Surah al-Qadar 97 ~ Tafsir Ibni ‘Arabi

Dari Buku:
Isyarat Ilahi
(Tafsir Juz ‘Amma Ibn ‘Arabi)
Oleh: Muhyiddin Ibn ‘Arabi

Penerjemah: Cecep Ramli Bihar Anwar
Penerbit: Iiman
Didistribusikan oleh: Mizan Media Utama (MMU)

الْقَدَرُ

AL-QADR

Surah Ke-97; 5 Ayat.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

 

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ.

وَ مَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ.

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ.

097:1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan.

097:2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?

097:3. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.

Inna anzalnahu fi lailat-il-qadar (Sesungguhnya Kami telah menurunkannya [Al-Qur’an] pada malam kemuliaan [lailat-ul-qadr] – ayat 1). Yang dimaksud lailat-ul-qadr atau malam kemuliaan adalah “tubuh muḥammadiyyah” (al-binyah al-muḥammadiyyah) pada saat beliau terhijab di dalam maqam hati setelah beliau mencapai penyaksian “Dzat” (al-syuhūd al-dzātiyy). Alasannya, karena sesungguhnya penurunan ayat tak mungkin terjadi kecuali dalam “tubuh” ini, di dalam keadaan seperti itu. Sedangkan yang dimaksud al-qadr adalah kemuliaan beliau. Sebab, tidak akan muncul kemuliaannya dan tidak akan diketahui oleh beliau kecuali dalam tubuh itu. Kemudian Allah mengagungkan “tubuh” itu dengan firman-Nya: Dan peringatkanlah mereka dengan hari-hari Allah (Ibrāhīm 14: 5). Sebab, segala sesuatu yang ada pada dasarnya adalah dari Allah.

Nah jika dalam ayat di atas (Ibrāhīm 14: 5) Allah telah menjamin (isti‘ārah) kata “hari-hari Allah” untuk memaksudkan ragam individualitas (asykhash) dari segala sesuatu yang ada, maka setiap species (nau‘) yang mencakup beberapa individualitas, secara metaforis, bisa pula disebut “bulan”. Alasannya, karena bulan mencakup hari, seperti halnya spesies (nau‘) mencakup ragam individu. Lebih lanjut, setiap genus (jins) bisa pula disebut tahun, karena tahun mencakup bulan, seperti halnya genus (jins) mencakup spesies (nau‘). Sementara itu, kata seribu (alf) adalah bilangan paling besar, yang tidak ada bilangan yang lebih besar lagi kecuali dengan mengulang kata seribu itu atau dengan idhāfat (Dalam bahasa ‘Arab klasik, tidak ada bilangan yang lebih besar dari seribu, kecuali kalau kata seribu itu diulang-ulang atau digabungkan (idhāfat) dengan kata lain. Misalnya, untuk menyebut angka sejuta, orang ‘Arab mengatakan alfu alfin [“seribu ribu”, yang berarti sejuta] – pen.).

Karena itu, kata seribu (alf) dijadikan kata kiasan untuk menunjukkan universalitas (artinya, seribu adalah kiasan dari universalitas yang mencakup segala sesuatu – pen.). Jadi, kata seribu dalam ayat: Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan (lailat-ul-qadr khairun min alfi syahr – ayat 3), secara kiasan bisa pula berarti universalitas yang mencakup segala sesuatu. Maka dari itu, ayat tiga ini secara keseluruhan bisa pula berarti: Pribadi atau individu (syakhs) Muḥammad sendiri lebih baik dari segala spesies alam semesta ini.

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَ الرُّوْحُ فِيْهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّنْ كُلِّ أَمْرٍ.

سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ.

097:4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.

097:5. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.

Setelah itu, Allah menjelaskan segi-segi keutamaan pribadi itu dan sebab-sebab kebaikannya. Allah berfirman: Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan (tanazzalu al-malaikatu war-rūḥ fiha bi idzni rabbihim min kulli amr – ayat 4). Maksudnya, ke dalam pribadi itu turun daya-daya ruhani dan nafsani, bahkan malakut samawi dan bumi, dan ruh dari segala perkara [min kulli amr]. Lebih jelasnya, seluruh sisi dari segala perkara telah diketahuinya: mulai dari wujud, dzat, sifat, watak, hukum-hukum ajeg, keadaan, pengelolaan dan penggunaannya.

Salamun hiya (Malam [“tubuh Muḥammad”] itu [penuh] keselamatan – ayat 5) dari segala kekurangan dan cacat. Sampai [ḥatta] waktu terbitnya “matahari” ruh dari tempat terbenamnya, yakni sampai waktu menjelang maut, sebab pada saat itu tubuhnya tidak lagi selamat. Atau bisa juga ayat itu berarti: Keselamatanlah pada pribadinya karena banyaknya salam yang disampaikan kepadanya, dari Allah, seluruh malaikat dan manusia. Wallāhu a‘lam.