menyamarkan neraka itu untuk menakut-nakuti dan mengintimidasi manusia seraya mengajukan pertanyaan, (وَ مَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ) [dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?].

Ayat 11.

Kemudian Allah s.w.t. menafsirkannya supaya lebih bisa mengintimidasi orang-orang yang mendengarkannya dengan berfirman: (نَارٌ حَامِيَةٌ) [(yaitu) api yang sangat panas]. Yaitu api yang benar-benar panas, di mana panasnya sudah sampai batas maksimal.

Semoga Allah s.w.t. melindungi kita dan semua hamba-Nya dari api tersebut.

 

Penutup Surah al-Qāri‘ah.

Wahai orang yang berharap kebaikannya lebih berat dibandingkan dengan keburukannya; kamu harus menyingkirkan segala macam kelezatan dunia dan syahwatnya dari sirr dan hatimu, lalu kamu condong kepada kelezatan rohani yang berasal dari keadaan dan kebaikan akhirat yang sudah pasti akan menghasilkan derajat yang tinggi dan maqam yang luhur di sisi Allah s.w.t.

Berhati-hatilah kamu terhadap angan-angan dan harapan yang tinggi. Sebab hal itu dapat menjerumuskanmu ke dalam bencana yang besar dan cobaan yang keras, di mana kamu tidak akan bisa selamat darinya.

Semoga Allah s.w.t. membebaskan kita dan semua hamba-Nya dari segala macam belenggu dunia dan isinya.