Hati Senang

Surah al-Muthaffifin 83 ~ Tafsir al-Qur’an-ul-Majid an-Nur (2/2)

Judul Buku:
TAFSĪR AL-QUR’ĀNUL MAJĪD AN-NŪR

JILID 4

Penulis: Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy
Diterbitkan oleh: Cakrawala Publishing

كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْأَبْرَارِ لَفِيْ عِلِّيِّيْنَ.

Kallā inna kitābal abrāri lafī ‘illiyyīn.
“Sama sekali tidak seperti yang mereka katakan. Sesungguhnya buku catatan ‘amal bagi orang-orang yang berbakti benar-benar ditempatkan dalam ‘Illiyyin.” (al-Muthaffifīn [83]: 18)..

Keadaan yang sebenarnya tidaklah seperti yang disangka oleh mereka yang berbuat maksiat.

Kitab orang-orang yang berbuat bakti dan mendekatkan diri kepada Allah ditempatkan di suatu tempat yang paling tinggi yang dapat dibaca oleh para malaikat, sebagaimana ditempatkannya kitab orang-orang yang berbuat jahat di suatu tempat yang paling rendah.

وَ مَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيُّوْنَ.

Wa mā adrāka mā ‘illiyyūn.
“Dan mengertikah kamu, apakah ‘Illiyyīn itu?” (al-Muthaffifīn [83]: 19).

Siapakah yang dapat memberi tahu kamu apakah ‘illiyyīn itu?

كِتَابٌ مَّرْقُوْمٌ. يَشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُوْنَ.

Kitābum marqūm. Yasyhaduhul muqarrabūn.
“Yaitu kitab yang tulisannya jelas. Disaksikan oleh malaikat-malaikat yang dekat dengan Tuhannya.” (al-Muthaffifīn [83]: 20-21).

‘Illiyyīn adalah sebuah kitab himpunan yang dipelihara dengan baik oleh malaikat, sebagaimana mereka memelihara Lauḥ Maḥfūzh.

إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِيْ نَعِيْمٍ.

Innal abrāra lafī na‘īm.
“Sesungguhnya mereka yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan.” (al-Muthaffifīn [83]: 22).

Orang-orang yang berbakti (taat) kepada Allah, yang mengimani hari bangkit dan hari hisab, serta membenarkan keterangan Rasūl, akan ditempatkan di dalam Jannat-un-Na‘īm, surga yang penuh kenikmatan, kemewahan, kesentosaan, dan kesenangan.

عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُوْنَ.

‘Alal arā’iki yanzhūrun.
“Di atas sofa-sofa, mereka memandang.” (al-Muthaffifīn [83]: 23).

Mereka duduk di atas sofa-sofa yang indah. Mereka memandang berbagai macam kenikmatan di dalam surga.

تَعْرِفُ فِيْ وُجُوْهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيْمِ.

Ta‘rifu fī wujūhihim nadhratan na‘īm.
“Kamu melihat cahaya kesenangan pada wajah mereka.” (al-Muthaffifīn [83]: 24).

Apabila kita melihat mereka, maka kita pun meyakini bahwa mereka berada di dalam kenikmatan. Sebab, wajah mereka tampak berseri-seri.

يُسْقَوْنَ مِنْ رَّحِيْقٍ مَّخْتُوْمٍ. خِتَامُهُ مِسْكٌ وَ فِيْ ذلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُوْنَ.

Yusqauna mir raḥīqin makhtūm. Khitāmuhu msikun, wa fī dzālika falyatanāfasil mutanāfisūn.
“Mereka diberi minuman arak yang paling baik (murni) yang sudah ditutup rapat. Tutupnya adalah kasturi. Untuk tujuan tersebut hendaklah orang yang menginginkan kemenangan (kebahagiaan) berlomba-lomba.” (al-Muthaffifīn [83]: 25-26).

Mereka diberi minum dengan minuman arak yang sudah lama disimpan dengan baik dan tidak disentuh. Mulut bejananya pun ditutup dengan kesturi sebagai tanda bahwa minuman yang ada di dalamnya bernilai tinggi.

Minuman arak yang disebutkan di sini lain dengan minuman arak yang mengalir pada anak-anak sungai yang dijelaskan dalam ayat-ayat lain.

Nikmat itulah yang seharusnya dicapai dengan berlomba-lomba dan dengan segera melaksanakan ketaatan mengikuti perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Ayat ini memberi pengertian bahwa nikmat yang harus kita raih dengan berlomba adalah nikmat akhirat, bukan nikmat yang bercampur dengan syubhat seperti nikmat di dunia sekarang ini.

وَ مِزَاجُهُ مِنْ تَسْنِيْمٍ.

Wa mizājuhu min tasnīm.
“Dan campuran arak murni itu adalah dari mata air yang tercurah dari tempat yang tinggi.” (al-Muthaffifīn [83]: 27).

Minuman yang sangat lezat rasanya dan bernilai tinggi itu bercampur dengan air yang terpancar dari tempat yang tinggi sebagaimana diterangkan dalam ayat berikut.

عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُوْنَ.

‘Ainay yasyrabu bihal muqarrabūn.
“Yaitu mata air, pada tempat itu orang-orang yang didekatkan kepada Allah meminum.” (al-Muthaffifīn [83]: 28).

Mata air yang tinggi adalah yang airnya diminum oleh orang-orang yang didekatkan kepada Allah sebagai suatu kehormatan bagi mereka. Memang telah biasa di dunia bahwa apabila arak mau diminum terlebih dahulu dicampur dengan sedikit air. Maka Allah menjelaskan bahwa mereka di akhirat kelak akan meminum arak yang dicampur air yang datang dari mata air yang tinggi nilainya, apabila hal itu mereka inginkan.

Ini semua sebagai jalan mendorong orang-orang mu’min untuk berbuat ‘amalan yang shāliḥ, sekaligus membuat orang-orang yang suka berbuat maksiat dan terus-menerus melakukan perbuatan dosa bersedih hati.

Dalam ayat-ayat ini Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang mendustakan kebenaran dijauhkan dari rahmat-Nya dan malaikat diperintahkan membawa mereka ke dalam neraka. Allah juga menjelaskan keadaan orang yang berbakti kepada Allah, beriman kepada Allah dan Rasūl-Nya, serta mengerjakan kebajikan di dunia. Mereka itu semua akan dimasukkan ke dalam surga. Semua ‘amalan mereka telah dicatat dalam sebuah kitab yang dinamai ‘illiyyīn, yang dipegang oleh malaikat.

Pada akhirnya Allah menjelaskan nikmat abadi yang diterima oleh orang-orang mu’min.

4. Perbuatan Orang Kafir ketika Berhadapan dengan Orang Mu’min. Sebagian Orang Kuat Menertawakan Orang yang Tidak Sama dengan Mereka.

إِنَّ الَّذِيْنَ أَجْرَمُوْا كَانُوْا مِنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا يَضْحَكُوْنَ.

Innal ladzīna ajramū kānū minal ladzīna āmanū yadhḥakūn.
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat dosa adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang beriman.” (al-Muthaffifīn [83]: 29).

Mereka semua yang mengabaikan perintah Allah dan memutuskan semua apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dipererat hubungannya selalu menertawakan orang-orang mu’min. Pada permulaan kelahiran Islam, kebenaran ayat ini memang nyata. Banyak tokoh Quraisy yang menertawakan sahabat-sahabat Nabi yang fakir, seperti ‘Ammār, Suhaib, Khabbāb, Bilāl, dan lain-lain.

وَ إِذَا مَرُّوْا بِهِمْ يَتَغَامَزُوْنَ.

Wa idzā marrū bihim yataghāmazūn.
“Apabila lewat di depan orang yang beriman, mereka saling mengerdipkan mata.” (al-Muthaffifīn [83]: 30).

Apabila orang-orang kafir lewat di depan orang-orang mu’min, maka mereka itu menjelek-jelekkan para mu’min dengan mengolok-olok sambil menggerakkan tubuhnya bernada menghina. Demikian pula ketika para mu’min lewat di depan mereka, juga mereka cemooh habis-habisan.

Ada riwayat yang menyebutkan bahwa pada suatu hari ‘Alī bin Abī Thālib bersama beberapa sahabat lewat di depan orang-orang musyrik. Begitu sampai di depan para musyrik, mereka pun ditertawakan sambil mengerdipkan matanya. Setelah para mu’min kembali kepada teman-temannya, mereka berkata: “Pada hari ini kami telah melihat orang yang bersulah (jidat, dahi) lebar.” Mereka serentak tertawa terbahak-bahak. Sebelum ‘Alī sampai kepada Nabi, ayat ini turun.

وَ إِذَا انْقَلَبُوْا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوْا فَكِهِيْنَ.

Wa idzanqalabū ilā ahlihimunqalabū fakihīn.
“Apabila kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan hati yang bergembira.” (al-Muthaffifīn [83]: 31).

Apabila orang-orang kafir itu kembali kepada teman-temannya sesama kafir, mereka pun merasa bangga dengan apa yang dikerjakan itu. Yaitu menjelek-jelekkan dan menyindir orang-orang yang telah beriman.

وَ إِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوْا إِنَّ هؤُلآءِ لَضَالُّوْنَ.

Wa idzā ra’auhum qālū inna hā’ulā’i ladhallūn.
“Apabila melihat orang-orang yang beriman, niscaya mereka mengatakan: “Sesungguhnya inilah orang-orang yang tersesat di jalan.” (al-Muthaffifīn [83]: 32).

Apabila melihat orang-orang mu’min, para kafir itu mengatakan: “Inilah orang-orang yang sesat, karena meninggalkan ‘aqīdah yang diwariskan oleh nenek-moyang kita yang telah berlangsung turun-temurun.”

وَ مَا أُرْسِلُوْا عَلَيْهِمْ حَافِظِيْنَ.

Wa mā ursilū ‘alaihim ḥāfizhīn.
“Mereka tidak dikirim untuk menjadi penjaga terhadap orang-orang yang beriman.” (al-Muthaffifīn [83]: 33).

Orang-orang kafir itu tidak ditugaskan oleh Allah untuk menjadi pengintai dan penjaga para mu’min. Oleh karenanya, mereka tidak boleh menjelek-jelekkan para mu’min. Mereka hanya ditugaskan untuk memperhatikan diri sendiri dan memperbaiki budi pekertinya yang tidak baik.

فَالْيَوْمَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُوْنَ.

Fal yaumal ladzīna āmanū minal kuffāri yadhḥakūm.
“Maka, pada hari itu orang-orang yang beriman mentertawakan orang-orang yang kafir. (al-Muthaffifīn [83]: 34).

Pada hari kiamat nanti orang-orang mu’min tertawa. Sebab, mereka telah sampai kepada apa yang diyakininya, yaitu melihat kemuliaan dan kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada mereka dan menyaksikan bagaimana musuh-musuh agama disiksa oleh Allah. Pada saat itu, barulah para mu’min balik menertawakan orang-orang kafir.

عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُوْنَ.

‘Alal arā’iki yanzhurūn.
“Di atas sofa-sofa mereka memandang.” (al-Muthaffifīn [83]: 35).

Mereka melihat musuh-musuh agama yang sedang di‘adzab, sedangkan mereka duduk bersenang-senang di atas sofa yang indah.

هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ

Hal tsuwwibal kuffārū mā kānū yaf‘alūn.
“Apakah orang-orang kafir telah diberi pembalasan atas apa yang mereka kerjakan di dunia?” (al-Muthaffifīn [83]: 36).

Sebagaimana orang-orang mu’min diberi pembalasan terhadap ‘amal-‘amal mereka, begitu jualah orang-orang kafir, diberi ganjaran (hukuman siksa) atas apa yang mereka lakukan selama hidup di dunia.

D. KESIMPULAN SURAT

Dalam ayat-ayat ini Allah menjelaskan bagaimana orang-orang kafir menghadapi orang-orang mu’min di dunia, dan bagaimana orang-orang mu’min menghadapi para kafir di akhirat kelak sebagai pembalasan atas perilaku mereka di dunia. (41)

Catatan:

  1. 4). Ayat ini sebanding dengan QS. al-Mu’minūn [23]: 108, 111.
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.