Surah al-Qadar 97 ~ Tafsir al-Jalalain

Dari Buku:
Tafsir Jalalain.
(Jilid 4. Dari Sūrat-uz-Zumar sampai Sūrat-un-Nās)
Oleh: Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi

Penerjemah: Bahrun Abu Bakar L.C.
Penerbit: Sinar Baru Algensindo Bandung

097

SŪRAT-UL-QADR

Makkiyyah atau Madaniyyah, 5 ayat

Turun sesudah Sūratu ‘Abasa

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ.

1. (إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ) “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya” yaitu menurunkan al-Qur’an seluruhnya secara sekali turun dari lauḥ-ul-maḥfūzh hingga ke langit yang paling bawah (فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ) “pada malam kemuliaan” yaitu malam lailat-ul-qadar, malam yang penuh dengan kemuliaan dan kebesaran.

وَ مَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ.

2. (وَ مَا أَدْرَاكَ) “Dan tahukah kamu” Hai Muḥammad (مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ) “apakah malam kemuliaan itu?” ungkapan ini sebagai pernyataan ta‘jub atas keagungan yang terdapat pada lailat-ul-qadar.

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ.

3. (لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ.) “Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan” yang tidak ada malam lailat-ul-qadar-nya; beramal saleh pada malam itu pahalanya jauh lebih besar dan lebih baik daripada beramal saleh yang dilakukan selama seribu bulan yang tidak mengandung malam lailat-ul-qadar.

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَ الرُّوْحُ فِيْهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّنْ كُلِّ أَمْرٍ.

4. (تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ) “Turunlah malaikat-malaikat” bentuk asal dari lafal tanazzalu adalah tatanazzalu, kemudian salah satu huruf tā’-nya dibuang, sehingga jadilah tanazzalu (وَ الرُّوْحُ) “dan ar-Rūḥ” yakni malaikat Jibril (فِيْهَا) “di malam itu” artinya pada malam kemuliaan/lailat-ul-qadar itu (بِإِذْنِ رَبِّهِم) “dengan izin Rabbnya” dengan perintah dari-Nya (مِّنْ كُلِّ أَمْرٍ) “untuk mengatur segala urusan” atau untuk menjalankan ketetapan Allah buat tahun itu hingga tahun berikutnya, hal ini terjadi pada malam kemuliaan itu. Huruf min di sini bermakna sababiyah atau sama artinya dengan huruf bā’; yakni mereka turun dengan seizin Rabbnya dengan membawa segala urusan yang telah menjadi ketetapan-Nya untuk tahun itu hingga tahun berikutnya.

سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

5. (سَلَامٌ هِيَ) “Malam itu penuh dengan kesejahteraan” lafal ayat ini sebagai khabar muqaddam atau khabar yang didahulukan, sedangkan mubtada-nya ialah (حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ) “sampai terbit fajar” dapat dibaca mathla‘-al-fajri dan mathla‘-il-fajri, artinya hingga waktu fajar. Malam itu dinamakan sebagai malam yang penuh dengan kesejahteraan, karena para malaikat banyak mengucapkan salam, yaitu setiap kali melewati seorang mukmin baik laki-laki maupun perempuan mereka selalu mengucapkan salam kepadanya.

 

ASBĀB-UN-NUZŪL

SŪRAT-UL-QADR

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

 

Imām Tirmidzī, Imām Ḥakīm dan Imām Ibnu Jarīr semuanya telah mengetengahkan sebuah hadits melalui al-Ḥasan ibnu ‘Alī yang telah menceritakan bahwa sesungguhnya Nabi s.a.w. telah bermimpi melihat Bani Umayyah berada di atas mimbarnya, maka hal itu membuatnya berduka cita. Lalu turunlah ayat ini, yaitu:

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu al-Kautsar.” (al-Kautsar [108]” 1).

dan turun pula ayat lainnya, yaitu firman-Nya:

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (al-Qadr [097]: 1-3)

Artinya, seribu bulan itu dimiliki oleh Bani Umayyah sesudahmu.

Al-Qāsim-ul-Ḥarrānī telah mengatakan, kami hitung-hitung (umur kekhalifahan Bani Umayyah), ternyata masa kekhalifahan mereka itu hanya berlangsung selama seribu bulan tidak lebih dan tidak pula kurang.

Imām Tirmidzī memberikan komentarnya bahwa hadits ini berpredikat gharīb atau aneh. Sedangkan al-Muzannī dan Ibnu Katsīr telah mengatakan: hadits ini berpredikat munkar jiddan atau sangat diingkari.

Ibnu Abī Ḥātim dan al-Wāhidī kedua-duanya telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Mujāhid yang telah menceritakan, bahwasanya Rasulullah s.a.w. pernah menceritakan tentang seorang lelaki dari kalangan kaum Bani Isra’il; ia menyandang senjatanya selama seribu bulan untuk berjuang di jalan Allah. Kaum muslimin merasa ta‘jub atas hal tersebut, maka Allah s.w.t. segera menurunkan firman-Nya:

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (al-Qadr [097]: 1-3)

Maksudnya, beramal saleh pada malam kemuliaan itu jauh lebih baik dan jauh lebih besar pahalanya daripada pahala seorang lelali yang menyandang senjatanya selama seribu bulan di jalan Allah.

Imām Ibnu Jarīr telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Mujāhid yang telah menceritakan, bahwa di kalangan orang-orang Bani Isrā’īl terdapat seorang laki-laki yang setiap malam selalu salat hingga pagi hari, kemudian pada siang harinya ia selalu berjihad melawan musuh-musuh Allah hingga sore harinya. Hal tersebut dilakukannya selama seribu bulan secara terus-menerus. Maka Allah menurunkan firman-Nya:

Malam kemuliaan (lailat-ul-qadar) itu lebih baik dari seribu bulan.” (al-Qadr [097]: 3)

Maksudnya, beramal saleh pada malam lailat-ul-qadar itu pahalanya jauh lebih baik dan lebih besar daripada amalan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dari Bani Isrā’īl itu.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *