Surah al-Muzzammil 73 – Tafsir Ayat (Bagian 2) ~ Tafsir ash-Shabuni

Dari Buku: SHAFWATUT TAFASIR
(Tafsir-tafsir Pilihan)
Jilid 5 (al-Fath – an-Nas)
Oleh: Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni
Penerjemah: KH.Yasin
Penerbit: PUSTAKA AL-KAUTSAR.

Rangkaian Pos: Surah al-Muzzammil 73 ~ Tafsir ash-Shabuni

Kemudian Allah menjelaskan keutamaan shalat malam dan ibadah malam: “Sesungguhnya bangun di waktu malam”; waktu-waktu malam yang dipergunakan seseorang untuk beribadah kepada Allah. Dia bangun dari tempat tidurnya setelah malam hening: “adalah lebih tepat (untuk khusyu‘)”; lebih berat bagi pelaku shalat daripada shalat siang. Sebab, malam diciptakan untuk tidur dan istirahat. Maka bangun malam lebih berat bagi jiwa. Termasuk inti ibadah berat ini adalah menguatkan jiwa, meyakinkan niat dan fitalitas dan ketangguhan fisik. Jelas, bahwa penentangan musuh-musuh Islam memerlukan kuatnya jiwa dan ketangguhan fisik. “dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”; lebih kuat dan lebih jelas ucapannya. Sebab, di malam hari, suasana hening dan aktivitas minim. Sehingga, jiwa lebih jernih dan hati lebih terang. Tenangnya suara pada malam dan diamnya manusia, lebih membantu jiwa untuk merenung dan menghayati rahasia al-Qur’ān. “Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak)”; kamu pada siang hari melakukan banyak aktifitas dan kesibukan yang banyak untuk hidupmu. Karena itu, jadikanlah malam untuk ibadah dan tahajjudmu. Dalam at-Tashīl disebutkan, Yang dimaksudkan sabḥan; “urusan” adalah anekaragam aktifitas. Maksudnya, pada siang hari cukup untuk aktifitasmu. Karenanya, curahkanlah malam hari untuk ibadah kepada Tuhanmu. (7621).

Setelah berfirman beberapa ayat yang berfungsi sebagai dasar dakwah, Allah beralih memerintah Nabi s.a.w. untuk menyampaikan risalah. Allah mengajarkan kepada beliau bagaimana caranya berdakwah. “Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan”; jadikanlah dzikir kepada Allah pada malam dan siang hari sebagai penopang dakwah. Curahkanlah waktumu untuk dzikir kepada Allah, beribadah dan bertawakkal kepada-Nya. Janganlah kamu bergantung kepada selain Allah dalam hal apapun. Ibnu Katsīr berkata: “Maknanya, perbanyaklah dzikir kepada Allah dan curahkanlah waktu untuk beribadah jika kamu selesai dari sebuah kesibukanmu.” (7632). “(Dia-lah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung”; Allah-lah Pencipta yang bertindak mengurus semua urusan makhluk dan Dia-lah Penguasa belahan timur dan barat dunia. Tidak ada tuhan selain Dia. Karenanya, berpeganganlah kamu pada-Nya dan serahkanlah semua urusanmu kepada-Nya.

Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan”; bersabarlah kamu atas gangguan orang-orang kafir yang mendustakan itu dan menuduhmu penyihir, penyair, orang gila, sebab Allah akan menolongmu atas mereka. “dan jauhilah mereka dengan cara yang baik”; biarkanlah mereka dan jangan membalas dengan mencaci maki. Ulama tafsir berkata: “Cara menghindar yang baik adalah tanpa mencaci maki.” (7643) Ini sebelum Nabi s.a.w. diperintah untuk berperang sebagaimana firman Allah: “Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka.” (al-An‘ām [6]: 68). Kemudian Allah menyuruh beliau untuk memerangi dan membunuh mereka. Hikmah dalam hal ini karena kaum muslimin di Makkah masih sedikit dan tertindas. Itulah sebabnya mereka diperintah untuk bersabar dan mujāhadah di malam hari. Mereka mempersiapkan diri mereka untuk menerima pelajaran ruhani untuk melawan musuh ketika jumlah mereka banyak. Sebelum mereka berjumlah banyak dan kuat, sebaiknya bersabar dan hanya berdakwah dengan lisan saja.

Kemudian Allah berfirman mengancam dan memperingatkan para petinggi Quraisy. “Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan”; hai Muḥammad, biarkanlah Aku dan orang-orang kaya dan glamour dalam urusan dunia yang mendustakan ayat-ayatKu. Aku akan mencukupimu dari kejahatan mereka. Ash-Shāwī berkata: “Yakni biarkanlah Aku menghukum mereka dan jangan kamu meminta syafaat untuk mereka. Ini termasuk pengagungan kedudukan Nabi s.a.w. (7654) “dan beri tangguhlah mereka barang sebentar”; berilah mereka kesempatan dalam waktu sebentar, sampai mereka merasakan siksa yang berat. Ulama tafsir berkata: “Allah memberi mereka kesempatan sampai Nabi s.a.w. berhijrah dari Makkah. Ketika Nabi s.a.w. keluar dari Makkah, maka Allah menghukum mereka dengan musim-musim paceklik dan siksa yang bersifat umum. Kemudian para petinggi Quraisy terbunuh pada perang Badar sebagai bentuk siksaan khusus. (7665).

Kemudian Allah menyifati siksa yang Dia persiapkan untuk mereka di akhirat. “Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang bernyala-nyala”; bagi mereka di akhirat ada beberapa belenggu besar dan berat untuk mengikat mereka dan api yang menyala di neraka untuk membakar mereka. Dalam at-Tashīl disebutkan, belenggu itu dari besi. Diriwayatkan, bahwa belenggu itu berwarna hitam dan dari api. (7676) “dan makanan yang menyumbat di kerongkongan”; dan makanan buruk yang menyumbat yang bernama zaqqūm dan dharī‘. Ibnu ‘Abbās berkata: “Yaitu makanan duri dari api yang melintang di tenggorokan mereka. Tidak keluar dan tidak masuk.” (7687) “dan adzab yang pedih”; siksa yang menyakitkan dan pedih lainnya sebagai tambahan atas siksa dan belenggu tersebut.

Kemudian Allah menuturkan waktu siksa tersebut: “Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan,”; pada hari di mana bumi gempa yang mengguncang penghuninya dengan guncangan yang hebat. Gunung juga ikut berguncang. Hari itu adalah hari kiamat. “dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang beterbangan”; gunung-gunung yang demikian keras berubah menjadi gundukan pasir yang beterbangan dan mengalir. Ibnu Katsīr berkata: “Maknanya, gunung-gunung berubah menjadi bagaikan gunung pasir, padahal sebelumnya sangat kokoh dan keras hingga seluruh bagiannya sirna.” (7698) Ini semakna dengan ayat: “Dan Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, maka Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada sedikitpun kamu liat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi.” (Thāhā [20]: 105-107). Allah menuturkan siksa yang pedih yang disiapkan untuk orang kafir di neraka. Perangkat untuk menyiksa adalah belenggu dan zaqqūm. Waktu siksaan itu ketika bumi terguncang dan mengguncang penghuninya. Ini bertujuan menakut-nakuti orang-orang yang mendustakan, bahwa Allah akan menyiksa mereka dengan semua itu jika mereka tetap mendustakan Nabi s.a.w.

Kemudian Allah meneruskannya dengan mengingatkan mereka terhadap siksa yang menimpa umat-umat terdahulu yang jahat sebelum mereka. Juga menjelaskan bagaimana mereka durhaka serta jahat. Lalu, Allah menurunkan siksa kepada mereka. Allah membuat menceritakan sebagai mitsal untuk mereka, yaitu Fir‘aun. “Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Makkah) seorang Rasūl, yang menjadi saksi terhadapmu,”; hai penduduk Makkah, Kami telah mengutus Muḥammad kepada kalian yang menjadi saksi atas perbuatan kalian. Dia menjadi saksi apa yang kalian lakukan, yaitu kafir dan durhaka. “sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasūl kepada Fir‘aun”; sebagaimana Kami telah mengutus kepada Fir‘aun seorang rasul dari rasul-rasul Ulul-Azmi yaitu Mūsā bin ‘Imrān a.s. Al-Khāzin berkata: “Secara khusus Fir‘aun disebutkan di antara umat dan rasul, sebab Muḥammad disakiti dan dihina penduduk Makkah. Padahal beliau dilahirkan di antara mereka. Demikian halnya Fir‘aun yang menghina Mūsā dan menyakitinya sebab dia mendidik beliau.” (7709) “Maka Fir‘aun mendurhakai Rasūl itu”; maka Fir‘aun mendustakan Mūsā dan tidak beriman kepadanya. Dia mendurhakai Muḥammad dan mendustakan risalahnya. “lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat”; maka Kami hancurkan dia dengan penghancuran yang mengerikan dan tidak terbayangkan; menenggelamkannya di laut bersama kaumnya. Abū Su‘ūd berkata: “Ayat ini mengingatkan, bahwa apa yang menimpa Fir‘aun pasti akan menimpa kafir Quraisy. Yang dimaksud siksa berat adalah siksa yang keras.” (77110)

 

Catatan:


  1. 762). At-Tashīl, 4/157. 
  2. 763). Mukhtasharu Ibni Katsīr, 3/564. 
  3. 764). Lihat Ibnu Katsīr 3/564. 
  4. 765). Ḥāsyiyat-ush-Shāwī, 4/260. 
  5. 766). Idem
  6. 767). At-Tashīl, 4/158. 
  7. 768). Al-Baḥr-ul-Muḥīth 8/364. 
  8. 769). Mukhtasharu Ibni Katsīr, 3/565. 
  9. 770). Tafsīr-ul-Khāzin, 4/169. 
  10. 771). Tafsīru Abī Su‘ūd, 5/205. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *